Liputan6.com, Jakarta - Liburan pertama ke luar negeri sejak pandemi COVID-19 seketika berubah jadi mimpi buruk bagi pelancong asal Singapura bernama Raha Rahmat dan putri remajanya. Ini bermula ketika perempuan itu pingsan pada malam pertama mereka di Korea Selatan.
Melansir CNA, Kamis (29/12/2022), ibu tunggal berusia 48 tahun itu dilarikan ke rumah sakit terdekat di mana ia didiagnosis menderita pendarahan otak yang serius. Lebih buruk lagi, pelancong itu tidak membeli asuransi perjalanan.
Mengetahui bahwa mereka harus mengeluarkan banyak uang untuk biaya rumah sakit dan evakuasi medis darurat ke Singapura, putri Raha yang berusia 18 tahun, Nur Amiliya Arba'a, mendapati dirinya kehabisan akal. Berbicara pada CNA melalui telepon dari Rumah Sakit Universitas Soon Chun Hyang di Seoul, ibu dan anak ini mengatakan, mereka melewatkan asuransi perjalanan karena menganggap itu tidak penting.Â
Advertisement
Baca Juga
"Saya tidak menyangka hal buruk seperti ini akan terjadi," Raha berkata.
Itu juga merupakan perjalanan yang direncanakan secara tergesa-gesa, dengan Amiliya yang merupakan penggemar berat budaya Korea memunculkan ide tersebut sekitar dua bulan lalu. Keduanya, bersama bibi dan sepupu Amiliya, memesan perjalanan mereka untuk 5--14 Desember 2022.
Semua orang, kecuali sepupunya, memperpanjang waktu mereka di Seoul untuk membantu Raha ketika ia jatuh sakit. Amiliya akhirnya beralih ke platform penggalangan donasi online GIVE.asia untuk membayar tagihan rumah sakit.
Raha, seorang pekerja kontrak, menganggur setelah kontrak terakhirnya berakhir sebelum mereka melakukan perjalanan. Dalam seminggu, Amiliya berhasil mengumpulkan sekitar 37 ribu dolar Singapura (sekitar Rp429 juta), sedikit lebih banyak dari target awalnya sebesar 35 ribu dolar Singapura (sekitar Rp406 juta) untuk menutupi biaya rumah sakit dan evakuasi medis.
Siswa Akademi Seni Rupa Nanyang dan ibunya ini kembali ke Singapura pada malam Natal dengan penerbangan terpisah. Raha kemudian dirawat di Singapore General Hospital (SGH) untuk perawatan lebih lanjut.
Kronologi Kejadian
Selama wawancara telepon dengan CNA selama satu jam sesaat sebelum mereka kembali, Amiliya dan Raha, yang sekarang sadar dan mampu berkomunikasi, menceritakan bagaimana kejadian tersebut terjadi. Terakhir kali mereka bepergian ke luar negeri adalah ke Dubai, Uni Emirat Arab pada 2018.
Raha tidak memiliki masalah kesehatan, kecuali perawatan lutut total tahun lalu. "Ia tidak memiliki tekanan darah tinggi. Ketika pergi untuk pemeriksaan poliklinik, ia baik-baik saja. Ia tidak punya masalah," kata Amiliya.
Saat tiba di Seoul pada 5 Desember 2022 sore, mereka meninggalkan barang-barang di apartemen Airbnb sewaan mereka sebelum keluar untuk mencari makanan. Saat itu sekitar -6 derajat celcius dan pakaian luar Raha "sangat tipis," katanya.
Ketika kembali ke akomodasi mereka, Raha merasa pusing dan berbaring di tempat tidur. Amiliya meninggalkannya di kamar untuk beristirahat, hanya untuk menyadari beberapa saat kemudian bahwa ibunya telah jatuh dari tempat tidur.
Amiliya memanggil ambulans dan mencoba yang terbaik untuk menghangatkan ibunya. Ia masih bisa berbicara, tapi kata-katanya tidak jelas. Ketika paramedis tiba, mereka menemukan bahwa sisi kiri tubuhnya tidak responsif dan tekanan darahnya naik drastis.
Advertisement
Kembali ke Singapura
Khawatir akan pendarahan otak, mereka membawanya ke rumah sakit tempat ia menjalani pemindaian di bangsal darurat. Amiliya mengatakan bahwa kemungkinan penyebab perdarahan adalah perubahan tekanan udara saat mereka terbang ke Seoul, yang bisa menyebabkan pembuluh darah pecah di otaknya.
Cuacanya juga sangat dingin, meski mereka telah mempersiapkannya dengan mengemas pakaian hangat dan heat pack. Situasi dengan cepat jadi lebih menegangkan bagi Amiliya.
Selain kendala bahasa, ia mengatakan bahwa rumah sakit di Korea Selatan lebih mengandalkan pendamping daripada perawat untuk merawat pasien. Ia juga tidak bisa meninggalkan gedung karena rumah sakit tidak mengizinkan pendamping melakukan itu.
Bibi Amiliya membantu dengan masalah administrasi seperti menelepon kedutaan Singapura dan mengirim email untuk mencari tahu cara membawa Raha pulang. Raha tinggal di unit perawatan intensif selama sekitar satu minggu karena kondisinya yang parah.
Ia kemudian keluar pada 19 Desember 2022 untuk kembali ke Singapura, tapi diberitahu bahwa ia harus tetap menggunakan tandu. Keluarga tersebut berhubungan dengan staf SGH yang membantu mereka melibatkan Hope Medflight Asia. Raha terbang kembali ke Singapura dengan petugas medis SGH, sedangkan Amiliya pulang dengan penerbangan komersial.
Biaya yang Dikeluarkan
Saat percakapan beralih ke asuransi perjalanan, Raha mengeluhkan keputusan tidak membelinya. Pikiran itu terlintas di benaknya sebelum mereka meninggalkan Singapura, tapi mereka juga tidak membeli polis asuransi perjalanan untuk perjalanan sebelumnya.
Tagihan rumah sakitnya mencapai sekitar 20Â ribu dolar Singapura (sekitar Rp232 juta), dan mereka harus membayar 18,5 ribu dolar Singapura (sekitar Rp214 juta) lagi untuk evakuasi medis. Ketika Raha dirawat di rumah sakit, anggota keluarganya pergi ke kedutaan Singapura di Seoul, menanyakan apakah mereka dapat menggunakan tabungan Central Provident Fund untuk membayar biaya rumah sakit, dan jawabannya tidak.
Mereka juga menghubungi semua perusahaan asuransi Raha di Singapura, tapi diberi tahu bahwa polisnya tidak mencakup rawat inap di luar negeri. Pilihan terakhir mereka adalah memulai kampanye penggalangan dana, seperti yang disarankan teman bibi Amiliya.
Amiliya mengatakan, keluarganya berterima kasih pada 600 atau lebih donor, beberapa di antaranya memberikan jumlah 500 hingga 600 dolar Singapura (sekitar Rp5,8 juta--Rp6,9 juta).
Raha memperingatkan sesama pelancong, "Belilah asuransi perjalanan, bahkan jika Anda berpikir tidak akan terjadi apa-apa, karena tekanan udara terkadang dapat memengaruhi otak Anda, terutama mereka yang memiliki tekanan darah tinggi."
"Itu benar-benar pengalaman yang buruk. Liburan terburuk setelah bertahun-tahun," tutupnya.
Advertisement