Paket Wisata Safari di Kenya Makin Agresif, Dianggap Bahayakan Turis dan Hewan Dilindungi

Para ahli konservasi dan pemandu wisata menilai atraksi yang masuk dalam paket wisata safari di Kenya itu membahayakan turis dan ekosistem di cagar alam.

oleh Henry diperbarui 16 Jan 2023, 18:03 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2023, 18:03 WIB
[Bintang] 25 Potret Paling Mengesankan yang Sanggup Membuatmu Kagum
Singa yang melompat ke kepala ibunya, Masai Mara, Kenya, Afrika. | via: travel.nationalgeographic.com

Liputan6.com, Jakarta - Industri pariwisata Afrika sempat mandeg selama pandemi. Tetapi sejak 2022, para pelancong kembali ke benua itu, termasuk ke Kenya. Namun, kehadiran mereka memunculkan beragam paket wisata safari kontroversial yang melibatkan pembunuhan antar-hewan.

Contohnya, sebuah video beredar di media sosial pada Oktober 2022 lalu, memperlihatkan seekor antelope sedang berjalan tenang. Tiba-tiba, dua ekor cheetah mengejarnya dan mencoba memangsanya. Antelope itu sudah berusaha berlari tapi kalah cepat dari dua kucing besar itu. Antelope itu pun tewas terkapar dan menjadi santapan dua ekor cheetah tersebut.

Tak lama kemudian, terlihat sebuah mobil jip safari bergerak di latar belakang video. Mobil itu bergerak mendekati hewan yang sudah tewas itu, diikuti beberapa mobil lainnya yang bentuknya hampir dengan berbagai warna.

Kita bisa mendengar suara orang berteriak satu sama lain dan suara klakson mobil. Mobil-mobil itu membentuk lingkaran dan para penumpangnya memegang ponsel untuk merekam aksi cheetah sedang memakan mangsanya.

Terdengar suara seorang wanita mengatakan, "Apa mereke bodoh?" Video tersebut diketahui berlokasi di Cagar Alam Maasai Mara atau Mara Reserve di Kenya yang merupakan rumah utama bagi hewan Big Five, yaitu singa, leopard, gajah, banteng,dan badak bercula satu.

Melansir Channel News Asia, Minggu, 15 Januari 2023, identitas pembuat video maupun waktu pembuatan video masih belum diketahui. Awalnya, video itu dibagikan oleh akun Twitter @DrumChronicles dan sudah dilihat lebih dari 175 ribu kali.

Para pemandu wisata dan ahli konservasi yang melihat video itu menilai hal seperti itu sudah terjadi sejak pemerintah melonggarkan aturan beriwsata saat pandemi Covid-19 mulai mereda. Banyak paket tur safari yang mengajak para turis untuk bisa lebih dekat dengan sejumlah hewan agar bisa mengambil gambar atau membuat video. Hal itu dinilai berbahaya karena beberapa hewan buas bisa saja menyerang para turis maupun siapa saja yang mendekati mereka.

 

 

Wisata Agresif

Andalkan Atraksi Hewan Saling Membunuh, , Safari Tur di Kenya Jadi Kontroversi
Andalkan Atraksi Hewan Saling Membunuh, , Safari Tur di Kenya Jadi Kontroversi.  foto: Twitter @DrumChronicles

"Wisata Kenya mulai bangkit kembali, bahkan makin banyak turis yang ingin datang, tapi banyak paket wisata yang seharusnya tidak diizinkan. Tempat cagar alam seperti di Maasai Mara harus lebih dilindungi," ucap Judy Kepher-Gona direktur Sustainable Travel and Tourism Agenda, sebuah organigasi di Kenya yang menyerukan dibuatnya aturan yang ketat lagi di cagar alam.

Pada Februari 2022, sebuah mobil Toyota Land Cruiser membawa beberapa orang turis untuk melihat keluarga cheetah dari dekat. Mobil tersebut hampir saja menabrak salah satu anak cheetah.

Saat pandemi mulai melandai, masalah seperti itu semakin bertambah lagi karena para ahli konservasi menyebutnya sebagai wisata agresif. Para turis semakin berlomba-lomba untuk mendapatkan foto maupun video yang dianggap terbaik untuk dibagikan di Instagram.

Para pelaku wisata pun semakin banyak yang bersedia memenuhi keinginan berbahaya para turis, karena ini menjadi momen untuk bangkit lagi setelah terpuruk selama masa pandemi.

"Sejujurnya, aku tak akan pergi ke Mara Reserve lagi di musim ini karena situasi yang berbahaya seperti ini," kata Michael Lorentz, seorang pemandu wisata safari yang berbasis di Cape Town, Afrika Selatan yang mengadakan tur di Kenya. "Bagiku dan para pelangganku, hal ini sangat menyakitkan, kami tak mau lagi melihat para hewan diperlakukan dengan sangat buruk," lanjutnya.

 

Berdekatan dengan Hewan

Satwa di Taman Nasional Amboseli
Seekor singa jantan duduk di atas rumput ketika matahari mulai tenggelam di Taman Nasional Amboseli, 21 Juni 2018. Taman nasional ini merupakan taman nasional paling populer kedua di Kenya setelah Cagar Nasional Maasai Mara. (AFP/TONY KARUMBA)

"Keinginan manusia untuk berdekatan dengan hewan merupakan naluri alamiah meskipun hal itu bisa berbahaya," jelas Professor Philip Tedeschi, pendiri Koneksi Manusia-Hewan di University of Denver, yang belakangan ini kerap mengunjungi Kenya bersama para mahasiswanya. "Itu bagian dari DNA kita untuk lebih memperhatikan sistem kehidupan," ujarnya.

Di sisi lain, wisata termasuk penopang ekonomi utama di kebanyakan negara Afrika. Pada 2030, kedatangan turis di benua tersebut diperkirakan menghasilkan pemasukan sekitar 260 miliar dolar AS atau setara Rp390 triliun per tahun. Di Kenya menurut Kementerian Wisata dan Alam Liar, saat sebelum pandemi sektor wisata menyumbangkan sekitar 10 persen dari GDP atau Produk Domestik Bruto mereka.

Pada 2019, lebih dari dua juta orang mengunjungi Kenya. Menurut Kementerian Wisata, jumlah itu diharapkan naik lebih dari 7 persen pada 2020. Namun pandemi melanda, membuat banyak hotel dan restoran tutup, dan lebih dari 80 persen perusahaan yang berkaitan dengan sektor wisata harus memecat para karyawan mereka. Sementara, mereka yang masih bisa bekerja terkadang harus siap menerima pemotongan gaji sampai dengan 70 persen.

Di masa puncak pandemi, banyak pemandu wisata kehilangan pekerjaan dan terpaksa menggunakan kendaraan mereka sebagai taksi atau pengantar barang, menurut Gitau, seorang guide yang bekerja di Loisaba Conservancy, sebuah cagar alam di Nairobi, ibu kota Kenya.

Keluar dari Jerat Kemiskinan

20150905-wildebeest-Kenya
Ratusan Wildebeest menyeberangi sungai di Masai Mara saat berimigrasi, Kenya (4/9/2015). Wildebeest bermigrasi hingga jarak ratusan kilometer demi menemukan padang rumput selama musim kering di Kenya. (AFP PHOTO/Carl de Souza)

Sejak 2013, Maasai Mara Wildlife Conservancies Association didirikan untuk lebih mengontrol cagar alam agar pengunjung tidak terlalu menumpuk dan hewan-hewan di dalamnya bisa menjalani kehidupan yang lebih kondusif.  Riset menunjukkan, hewan-hewan liar lebih bisa terkendali bila pengunjung lebih terkontrol.

Contohnya, cheetah betina di Maasai Mara membesarkan lebih sedikit anak dibandingkan para cheetah di tempat konservasi, menurut sebuah laporan dari jurnal ilmiah Ekologi dan Evolusi.Di saat bersamaan, industri wisata yang sehat sangat penting bagi usaha konservasi di berbagai wilayah untuk melindungi berbagai spesies paling berbahaya seperti badak hitam.

Komunitas atau masyarakat lokal juga diberikan insentif oleh pemerintah untuk ikut melindungi hewan-hewan buas. Sedangkan, sejumlah perusahaan menawarkan pekerjaan bagi warga Kenya yang sangat mengandalkan pariwisata sebagai pekerjaan utama dan keluar dari jerat kemiskinan. Tujuan utamanya adalah meningkatkan kualitas dan mengawasi Mara Reserve dari wisata yang tidak bertanggung jawab.

Menurutnya, para wisatawan punya kekuatan dalam mengawasi jalannya tur wisata. Mereka bisa memastikan kalau perusahaan wisata yang mereka sewa sudah mendapat lisensi dari Asosiasi Pemandu Safari Profesional Kenya, serta menanyakan kode etik sapa saja yang harus dipatuhi, seperti harus menjaga jarak dengan para hewan agar tidak menganggu mereka.

Berdasarkan peraturan yang ada, seorang pemandu terlatih tak akan mengajak mendekati hewan sampai 20 meter atau 30 meter. "Saat Anda sampai di cagar alam, Anda harus mematika kendaraan, tetap tenang dan diam untuk menikmati pemandangan sekitar," pungkas Gitau.

 

Infografis: 4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan
Infografis: 4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya