SPK: Mayoritas Dosen Terima Gaji Bersih Kurang dari Rp3 Juta, Dosen Swasta Bahkan Hanya Rp2 Juta

Penelitian yang dilakukan oleh Serikat Pekerja Kampus (SPK) dalam kuartal pertama 2023 menghasilkan data bahwa mayoritas dosen menerima gaji bersih kurang dari Rp3 juta. Hal lebih parah dialami oleh dosen di lembaga institusi swasta.

oleh Rusmia Nely diperbarui 05 Mei 2024, 09:15 WIB
Diterbitkan 05 Mei 2024, 09:15 WIB
20160502-Anies Baswedan Pimpin Upacara Hari Pendidikan Nasional 2016-Jakarta
Sejumlah perwakilan pelajar dari berbagai sekolah dan pegawai mengikuti upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional 2016 di halaman Kemendikbud, Jakarta, Senin (2/5). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Penelitian yang dilakukan oleh Serikat Pekerja Kampus (SPK) dalam kuartal I/2023 menemukan bahwa mayoritas dosen menerima gaji bersih kurang dari Rp3 juta. Gaji ini bahkan juga berlaku bagi mereka yang sudah mengabdi cukup lama hingga enam tahun ke atas.

"Ada perasaan luas di antara dosen bahwa mereka kurang dihargai dan bisa mendapatkan lebih banyak di tempat lain, yang mempengaruhi motivasi dan keterlibatan mereka dalam tugas dosen," ujar Fajri Siregar, anggota tim Litbang Serikat Pekerja Kampus pada acara Policy Brief Launching dan Pembacaan Pers Rilis bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional, Rabu, 2 Mei 2024.

Kondisi ini memaksa banyak dosen mengambil pekerjaan sampingan dan menghambat fokus mereka pada tugas utama serta berpotensi menurunkan kualitas pendidikan. Parahnya, dosen di universitas swasta jauh lebih rentan terhadap gaji rendah, dengan peluang tujuh kali lebih tinggi untuk menerima gaji bersih kurang dari Rp 2 juta.

Penelitian tersebut juga memberikan data bahwa sekitar 61 persen responden yang terdiri dari dosen dan staf pengajar, merasa bahwa kompensasi yang mereka terima tidak sebanding dengan beban kerja dan kualifikasi mereka. Hal yang demikian pada akhir mempengaruhi performa pengajar di kampus.

Kondisi kesejahteraan dosen dan tenaga pengajar yang jauh dari layak tidak lepas dari kebijakan di tingkat struktural yang lebih tinggi. Hal ini diperparah oleh kesemrawutan tata kelola institusi tempat dosen bergantung.

Status lembaga seperti Perguruan Tinggi Negeri, Perguruan Tinggi Swasta, Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum, Badan Layanan Umum, hingga Satuan Kerja mempengaruhi bagaimana kondisi dosen dan tenaga pengajarnya. Selain itu, status kepegawaian mereka, baik yang PNS maupun Pegawai Universitas, jadi faktor besar yang berpengaruh terhadap gaji yang mereka peroleh.

 

 

Ajukan Empat Tuntutan

Ilustrasi Dosen Muda
Ilustrasi Dosen.  foto: Forum Liputan6

Dalam acara yang juga diisi oleh Guru Besar Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, Prof. Kosuke Mizuno dan SINDIKASI tersebut, dibacakan lima poin tuntutan kepada pemerintah sebagai pemangku kepentingan. SPK juga merekomendasikan kebijakan untuk mengangkat kesejahteraan dosen dan tenaga pengajar di Indonesia.

SPK dalam rilis persnya menuntut peningkatan gaji pokok dosen, terutama bagi mereka yang berstatus PNS, yang harus dinaikkan secara substansial agar setara dengan profesional lain dengan kualifikasi serupa. Lalu, mendorong formulasi upah berdasarkan kelayakan per wilayah (UMR) untuk memastikan keadilan dan kecukupan di seluruh Indonesia.

SPK juga menuntut diadakannya evaluasi ulang beban kerja yang diberikan kepada dosen dan tenaga pengajar, termasuk soal tridarma perguruan tinggi yang dianggap belum proporsional dengan upah yang diberikan. SPK menilai diperlukannya pemberdayaan dan transparansi di tingkat lembaga untuk memastikan institusi pendidikan tinggi akuntabel dalam pengelolaan sumber daya, termasuk memberikan jaminan bagi dosen dan mengorganisir dan menegosiasikan upah.

 

Hardiknas 2024, Jokowi Ingin Pendidikan di Indonesia Semakin Maju

Jokowi
Cuitan Jokowi dalam akun Twitter pribadinya, @jokowi tentang Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas 2023. (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Hal yang terpenting adalah soal perubahan kebijakan, dengan undang-undang dan regulasi pendidikan nasional harus direvisi untuk menyediakan kerangka kerja yang jelas terkait upah dan kesejahteraan dosen.

"Kami mendorong revisi substansial dari kebijakan yang mempengaruhi kesejahteraan staf akademik, memastikan bahwa kompensasi dan kondisi kerja mereka adil, kompetitif, dan kondusif untuk pendidikan dan penelitian berkualitas tinggi," tutup Fajri.

Sementara, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan selamat Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh setiap tanggal 2 Mei. Dikutip dari kanal News Liputan6.com, Jumat, 3 Mei 2024, Jokowi mengatakan pendidikan di Indonesia terus berkembang dan adaptif dari zaman ke zaman.

"Dari zaman Ki Hajar Dewantara hingga era digital saat ini, pendidikan terus berkembang & adaptif," kata Jokowi melalui akun Instagramnya @jokowi, Kamis, 2 Mei 2024.

"Selamat Hari Pendidikan Nasional, semoga semangat memajukan pendidikan terus berkobar dalam setiap inisiatif dan teknologi yang kita kembangkan," tutur dia.

Selain Jokowi, Ketua DPR RI Puan Maharani menyinggung soal ekosistem pendidikan dan sumber daya manusia (unggul), pada momen Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2024. Menurutnya, pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia sendiri masih menjadi pekerjaan rumah. Pemerintah diingatkan untuk terus mengevaluasi kinerja pelayanan pendidikan demi memastikan semua anak memperoleh kesetaraan dalam mendapatkan pendidikan yang layak.

 

Pendidikan Masih Hadapi Tantangan Besar

jawa barat, bey Machmudin, hardiknas
Pj Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin Saat Melaksanakan Rangkaian Acara Peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2024 Tingkat Provinsi Jawa Barat di Lapangan Sempur, Kota Bogor, Kamis (2/5/2024). (sumebr foto: Adpim Jabar)

Puan juga menyoroti infrastruktur pendukung pendidikan, khususnya di daerah 3T karena tidak sedikit anak yang masih kesulitan mengakses sekolah karena jarak yang jauh atau infrastruktur yang tidak memadai. Kurangnya infrastruktur teknologi di daerah pedalaman juga dinilai menjadi tantangan di dunia pendidikan.

"Kita tidak ingin ada anak yang berpotensi menjadi generasi unggul pada akhirnya terpinggirkan dan tidak berkembang karena kurangnya aksesibilitas pendidikan. Masalah anak putus sekolah sering kali kita temukan karena faktor-faktor seperti ini," sebut Puan.

Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengatakan, masih banyak tantangan dalam sistem pendidikan Indonesia. Menurut dia, capaian sistem pendidikan Indonesia saat ini masih belum terlalu menggembirakan. Hal itu bisa dilihat dari beberapa indikator, seperti rendahnya kemampuan dasar siswa dalam bidang literasi, sains, dan matematika, masih belum tuntasnya persoalan kesejahteraan guru, hingga sempitnya akses pendidikan tinggi di tanah air.

"Ironisnya berbagai tantangan besar tersebut terkesan dihadapi dengan kebijakan-kebijakan yang bersifat top down dan mempersempit keterlibatan masyarakat sipil di bidang pendidikan," katanya.

 

infografis hari pendidikan nasional
kurikulum tiap era pemerintahan (liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya