64 Persen UMKM di Indonesia Dikelola Perempuan, Pemodalan dan Literasi Keuangan Jadi Tantangan Utama

Menurut Putri Tanjung, penguatan terhadap UMKM memiliki multiplier effect yang signifikan terutama terhadap perempuan dalam penciptaan lapangan kerja baru, perbaikan gizi keluarga, peningkatan dan akses pendidikan bagi anak.

oleh Henry diperbarui 18 Mei 2024, 22:00 WIB
Diterbitkan 18 Mei 2024, 22:00 WIB
Konferensi pers untuk acara The 2024 Asia Grassroots Forum membahas tentang Pentingnya Penguatan Permodalan dan Literasi Keuangan Sektor UMKM yang Kini 64 Persen Dikelola oleh Perempuan.
Konferensi pers untuk acara The 2024 Asia Grassroots Forum membahas tentang Pentingnya Penguatan Permodalan dan Literasi Keuangan Sektor UMKM yang Kini 64 Persen Dikelola oleh Perempuan.  (Liputan6.com/Henry)

Liputan6.com, Jakarta - Berdasarkan data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), sebesar 64,5 persen UMKM di Indonesia dikelola oleh perempuan. Dari data itu bisa dibilang bahwa penguatan terhadap sektor UMKM berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi nasional yang lebih inklusif.

Hal itu dikatakan oleh CEO of Trans Digital Lifestyle Group, Putri Tanjung dalam konferensi pers untuk acara The 2024 Asia Grassroots Forum di kantor Amartha di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa, 14 Mei 2024. Menurut dia, penguatan terhadap UMKM juga memiliki multiplier effect yang signifikan terutama terhadap perempuan, dalam penciptaan lapangan kerja baru, perbaikan gizi keluarga, peningkatan akses pendidikan bagi anak, dan lain-lain.

Putri merupakan investor yang mendukung pengusaha perempuan sejak 2020. Bagi dia, pengusaha perempuan yang berpeluang disuntik dana olehnya harus meliputi kriteria bisnis yang memiliki nilai sustainability dan berdampak bagi banyak wanita lainnya.

"Saya sangat bersemangat untuk bisa berkontribusi langsung memberikan modal buat pengusaha perempuan di Indonesia. Mereka bisa bersaing dengan para pengusaha laki-laki, punya daya kepemimpinan yang sangat detail, punya ide-ide keren dalam inovasi start up dan UMKM," terangnya.

Hal itu senada dengan PT Amartha Mikro Fintek atau Amartha yang berfokus memberikan pendanaan kepada pengusaha perempuan segmen akar rumput yang berada di pedesaan. Salah satu tujuannya adalah untuk mengurangi ketimpangan akses keuangan digital bagi perempuan pelaku usaha ultra mikro di pedesaan.

 

Memajukan Ekonomi Masyarakat di Piramida Terbawah

Konferensi pers untuk acara The 2024 Asia Grassroots Forum membahas tentang Pentingnya Penguatan Permodalan dan Literasi Keuangan Sektor UMKM yang Kini 64 Persen Dikelola oleh Perempuan.
Konferensi pers untuk acara The 2024 Asia Grassroots Forum membahas tentang Pentingnya Penguatan Permodalan dan Literasi Keuangan Sektor UMKM yang Kini 64 Persen Dikelola oleh Perempuan.  (Liputan6.com/Henry)

Amartha mendorong pertumbuhan inklusif ekonomi akar rumput (grassroot) atau kelompok kelas bawah melalui strategi kolaboratif. Hal itu diwujudkan lewat gelaran The 2024 Asia Grassroots Forum, di mana Amartha mengajak berbagai pemangku kepentingan untuk mempromosikan potensi ekonomi akar rumput di Indonesia secara lebih masif.

Acara tersebut akan dilaksanakan pada 21 dan 22 Mei 2024 di Jakarta berkolaborasi dengan lembaga partner seperti Women’s World Banking, SME Finance Forum, Accion, dan International Finance Corporation (IFC). Masyarakat dapat mengikuti rangkaian acara secara virtual melalui akun resmi YouTube Amartha.

"Kita mengajak multiple stakeholders seperti entrepreneur, investor, regulator, inovator, dan MSMe (Micro, Small and Medium Enterprises) Finance Leader, untuk berkolaborasi bersama memajukan ekonomi masyarakat di piramida terbawah," ucap Founder & CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra.

Andi berharap forum The 2024 Asia Grassroots Forum dapat menjadi katalisator dalam menyediakan platform kolaborasi bagi para pemangku kepentingan terhadap segmen akar rumput melalui agenda scaling impact, digitalisasi UMKM, dan mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif.

Usaha Mikro Paling Dominan

Founder & CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra
Founder & CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra.  (dok. Amartha)

"Kita percaya, bahwa mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif bisa terwujud jika dilakukan dengan berbagai upaya kolektif. Kita berharap forum ini akan menggerakkan banyak pihak untuk menjadikan segmen akar rumput sebagai garda depan ekonomi Indonesia,” harapnya.

Ia menambahkan, berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) pada 2021, usaha mikro menjadi yang paling dominan dalam struktur UMKM nasional yang berjumlah 63,9 juta atau mengisi 99,62 persen dari total unit usaha di Indonesia. Jika dinilai berdasarkan jumlah kontribusi terhadap PDB, usaha mikro bahkan berkontribusi 37,4 persen atau hampir sama jumlahnya dengan perusahaan berskala besar yaitu 39,5 persen pada 2019.

Peningkatan kapasitas agar usaha mikro dapat naik kelas salah satunya dapat diwujudkan dengan mendigitalisasi UMKM dan memperluas akses keuangan inklusif di pedesaan. Dalam kesempatan yang sama, Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia tahun 2014-2019, Rudiantara menjelaskan, inovasi teknologi bukan sekadar pilihan, melainkan keharusan yang mendesak bagi peningkatan kapasitas dan kualitas UMKM.

Manfaat dan Risiko Layanan Keuangan

Pelaku UMKM.
Ilustrasi pelaku UMKM. (Foto: Istimewa)

"Untuk mempercepat proses ini, kebijakan yang inklusif diperlukan. Seperti peningkatan kapabilitas digital bagi pelaku UMKM, penyediaan infrastruktur digital yang merata, kebijakan-kebijakan terkait perizinan, serta kolaborasi antar pihak, dapat mengakselerasi kemajuan ekonomi akar rumput di Indonesia, yang sudah punya potensi besar untuk terus bertumbuh," tutur pria yang biasa disapa Chief RA ini.

Rudiantara juga mengungkapkan tingkat inklusi keuangan di Indonesia sudah cukup baik, yakni berada di angka 80 persen. Artinya, sebagian besar penduduk dewasa sudah memiliki minimal satu akses kepada salah satu layanan keuangan.

Yang jadi persoalan adalah tingkat literasi keuangan masih rendah yakni tertahan di angka 50 persen. Menurut Rudiantara, masyarakat yang memiliki akses terhadap layanan keuangan belum tentu memahami manfaat dan risiko yang dihadapi secara keseluruhan.

"Banyak orang Indonesia punya akses ke layanan keuangan, baik konvensional maupun digital. Sayangnya banyak yang kurang paham risiko dan konsekuensinya," ujarnya.

Sebagai contoh, di sektor keuangan digital, dia melihat banyak masyarakat yang mengambil pinjaman online (pinjol) tanpa tahu apa saja konsekuensi atas tindakan tersebut. "Inilah tantangan Indonesia yang sebenarnya. Digital kita maju tapi pemahaman digital ini yang masih belum banyak," pungkasnya.

Infografis Pasar Tanah Abang dan Produk UMKM Tergerus Lapak Online. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Pasar Tanah Abang dan Produk UMKM Tergerus Lapak Online. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya