Liputan6.com, Jakarta - Indonesia memiliki sekitar 23 persen dari total ekosistem mangrove dunia, menjadikannya negara dengan kawasan mangrove terbesar secara global. Namun, kondisinya sepanjang 1989 hingga 2019 fluktuatif, sempat membaik namun bisa turun lagi jumlahnya karena aktivitas manusia maupun bencana alam.
Sejalan dengan upaya percepatan rehabilitasi hutan mangrove, Badan Restorasi Gambut Mangrove bersama Dinas Pendidikan Sumatera Utara pada pertengahan November 2024 meluncurkan program edukasi lingkungan hidup dan kurikulum mangrove di tingkat SMA. Diharapkan edukasi itu mendorong generasi muda bisa terlibat aktif dalam pelaksanaan rehabilitasi mangrove.
"Kita ajarkan pentingnya mangrove, dengan istilah dulu kecil menanam saat dewasa memanen, tapi bukan dibabat, bukan kayunya tapi buahnya dimanfaatkan," ungkap Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, Yuliani Siregar saat Media Gathering dengan di Medan, Sumatra Utara, Minggu, 1 Desember 2024.
Advertisement
Ia mengatakan bahwa upaya tersebut merupakan bagian dari kolaborasi berbagai pihak untuk rehabilitasi mangrove dan pemanfaatan mangrove secara maksimal. Apalagi, hutan mangrove memberikan berbagai manfaat penting, termasuk sebagai pelindung alami dari erosi pantai, badai, dan tsunami.
"Di sekolah adiwiyata, sekolah berwawasan lingkungan program dari Kementerian Lingkungan Hidup. Saya sudah bilang agar siswanya diajarkan menanam pohon dan kita sudah siapkan bantuan untuk bibit-bibitnya," terang Yuliani.
Ia pun mengharapkan agar kurikulum mangrove juga masuk dalam program Merdeka Belajar sehingga dapat diterapkan juga di sekolah SMA tingkat Nasional. Hal ini menurutnya bisa membantu keseimbangan antara karbon yang dilepas dan diserap, sehingga target bebas emisi pada 2030 bisa terwujud.
Penerapan Kurikulum Mangrove
Dalam penerapan kurikulum mangrove, Dinas Lingkungan Hidup meluncurkan modul sebagai bagian dari Projek Penguatan Profil Pancasila (P5) dalam kurikulum merdeka, dengan tema "Hidup Bijak Bersama Mangrove." Modul dirancang untuk membantu guru menyampaikan materi tentang pelestarian mangrove.
Tahapannya mulai dari pemahaman dasar mengenai ekosistem hingga langkah-langkah konkret yang bisa diambil siswa untuk menumbuhkan karakter cinta lingkungan dan berkontribusi dalam menjaga lingkungan. Sebelum kurikulum mangrove ini resmi diluncurkan, para guru di Provinsi Sumatera Utara juga dibekalin materi dan pemahaman dalam kegiatan pelatihan edukasi lingkungan hidup tematik mangrove.
Setelah pemberian materi, mereka diajak terjun langsung ke Batubara Mangrove Park yang berlokasi di Kabupaten Batubaru, Provinsi Sumatera Utara. Tujuannya untuk mengenal ekosistem mangrove serta pengelolaannya, selain mempelajari biofisik ekosistem mangrove, para guru juga diajak untuk mendalami serta memberikan solusi terkait sosial, dan ekonomi masyarakat setempat.
Guru selanjutnya berperan menjadi fasilitator bagi siswa agar memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik untuk memahami dan berpartisipasi dalam upaya pelestarian lingkungan, khususnya mangrove. Mereka juga diajari menanam mangrove serta mengambil manfaatnya tanpa membunuhnya.
Advertisement
Pentingnya Mangrove dalam Mitigasi Perubahan Iklim
Di kesempatan itu Yuliani juga memaparkan tentang kemampuan mangrove untuk menyerap karbon dalam jumlah besar, yang dikenal sebagai “blue carbon,” sehingga berperan penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim. Namun sayangnya mangrove di Indonesia mengalami tekanan berat akibat aktivitas manusia, seperti alih fungsi lahan menjadi tambak dan pengembangan wilayah pesisir.
Untuk itu Program Mangroves for Coastal Resilience (M4CR), inisiatif kolaboratif antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang saat ini sudah dipecah, serta Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). Kegiatan ini dilaksanakan di Sumatera Utara pada 1--4 Desember 2024.
Di kesempatan yang sama, Asisten Rehabilitasi Mangrove PPIU M4CR Sumatera Utara, Sigit Prasetyo mengatakan bahwa M4CR dirancang untuk meningkatkan pemahaman dan dukungan media nasional dan lokal terhadap konservasi mangrove. Utamanya M4CR untuk memperkuat ketahanan pesisir dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal yang bergantung pada ekosistem mangrove.
"Melalui program M4CR, Pemerintah Indonesia menargetkan rehabilitasi lebih dari 75.000 hektare mangrove yang terdegradasi agar mendukung ketahanan iklim sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir," terangnya.
Mangrove Berdampak Langsung ke Masyarakat
Program ini juga dirancang untuk meningkatkan keterampilan masyarakat lokal dalam memanfaatkan mangrove secara berkelanjutan. "Misalnya melalui ekowisata, budidaya perikanan, serta pengembangan produk turunan mangrove," sambung Sigit.
Mangrove tidak hanya penting bagi lingkungan tetapi juga berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat pesisir. Program M4CR bertujuan melindungi wilayah pesisir dan memberdayakan masyarakat lokal agar mampu menjaga sekaligus memanfaatkan hutan mangrove secara berkelanjutan.
Tim Lifestyle Liputan6.com dan belasan media nasional lainnya diundang ke Medan untuk melihat sosialisasi dan proses konservasi mangrove di Sumatra Utara. Dari kunjungan ke beberapa lokasi rehabilitasi mangrove di Kabupaten Langkat dan Deli Serdang, tampak program M4CR telah memberikan manfaat nyata bagi lingkungan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat setempat.
Provinsi Sumatera Utara menjadi satu di antara empat provinsi prioritas Mangrove for Coastal Resilience dengan luas target seluas 6.078 hektare hingga 2027, meliputi 12 Kabupaten, 34 Kecamatan, dan 93 desa. Salah satunya berada di Desa Pasar Rawa, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Di sana, masyarakat bahu-membahu melakukan konservasi mangrove secara swadaya dan swakelola.
Advertisement