Liputan6.com, Jakarta - Para pecinta cokelat harus waspada mulai dari sekarang. Mengutip New York Post pada Kamis, 25 April 2024, sebuah penyakit mematikan sedang merusak pohon kakao di Afrika Barat, yang berpotensi membahayakan pasokan cokelat global, demikian temuan para ilmuwan.
"Virus ini merupakan ancaman nyata terhadap pasokan cokelat global," kata seorang profesor matematika di Universitas Texas di Arlington, Benito Chen-Charpentier, yang menulis hasil penelitian yang diterbitkan baru-baru ini di jurnal PLOS One.
Baca Juga
Dinamai Cocoa Swollen Shoot Virus Disease (CSSVD), penyakit ini menyebar melalui beberapa spesies kutu putih yang memakan tanaman cokelat. Setelah terinfeksi, akan ada reaksi dari tanaman yang menunjukkan berbagai gejala, antara lain pembengkakan pada bagian batang dan akar, munculnya urat merah pada daun yang belum dewasa, serta buah kakao yang membulat dan menyusut.
Advertisement
Para ilmuwan mengaitkan penyebaran penyakit ini dengan "globalisasi, perubahan iklim, intensifikasi pertanian, dan berkurangnya ketahanan dalam sistem produksi," menurut penelitian tersebut. Para ahli memperkirakan bahwa virus CSSVD ini juga telah menyebabkan hilangnya panen sebesar 15–20 persen di Ghana, yang merupakan produsen kakao terbesar kedua di dunia setelah negara tetangganya, Pantai Gading (lebih dari separuh cokelat dunia berasal dari kedua negara ini).
"Ghana telah kehilangan lebih dari 254 juta pohon kakao dalam beberapa tahun terakhir," keluh Chen-Charpentier.
Upaya melawan wabah ini merupakan perjuangan yang berat. Kutu putih sangat kebal terhadap pestisida, sehingga memaksa petani untuk mencoba menghentikan penyebarannya dengan menghancurkan tanaman yang terinfeksi, membiakkan pohon yang tahan penyakit, dan bahkan menginokulasi tanaman dengan vaksin CSSVD, jelas ilmuwan tersebut.
Adakah Solusi Baru Tangani Penyakit Mematikan bagi Pohon Cokelat?
Namun, vaksin-vaksin tersebut harganya mahal, sehingga membebani petani yang berpenghasilan rendah. Selain itu, virus ini menghasilkan hasil kakao yang lebih kecil sehingga menggagalkan tujuan mereka.
Untungnya, Chen-Charpentier dan timnya telah menemukan cara baru yang berani untuk memerangi momok penghambat tersebut dengan menggunakan data matematika. Tujuannya untuk menentukan seberapa jauh jarak pohon yang divaksinasi perlu ditanam untuk menghentikan kutu putih berpindah dari satu tanaman ke tanaman lain dalam menyebarkan virus.
"Kutu putih memiliki beberapa cara pergerakan, antara lain berpindah dari kanopi ke kanopi, dibawa semut, atau tertiup angin," jelas ahli matematika tersebut.
"Apa yang perlu kami lakukan adalah menciptakan model bagi para petani kakao sehingga mereka dapat mengetahui seberapa jauh mereka dapat dengan aman menanam pohon yang telah divaksinasi dari pohon yang tidak divaksinasi guna mencegah penyebaran virus sekaligus menjaga biaya tetap terjangkau bagi para petani kecil ini," tambahnya.
Â
Advertisement
Bukan Satu-satunya Ancaman terhadap Perdagangan Kakao Global
Dengan menggunakan metode ini, para peneliti menciptakan model yang memungkinkan petani membentuk lingkaran pertahanan pohon kakao yang telah divaksinasi di sekitar pohon yang tidak dvaksinasi. Konsep ini mirip seperti gajah yang membentuk lingkaran untuk melindungi anak-anaknya.
Meskipun masih tahap awal, model ini secara teoritis akan membantu petani melindungi tanaman mereka dan memaksimalkan hasil panen mereka, sehingga seperti sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Selain itu, mekanisme ini dapat membantu menyelamatkan makanan populer ini dari kepunahan.
"Hal ini baik untuk keuntungan para petani, serta kecanduan global kita terhadap cokelat," kata Chen-Charpentier.
Namun, ada hal lain yang perlu dikhawatirkan juga. CSSVD bukan satu-satunya ancaman terhadap perdagangan kakao global. Pabrik-pabrik cokelat di Pantai Gading dan Ghana telah berhenti beroperasi atau mengurangi kemampuan pengolahannya karena mereka tidak mampu membeli biji kakao, sehingga harga kakao melonjak lebih dari dua kali lipat selama setahun terakhir, melampaui beberapa harga tertinggi sepanjang masa.
Â
Apa Itu Cocoa Swollen Shoot Virus Disease?
Mengutip World Agroforestry pada Kamis 25 April 2024, CSSVD merupakan virus yang menjadi ancaman serius produksi kakao Afrika Barat, khususnya Ghana, tempat penyakit ini pertama kali muncul pertama kali pada 1936. Ada beberapa jenis virus yang berbeda dan dapat menyebabkan penggundulan hutan, kematian tanaman dan kerugian hasil yang parah. Pada kelompok tanaman yang rentan, seperti Kakao amelonado Afrika Barat, virus ini bisa membunuh tanaman dalam waktu 2–3 tahun.
Ada beberapa pedoman keselamatan yang harus Anda perhatikan ketika datang ke kebun kakao, antara lain:
• Jangan membawa bahan tanaman kakao seperti polong, biji, budwood atau daun ke pertanian atau daerah lain. Penting untuk dicatat bahwa setelah tanaman kakao terinfeksi CSSVD, diperlukan waktu hingga dua tahun sebelum ada gejala muncul.
• Jangan membuang tanaman, serangga, atau tanaman yang sakit pada sampel tanah dari pertanian, kecuali di bawah pengawasan otoritas penelitian yang relevan. Spesies tumbuhan lain bisa terinfeksi oleh CSSVD.
• Setelah menangani bahan kakao yang sakit, cucilah tangan atau bersihkan menggunakan pembersih berbahan dasar alkohol.
• Kenakan sepatu boot karet agar dapat dibersihkan menggunakan 10 persen larutan pemutih sebelum mengunjungi pertanian lain.
• Sanitasi semua alat pemangkas dan pisau dengan pemutih 10 persen solusi sebelum mengunjungi pertanian lain.
• Meminimalkan barang dan jumlah peralatan yang dibawa ke pertanian selama kunjungan untuk mengurangi risiko kontaminasi.
• Cuci pakaian dan bersihkan alas kaki secara menyeluruh setelah bepergian ke negara penghasil kakao lain.
• CSSVD tidak dianggap sebagai patogen tanaman daerah beriklim sedang, seperti Eropa dan Amerika Utara. Meski demikian, bahan tanaman kakao tidak boleh dibawa ke negara-negara ini, kecuali di bawah pengawasan Pusat Penelitian Nasional dan/atau Kakao Tim Keberlanjutan.
• Sudah ada prosedur yang jelas untuk mencapai keselamatan dalam memindahkan bahan tanam kakao dari satu negara ke negara lain yang meminimalkan risiko penyebaran penyakit kakao. Silakan berkonsultasi dengan Tim Keberlanjutan Kakao untuk mendapatkan saran.
Advertisement