Liputan6.com, Jakarta - Krisis pangan yang melanda dunia pada masa kini menjadi ancaman bagi semua negara tak terkecuali Indonesia. Oleh karena itu, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menghadirkan regenerative forest business (multiusaha kehutanan). Tujuannya untuk mengembangkan multiusaha wanatani, imbal jasa lingkungan dan hasil hutan bukan kayu.
Hal itu mendorong Kadin Regenerative Forest Business Sub Hub (Kadin-RFBSH) menggelar forum diskusi bersama para pengusaha di sektor kehutanan. Harapannya, bisa menginisiasi kerja sama para pengusaha di sektor hulu tersebut dengan yang di hilir (offtaker).
Advertisement
Baca Juga
"Acara ini untuk mempertemukan antara sektor hulu yang punya lahan dengan market, misal yang butuh kopi bagaimana cara kopi sama-sama," ucap Waketum Kadin RFBSH Silverius Oscar Unggul dalam forum diskusi yang digelar di JW Marriott Hotel, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, 25 Oktober 2022.
Onte sapaan akrab Silverius Oscar menambahkan, kegiatan ini bertujuan memfasilitasi proses transformasi bisnis kehutanan dari yang sebelumnya berbasis kayu menjadi multi usaha dengan tetap memperhatikan faktor keberlanjutan. Hal itu menyikapi Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 memberikan landasan hukum dan peluang bagi pelaku usaha kehutanan untuk meningkatkan pemanfaatan kawasan melalui Multi Usaha Kehutanan (MUK).
"Multiusaha ini kan hampir semua yang pegang izin HPH (hak penggunaan hutan), harusnya bisa di berikan multiusaha, ya tapi lagi-lagi ini masih baru, jadi baru beberapa yang coba,” ucap Onte. Kegiatan forum diskusi yang dihadiri pengusaha hutan sebagai pelaku usaha sektor hulu dan pengusaha sektor hilir ini membahas sejumlah tren dan peluang bisnis untuk komoditas kopi, vanila, gula aren dan cokelat.
Biji Kopi dan Kakao
Selain kayu, masih banyak sumber daya hutan yang menghasilkan beragam jenis barang dan jasa, termasuk pangan. "Selama ini hasil hutan identik dengan kayu, padahal masih banyak sumber daya lainnya yang juga berpotensi besar sebagai komoditi dan peluang bisnis. Ada kopi, kakao, vamila dan masih banyak lagi," kata Insan Syafaat selaku Wakil Ketua Komisi Tetap Kemitraan Peternakan Kadin Indonesia.
"Jadi kita akan sering menggelar diskusi sekaligus mensosialisasikan beragam hasil hutan yang pasarnya sebenarnya sangat luas. Negara-negara di Amerika dan Eropa banyak yang butuh biji kopi dan kakao, sementara Indonesia termasuk negara penghasil terbanyak dari hasil hutan itu. Tapi kita belum banyak mengekspor karena produksinya masih sedikit, padahal potensinya sangat besar," sambungnya.
Secara alami, hutan alam menghasilkan buah-buahan, biji-bijian, umbi-umbian, pati-patian dan sayur-sayuran sebagai sumber pangan nabati, dan satwa liar sebagai sumber pangan hewani. Hutan tanaman sejak tahun 1850-an juga menghasilkan pangan.
Sampai tahun 1990-an, tanaman pangan yang dibudidayakan masih terbatas pada tanaman semusim. Sejak tahun 2000-an, tanaman pangan yang dibudidayakan semakin beragam, mencakup tanaman penghasil bahan pangan yang berupa pohon, perdu, palem dan tanaman semusim.
Advertisement
Pemanfaatan Hutan
Saat ini, semua model pengusahaan pemanfaatan hutan yaitu hutan alam, hutan tanaman, hutan tanaman rakyat, hutan desa, dan hutan kemasyarakatan memiliki potensi besar menghasilkan pangan atau (sebagian) arealnya dikelola untuk pangan. Meskipun demikian, kontribusi sub sektor kehutanan dalam mendukung ketahanan pangan dirasakan belum optimal.
Sementara itu, Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 memberikan landasan hukum dan peluang bagi pelaku usaha kehutanan untuk meningkatkan pemanfaatan kawasan melalui MUK. Model bisnis kehutanan tersebut memberikan landasan bagi bisnis pemanfaatan hutan untuk membuka diri mengembangkan potensi bisnis yang dimiliki dalam kawasan pengelolaannya.
Hal itu termasuk untuk pengembangan bisnis produk pangan yang saat ini terus bertumbuh sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, Kadin Indonesia menyelenggarakan program RFBSH untuk mendukung kesiapan kapasitas anggotanya, melalui proses-proses peningkatan pengetahuan mengenai bisnis multiusaha kehutanan, dialog dengan pemerintah (KLHK) dan para-pihak relevan lainnya.
Membangun Sinergi Bisnis
Selain itu untuk membangun networking serta inisiasi kerjasama hulu-hilir dalam mengimplementasikan mandat undang-undang tentang MUK tersebut. Kegiatan membangun jejaring antar pengusaha hutan sebagai sektor hulu (PBPH alam, PBPH tanaman, Perhutanan Sosial, dan lain-lain) dan pengusaha sektor di hilir (offtaker) sangat penting dilakukan dalam inisiasi pelaksanaan bisnis berbasis MUK.
Business Meeting tersebut dapat menjadi titik tolak inisiasi kerjasama hulu-hilir secara terintegrasi, sehingga kepastian tujuan pasar yang menjadi isu utama bagi pengusaha di sektor hulu. Sedangkan di sisi lain kepastian bahan baku dari hulu yang menjadi isu sektor hilir dapat terjembatani dengan baik sehingga akan terbentuk ekosistem bisnis yang kuat dan sehat.
Hasil yang diharapkan melalui Business Meeting “Pemanfaatan Kawasan Hutan untuk Ketahanan Pangan” dapat terjadi transformasi dari “bad condition” menjadi “better condition” untuk pengusahaan pemanfaatan hutan melalui implementasi multisaha kehutanan (regenerative forest business). Caranya dengan menciptakan penguatan dan pemberdayaan sosial, ekonomi, ekologi dan budaya serta dapat berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim.
Selain itu harapan lainnya adalah dapat menciptakan implikasi positif terhadap sektor usaha kehuatanan melalui peningkatan variasi produk dari kawasan hutan untuk komoditas pangan, obat-obatan, energi, dan masih banyak lagi. Kegiatan ini ditutup dengan penandatanganan bersama deklarasi dukungan dan partisipasi bisnis terhadap implementasi Kadin RFBS meliputi membangun sinergi bisnis dan masyarakat secara luas (inklusif), mendukung dan berpartisipasi dalam upaya pemerintah dalam mitigasi perubahan iklim.
Advertisement