Perubahan Iklim Jadi Ancaman Serius bagi Perempuan Hamil dan Anak-Anak

Dampak negatif Bumi yang tak sedang baik-baik saja menjadi sorotan banyak pihak. Perempuan hamil, bayi, dan anak-anak menghadapi risiko kesehatan ekstrem akibat bencana iklim yang memerlukan perhatian segera, menurut Call for Action yang dirilis Selasa, 21 November 2023.

oleh Putu Elmira diperbarui 23 Nov 2023, 14:00 WIB
Diterbitkan 23 Nov 2023, 14:00 WIB
Ilustrasi Kehamilan
Ilustrasi kehamilan. (dok. Unsplash.com/@annaelise)

Liputan6.com, Jakarta - Dampak negatif Bumi yang tak baik-baik saja menjadi sorotan banyak pihak. Perempuan hamil, bayi, dan anak-anak menghadapi risiko kesehatan ekstrem akibat bencana iklim yang memerlukan perhatian segera, menurut Call for Action yang dirilis Selasa, 21 November 2023, oleh badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjelang perundingan Conference of the Parties (COP28) global mengenai perubahan iklim di Dubai.

Dikutip dari laman resmi UNICEF, Kamis (23/11/2023), menurut dokumen "Protecting maternal, newborn and child health from the impacts of climate change", dampak peristiwa iklim terhadap kesehatan ibu dan anak telah diabaikan, tidak dilaporkan dan diremehkan. Laporan ini menyoroti bahwa sangat sedikit negara dalam rencana respons perubahan iklim yang menyebutkan kesehatan ibu dan anak.

Selain itu, laporan tersebut turut menggambarkan hal ini sebagai "sebuah kelalaian yang mencolok dan merupakan simbol dari kurangnya perhatian terhadap kebutuhan perempuan, bayi baru lahir, dan anak-anak dalam wacana perubahan iklim."

"Perubahan iklim adalah ancaman nyata bagi kita semua, namun perempuan hamil, bayi, dan anak-anak menghadapi beberapa konsekuensi paling buruk," kata Bruce Aylward, Asisten Direktur Universal Health Coverage, Life Course di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Aylward menambahkan, "Masa depan anak-anak perlu dilindungi secara sadar, yang berarti mengambil tindakan iklim sekarang demi kesehatan dan kelangsungan hidup mereka, sekaligus memastikan kebutuhan unik mereka diakui dalam respons iklim."

Banyak Muncul Penyakit

Ilustrasi nyamuk malaria
Ilustrasi nyamuk malaria. Foto oleh Laszlo Fatrai dari Pexels.

Tahun ini ditandai dengan serangkaian bencana iklim yang dahsyat. Kebakaran hutan, banjir, gelombang panas, dan kekeringan menyebabkan banyak orang mengungsi, mematikan tanaman dan ternak, serta memperburuk polusi udara.

Dunia yang terlalu panas meningkatkan penyebaran penyakit mematikan seperti kolera, malaria, dan demam berdarah. Kondisi ini jadi konsekuensi yang sangat buruk bagi perempuan hamil dan anak-anak yang menderita penyakit yang sangat parah.

Penelitian menunjukkan bahwa dampak buruk dapat terjadi bahkan sejak dalam kandungan, yang menyebabkan komplikasi terkait kehamilan, kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan lahir mati. Bagi anak-anak, dampaknya dapat berlangsung seumur hidup, memengaruhi perkembangan tubuh dan otak mereka seiring pertumbuhan mereka.

"Tindakan terhadap perubahan iklim sering kali mengabaikan bahwa tubuh dan pikiran anak-anak sangat rentan terhadap polusi, penyakit mematikan, dan cuaca ekstrem," kata Wakil Direktur Eksekutif Program UNICEF, Omar Abdi.

Ia melanjutkan, "Kami melakukan ini atas risiko kami sendiri. Krisis iklim membahayakan hak dasar setiap anak atas kesehatan dan kesejahteraan."

Call of Action

Ilustrasi Penanggulangan Perubahan Iklim
Ilustrasi Penanggulangan Perubahan Iklim (Markus Spiske/Unsplash).

Abdi mengatakan bahwa adalah tanggung jawab bersama untuk mendengarkan dan menempatkan anak-anak sebagai pusat aksi iklim yang mendesak, dimulai pada COP28. "Inilah saatnya untuk akhirnya memasukkan anak-anak ke dalam agenda perubahan iklim," ungkapnya.

Call to Action menyoroti tujuh tindakan mendesak untuk mengatasi risiko-risiko yang meningkat ini. Hal ini mencakup pengurangan emisi gas rumah kaca secara berkelanjutan dan tindakan pendanaan iklim, serta dimasukkannya kebutuhan perempuan hamil, bayi dan anak-anak ke dalam kebijakan terkait iklim dan bencana.

Badan-badan tersebut juga menyerukan lebih banyak penelitian untuk lebih memahami dampak perubahan iklim terhadap kesehatan ibu dan anak. "Untuk menemukan solusi iklim yang mengakui adanya kebutuhan dan kerentanan kesehatan yang berbeda-beda pada perempuan dan anak perempuan, kita harus mulai dengan mengajukan pertanyaan yang tepat," kata Diene Keita, Wakil Direktur Eksekutif Program di UNFPA, badan kesehatan seksual dan reproduksi PBB.

"Solusi iklim global harus mendukung – bukan mengorbankan – kesetaraan gender."

Perubahan iklim adalah Ketidakadilan Antargenerasi

Ilustrasi Perubahan Iklim
Ilustrasi perubahan iklim. (dok. Unsplash.com/@temper01)

Call to Action ini dikeluarkan oleh WHO, UNICEF dan UNFPA pada acara peluncuran online, bersamaan dengan laporan advokasi dari Kemitraan untuk Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir dan Anak (PMNCH). Ringkasan advokasi PMNCH memperkuat Call to Action dengan menguraikan rekomendasi khusus untuk berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, mekanisme pendanaan global, donor dan yayasan, sektor swasta dan masyarakat sipil – untuk memastikan bahwa kebutuhan kesehatan perempuan, anak-anak dan remaja ditangani dengan lebih baik melalui kebijakan, pendanaan, dan program iklim.

"Perubahan iklim adalah ketidakadilan antargenerasi terbesar di zaman kita. Menjaga kesehatan dan hak-hak perempuan, anak-anak, dan remaja tidak bisa dinegosiasikan dalam menghadapi krisis iklim," kata Rt Hon Helen Clark, Ketua Dewan PMNCH dan mantan Perdana Menteri Menteri Selandia Baru.

Ia melanjutkan, "Setiap pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah hingga sektor swasta dan profesional layanan kesehatan, memegang peran penting dalam memperjuangkan kebijakan dan tindakan yang melindungi kelompok paling rentan."

Dikatakan Helen Clark bahwa urgensi untuk mengintegrasikan kebutuhan kesehatan perempuan, anak-anak dan remaja ke dalam respons iklim bukan hanya sebuah keharusan moral. "Namun, sebuah strategi efektif dengan manfaat jangka panjang bagi masyarakat yang berketahanan dan sehat," terangnya.

Infografis Journal
Infografis Journal Dunia Kepanasan, Akibat Perubahan Iklim Ekstrem?. (Liputan6.com/Tri Yasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya