Liputan6.com, Jakarta - Fesyen dan lingkungan semestinya berjalan saling beriringan. Kedua bidang kini disambungkan dengan konsep berkelanjutan yang tidak hanya peduli pada cuan, tetapi juga kesejahteraan manusia dan Bumi di masa depan. PINTU Incubator 2024 berusaha menjembataninya dengan menggelar kompetisi sekaligus pembimbingan agar jalan brand fesyen lokal ke pasar internasional lebih terbuka, dalam hal ini lewat Prancis.
Thresia Mareta, advisor JF3 dan co-inisiator PINTU Incubator itu mengungkapkan alasan menggandeng Prancis sebagai mitra utama. Salah satunya karena ekosistem industri fesyen mereka jauh lebih matang dibandingkan Indonesia. Bahkan, 70 persen konsumen fesyen meranking Paris sebagai destinasi fesyen utama mereka. Dengan belajar dari Prancis, brand fesyen lokal diharapkan bisa menyesuaikan diri dengan standar internasional dengan lebih baik, baik dari segi desain maupun kualitas produk.
Baca Juga
Negara BRICS Rilis Pernyataan Bersama Soal Lingkungan, Ini Isinya
Mengembangkan Tujuan Baru Memperkuat Kesejahteraan yang Berkelanjutan bagi Manusia, Masyarakat, dan Bumi Lewat AminoScience
Membuat Kopi Berkualitas yang Bertanggung Jawab dengan Program Berkelanjutan dan Meningkatkan Kesejahteraan Petani
"Meski brand lokal memiliki kreativitas dan keunikan, mereka harus memastikan bahwa produk mereka mampu bersaing dengan produk-produk dari negara lain yang sudah lama mendominasi pasar internasional. Selain itu, proses adaptasi terhadap preferensi pasar Prancis yang cenderung memiliki cita rasa tersendiri juga menjadi tantangan," Thresia menambahkan kepada Lifestyle Liputan6.com, Selasa, 27 Agustus 2024.Â
Pada tahun ini, PINTU Incubator 2024 memilih lima jenama lokal sebagai finalis yang tampil di panggung Jakarta Fashion and Food Festival (JF3) 2024 pada 31 Juli 2024. Melalui serangkaian proses kurasi ketat dan program inkubasi intensif, Senses, Enigma, Denim It Up, Arae, dan Tales and Wonder menampilkan koleksi mereka bersama enam alumni sekolah mode Prancis ternama, École Duperré, yaitu Colline Percin, Luisa Gauchon, Noemie Jondot, Guy Chassaing, Ninon Fievet, dan Daniel Cheruzel.
Advertisement
"Proses penjurian di tahap akhir dilakukan dengan kurasi yang ketat, di mana setiap karya dinilai berdasarkan kreativitas, kualitas, inovasi, serta kesesuaian dengan standar internasional. Para finalis juga dinilai dari kemampuan mereka untuk mengedepankan nilai budaya Indonesia atau nilai keberlanjutan dengan tren mode global," kata Thresia.
"Kami tidak hanya menilai koleksi saja tetapi juga secara bisnis dengan kematangan dalam mengeksekusi konsep," imbuhnya.
Â
Â
Berkelanjutan dalam Karya
Dua nilai utama itu pula yang diusung oleh Senses ke ajang PINTU Incubator 2024. Nilai budaya Indonesia dibawakan lewat koleksi GALA yang terinspirasi dari legenda Roro Jongrang dari Jawa Tengah. Sifat sedikit antagonis, mistis, dan gelap dari sosok Roro Jongrang digambarkan lewat warna hitam dengan detail putih dan abu pada koleksi tersebut. Belum lagi penambahan detail embelishment dan bordir yang lumayan rumit dalam koleksi agar tercipta sesuai yang 'tidak umum' dilihat.
"Tantangan dalam koleksi ini salah satunya adalah membuat siluet yang sesuai dengan pasar Eropa. Senses yang terbiasa membuat modest wear harus berkreasi dengan pasar yang akan dituju. Siluet, tipe bahan, fit, dan sizing baru semua kita develop di program ini," ungkap Kanya Pradipta, owner Senses.
Sementara, nilai keberlanjutan dibawakan lewat pemilihan bahan yang lebih bertanggung jawab. Kanya menyatakan sejak awal, pihaknya memproduksi kain sendiri dari poliester daur ulang yang diakuinya tidak mudah dilakukan. "Proses ini cukup lama karena harus melewati R&D untuk mendapatkan finish yang sesuai dengan standar Senses," ucapnya dalam kesempatan terpisah.
Beda halnya dengan Enigma, brand fesyen asal Bali yang berdiri sejak 2016. Nilai berkelanjutan dan sirkularitas yang menjadi misi dasar brand diakui cukup mudah diaplikasikan karena 'sustain' adalah tujuan akhir yang diupayakan secara terus menerus. Hal itu diwujudkan dengan menggunakan material organik yang dikombinasikan dengan pola jahitan zero waste serta desain uniseks dan versatile, termasuk dalam koleksi Circularity yang ditampilkan di panggung JF3 2024.
"Dengan memilih produk yang berkelanjutan dan organik, kami percaya bahwa kami dapat memberikan dampak positif, tidak hanya untuk kesehatan dan kesejahteraan kita sendiri, tetapi juga bagi seluruh lingkungan dan orang yang kita cintai," ujar Elizabeth Selly dari Enigma Art Textile.
Â
Â
Advertisement
Memperluas Jejaring agar Bisnis Bisa Berkelanjutan
Lewat ajang tersebut, Senses mengejar jejaring yang lebih luas untuk memasarkan rangkaian produk mereka. Itu pula, menurut Kanya, menjadi poin plus PINTU Incubator dibandingkan program inkubasi serupa yang ada. Terlebih, hanya mengandalkan pasar lokal untuk mendistribusikan produk-produk sustainable fashion dianggap tak cukup karena mayoritas konsumen masih menjadikan harga sebagai pertimbangan utama.
"Menurutku pribadi, sekarang sudah ada ya pasar lokal untuk produk-produk sustainable. Malah dengan semakin maraknya isu climate change, orang semakin banyak yang berpaling ke produk yang menganut tema sustainability. Tapi mungkin tantangannya, adalah gimana mengemas storytelling tentang sustainability... karena masih banyak juga yang belum mengerti pentingnya sustainability dan apa itu sustainable fashion," kata Kanya.
Hal senada juga diakui oleh Enigma. Selly menyebut walau berdampak positif terhadap lingkungan, memberi kepuasan etis dan moral, hingga bernilai tinggi, produksi koleksi berkelanjutan tak semudah membalikkan telapak tangan. "Dari waktu, cost produksi yang lebih tinggi, tantangan menemukan supply chain, cara edukasi terhadap pasar dan tentunya persaingan dengan produk yang lebih murah atau sejenis," urai dia.
Lewat program inkubasi itu, ia berharap apresiasi lebih dari pasar internasional bisa terbuka. Utamanya bagi karya yang dibuat tangan para perajin yang memberikan sentuhan pribadi dan keunikan tersendiri. "Produk-produk ini bukan hanya sekadar barang, tetapi juga mengandung jiwa dari para pembuatnya, yang memberikan nilai lebih dan cerita di balik setiap karya," ucap Selly.
Dampak PINTU Incubator Setelah 3 Tahun Berjalan
Selama tiga tahun proses inkubasi sudah berjalan, Thresia menyatakan PINTU Incubator telah menunjukkan hasil yang signifikan. Para alumnus program ini berhasil mendapatkan eksposur internasional, termasuk berpartisipasi di pameran bergengsi seperti Première Classe - Paris Trade Show, bersama alumnus PINTU Incubator sebelumnya.
"Beberapa peserta inkubasi sebelumnya seperti FUGUKU, Apa Kabar, dan Bertjorak berhasil menarik dan mendapatkan pemesanan yang berulang atau repeat order dari fashion buyer internasional. Selain itu, brand FUGUKU juga menoreh prestasi atas karyanya yang terkurasi masuk ke museum seni Perancis, Musée des Arts Décoratifs," ucap Thresia.
Untuk tahun ini, PINTU Incubator memperluas kerja sama internasional dengan École Duperré Paris. Itu adalah sekolah mode bergengsi yang termasuk 10 besar sekolah mode di Prancis versi majalah L'Etudiant. Sekolah yang berdiri pada 1856 itu hanya menerima sekitar 500 siswa per tahun untuk beragam jurusan, termasuk fesyen, dan para pemenang PINTU Incubator 2024 akan mendapat beasiswa selama enam bulan di kampus tersebut.
"Kolaborasi program ini menjadi bukti nyata komitmen PINTUÂ Incubator dalam memberdayakan desainer muda berbakat dalam perluasan jaringan pasar, pengembangan produk, dan pertukaran budaya di ekosistem mode Indonesia-Prancis," ujarnya.
Duta Besar Prancis untuk Indonesia, Timor Leste, dan ASEAN, Fabien Penone menambahkan bahwa desainer Indonesia akan dipilih untuk memamerkan koleksi mereka di Paris pada September 2024. Ia menyebut program inkubasi itu telah membentuk aliansi inovatif antara Prancis dan Indonesia di bidang fesyen.
"Program PINTU adalah kesempatan untuk berkolaborasi dengan individu yang penuh semangat, bertukar ide, dan menantang diri sendiri dalam mengejar pasar internasional," katanya.
Advertisement