Nasib Pria Rusia yang Hidup Terkatung-katung di Bandara Incheon Korea Selatan

Pria Rusia itu kabur dari negaranya untuk menghindari kewajiban berperang di Ukraina. Tapi, hidupnya di Korea Selatan juga tak menentu.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 06 Mar 2023, 09:02 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2023, 09:02 WIB
Bandara Internasional Incheon
Bandara Internasional Incheon, Korea Selatan. (dok. Instagram @incheon_airport/https://www.instagram.com/p/CGzJxlfgSSQ/)

Liputan6.com, Jakarta - Dmitry (bukan nama sebenarnya) akhirnya bisa sedikit bernapas lega setelah hidup terkatung-katung di Bandara Incheon, Korea Selatan, selama hampir lima bulan terakhir. Ia menjadi salah satu dari lima pria Rusia yang terlantar di bandara itu sejak tahun lalu karena berusaha kabur dari perintah mobilisasi militer untuk memenangkan perang di Ukraina.

Kementerian Kehakiman Korea Selatan (Korsel) sebelumnya menolak permohonan mereka untuk mendapatkan status pengungsi. Terlalu takut kembali ke Rusia, mereka memaksa tidur di bandara, hidup dari makanan pemberian Departemen Imigrasi Korsel. 

Dmitry dan seorang pria lainnya akhirnya diizinkan meninggalkan Bandara Incheon pada minggu ini dan pindah ke Pusat Penerimaan Imigrasi selama perselisihan mereka dengan kementerian berlanjut. Tiga lainnya tetap di bandara.

Dikutip dari CNN, Minggu, 5 Maret 2023, tidak diketahui pasti mengapa mereka tidak berusaha mencari negara ketiga begitu menyadari sulitnya mendapatkan suaka di Korsel. Permohonan status pengungsi di negeri ginseng bisa memakan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun.

Sementara itu, Dmitry akan memerlukan persetujuan terlebih dahulu jika ingin meninggalkan pusat itu. Dia pun akan menghadapi jam malam pukul 18.00 dan harus menjalani tes Covid dengan biaya sendiri. Dia juga tidak akan diizinkan untuk bekerja.

Tetapi bagi Dmitry, semi-keberadaan ini lebih baik daripada alternatifnya – meskipun ia harus meninggalkan seorang istri dan seorang putra berusia 7 tahun di Rusia.

"Saya sangat merindukan anak laki-laki saya," kata Dmitry (30), meratapi putranya yang tidak mengerti mengapa dia harus pergi. Dia terlalu emosional untuk mengatakan hal lain tentang keluarganya.

 

Anti-Perang

Korea Selatan laporkan lebih dari 5.000 kasus tambahan COVID
Penumpang mengantre untuk naik pesawat di Bandara Internasional Incheon di Incheon, Korea Selatan, Rabu (1/12/2021). Jumlah kasus baru COVID-19 harian di Korea Selatan tercatat di angka 5.000-an untuk pertama kalinya sejak kasus pertama dilaporkan di Negeri Ginseng itu. (AP Photo/Ahn Young-joon)

Dmitry kabur dari Rusia pada Oktober tahun lalu, setelah Presiden Vladimir Putin menyerukan akan memobilisasi 300 ribu pria dewasa untuk bergabung dalam perang di Ukraina. Ia menjadi salah satu dari ribuan orang yang meninggalkan Tanah Airnya dalam pekan-pekan awal menyusul pengumuman pada 21 September 2022.

Dia takut dia akan menjadi orang pertama yang dikirim ke garis depan karena memiliki catatan perbedaan pendapat dengan pemerintah. "Saya merasa tidak enak karena saya telah memprotes demonstrasi anti-perang… Saya memutuskan bahwa saya harus meninggalkan Rusia," katanya, seraya menambahkan bahwa enam temannya telah meninggal di Ukraina.

Rencana pertamanya adalah pergi ke Kazakhstan, tetapi dia berubah pikiran ketika mendengar negara itu mendeportasi orang-orang Rusia yang melarikan diri. Korea Selatan adalah satu-satunya negara demokratis yang dapat dia tuju saat itu, katanya, meskipun sadar bahwa negara itu tidak memandang baik mereka yang berusaha menghindari panggilan militer – mengingat Korea Selatan menetapkan wajib militer untuk pria muda Korea yang masuk kualifikasi selama setidaknya 18 bulan.

"Saya bukan menghindari wajib militer, saya menentang perang," katanya, sebuah pesan yang ingin didengarkan para pejabat di Seoul. "Aku pada dasarnya tidak ingin pergi dan membunuh orang, jadi aku bukan pengelak wajib militer."

Proses Hukum

Bandara Internasional Incheon
Bandara Internasional Incheon, Korea Selatan. (dok. Instagram @incheon_airport/https://www.instagram.com/p/CKOBYsfB_Hn/)

Hingga pekan ini, hidupnya di Seoul dihabiskan dengan roti panas dan jus untuk makan siang dan ayam serta nasi untuk makan malam. Ia tak punya kegiatan lain tetapi hanya berjalan-jalan di sekitar bandara dengan sekitar yang terus berubah, diwarnai para pelancong bisnis dan mereka yang hendak berlibur.

Ia biasa mencuci bajunya di bak kamar mandi umum dan mengatakan tidak ada air panas keluar dari shower selama sebulan terakhir. "Aku nyalakan keran air panas, tapi tidak ada yang keluar," ujarnya dalam video yang direkam untuk mendukung klaimnya. Selama di bandara, ia tidur di lantai dalam ruang kecil bersama 15 pencari suaka lainnya. 

Kondisi tersebut berbeda dari yang dialaminya di fasilitas pemerintah. "Kondisi di sini sangat baik, mereka memberi makan dengan baik. Ada mesin cuci, sebuah setrika, ada air panas, di mana-mana bersih dan semua memperlakukanmu dengan baik," celotehnya.

Namun, pengajuan suaka Dmitry jauh dari kata sederhana. Ia berhasil memenangkan hak untuk mengajukan status pengungsi pada bulan lalu setelah sukses menggugat keputusan Kementerian Kehakiman di Pengadilan Distrik Incheon. Namun, kementerian mengatakan akan mengajukan banding atas putusan tersebut pada minggu ini.

 

Peluang Kecil

Bandara Internasional Incheon
Bandara Internasional Incheon, Korea Selatan. (dok. Instagram @incheon_airport/https://www.instagram.com/p/CLBhONclr63/)

Pengacara Dmitry mengatakan masih lima bulan lagi sebelum dia benar-benar bisa mengajukan status pengungsi tersebut. Itu pun belum tentu sukses mengingat aplikasi pengungsi yang diterima Korea Selatan sangat kecil. Pada 2019, sebelum pandemi, hanya 79 dari hampir 15.500 pendaftar yang akhirnya diberi status pengungsi.

"Bahkan di AS saja, tingkat penyetujuan status pengungsi hampir 10 persen," kata Lee Jong Chan, pengacara Dmitry.

"Tapi, rata-rata di Korea Selatan kurang dari satu persen. Persetujuan status pengungsi Korea Selatan seperti sebuah lubang jarum, jadi aku tidak yakin apakah itu akan mudah memasukkan benang ke dalam lubang. Kami akan berusaha yang terbaik, tapi aku pikir itu akan sulit dalam kenyataannya di Korea Selatan."

Lee mengatakan kesempatan memenangkan suaka Dmitry terletak pada argumen, "Keberatan untuk bertugas di militer saat perang berlaku untuk 'penganiayaan karena opini politik', yang merupakan salah satu dari lima alasan orang mengajukan status pengungsi."

Sepertinya sebuah proses panjang akan berjalan. Pengacara itu memperkirakan waktu menunggu lima bulan untuk mempelajari apakah mereka berhaak mengajukan status pengungsi atau tidak, dilanjutkan menunggu lagi satu hingga dua tahun sebelum mereka bisa memastikan mendapatkannya.

 

Opsi Alternatif

Ilustrasi kamp pencari suaka (pexels)
Ilustrasi kamp pencari suaka (pexels)

Jika permohonan ditolak, Dmitry mungkin masih bisa tinggal di negara itu di bawah izin tinggal kemanusiaan – meskipun itu memiliki kekurangannya sendiri.

Lee mengatakan, "Mereka dengan status tinggal kemanusiaan dikecualikan dari sebagian besar manfaat yang didapat penduduk atau pengungsi Korea Selatan. Mereka tidak akan ditempatkan pada posisi di mana mereka dipaksa untuk pergi, tetapi mereka harus tinggal di Korea Selatan dengan banyak batasan."

Namun, itu mungkin masih lebih baik daripada alternatifnya. Lee mengatakan bahwa perhatian media membuat kasus mereka sekarang terkenal di Rusia, sehingga orang-orang itu bisa berada dalam bahaya yang lebih besar jika mereka dideportasi.

Jika dia tidak dapat menemukan perlindungan di Korea Selatan, Dmitry akan mempertimbangkan untuk meminta suaka lewat Kedutaan Besar Amerika Serikat dan Kanada. Tetapi bahkan jika salah satu dari negara-negara ini akhirnya menerimanya, Dmitry akan tetap terkoyak.

Dia mengatakan tidak pernah terpikir akan meninggalkan Rusia karena itu adalah rumahnya. Dia masih berharap akan bisa kembali suatu hari nanti. "Alangkah baiknya jika saya bisa pulang ke Rusia," kata Dmitry. "Itu berarti semua yang terjadi akan berakhir, jadi lebih cepat lebih baik."

Infografis 1 Tahun Invasi Rusia ke Ukraina, Jumlah Korban dan Dampak. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 1 Tahun Invasi Rusia ke Ukraina, Jumlah Korban dan Dampak. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya