Pengadilan Uni Eropa: Identitas Gender Tak Perlu untuk Pembelian Tiket Kereta Api

Pengadilan tertinggi Uni Eropa memutuskan bahwa konsumen tidak perlu memberikan identitas gender saat membeli tiket kereta api di Eropa, menyusul keluhan dari asosiasi hak LGBT+ Prancis terhadap SNCF.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 13 Jan 2025, 07:00 WIB
Diterbitkan 13 Jan 2025, 07:00 WIB
Eropa Segera Tambah 13 Rute Kereta Malam, Berkeliling Benua Lebih Ramah di Kantong
Ilustrasi kereta api. (dok. Unsplash/ Chris Yang)

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan tertinggi Uni Eropa yang berbasis di Luksemburg telah membuat keputusan bersejarah yang menguntungkan hak privasi dan komunitas LGBT+ di seluruh Eropa. Keputusan tersebut menyatakan bahwa konsumen tidak lagi perlu mengungkapkan identitas gender mereka saat membeli tiket kereta api secara daring.

Mengutip dari laman Euronews, Jumat, 10 Januari 2025, hal ini menyusul keluhan dari asosiasi hak LGBT+ Prancis, Mousse, terhadap perusahaan kereta api nasional Prancis, SNCF. Keluhan ini diajukan oleh Mousse kepada otoritas perlindungan data Prancis, CNIL, dengan tuduhan bahwa proses pembelian daring SNCF Connect melanggar aturan privasi Uni Eropa.

Menurut Mousse, permintaan SNCF agar pengguna memberikan gelar seperti Tuan atau Nyonya, yang mencerminkan identitas gender, bertentangan dengan Peraturan Perlindungan Data Umum (GDPR). "GDPR mengharuskan perusahaan untuk meminimalkan pengumpulan data pribadi pelanggan, hanya mengumpulkan data yang benar-benar diperlukan," ungkapnya.

SNCF berargumen bahwa mengetahui jenis kelamin pelanggan memungkinkan mereka mempersonalisasi komunikasi dan menyesuaikan layanan, termasuk menyediakan akses ke gerbong khusus wanita di kereta malam. Namun, Mousse menilai bahwa personalisasi berdasarkan identitas gender tidak memenuhi standar GDPR untuk pengumpulan data yang minimal.

Pada tahun 2021, CNIL menolak pengaduan Mousse, menyatakan bahwa praktik tersebut tidak melanggar GDPR. Namun, Mousse tidak menyerah dan mengajukan banding atas keputusan tersebut ke French Conseil d’État, yang kemudian meminta klarifikasi dari Pengadilan Uni Eropa.

 

Terkait dengan Komunikasi Layanan

Kasus COVID-19 meningkat dengan cepat di Prancis
Seorang pria menaiki kereta bawah tanah di Paris, Prancis, Kamis (30/6/2022). (AP Photo/Michel Euler)

Pengadilan Uni Eropa kini telah memutuskan bahwa personalisasi komunikasi komersial berdasarkan identitas gender yang diasumsikan tidak mutlak diperlukan untuk menjalankan kontrak transportasi kereta api. Advokat Jenderal Maciej Szpunar sebelumnya menyatakan bahwa perusahaan kereta api dapat memilih untuk berkomunikasi menggunakan ekspresi umum dan inklusif, yang tidak terkait dengan identitas gender pelanggan.

Asosiasi Mousse menyambut baik keputusan ini dan menyatakan bahwa warga negara Eropa sekarang dapat mengajukannya ke pengadilan nasional, dan semua badan publik dan swasta terikat untuk mematuhinya. Mereka menambahkan bahwa putusan ini tidak hanya berdampak langsung tetapi juga membuka jalan bagi dampak tidak langsung yang menandai kemajuan besar bagi hak-hak LGBT+ di seluruh Uni Eropa.

Keputusan ini diharapkan dapat mempengaruhi praktik pengumpulan data oleh perusahaan di seluruh Eropa, mendorong pendekatan yang lebih inklusif dan menghormati privasi individu. Dengan demikian, langkah ini dianggap sebagai kemenangan penting bagi komunitas LGBT+ dan pendukung hak privasi di seluruh benua.

Uni Eropa Sahkan Zona Kebebasan LGBTIQ

Ilustrasi bendera Uni Eropa di kantor pusatnya di Brussels (AP Photo)
Ilustrasi bendera Uni Eropa di kantor pusatnya di Brussels (AP Photo)

Mengutip kanal Global Liputan6.com, 13 Maret 2021, Uni Eropa telah dideklarasikan dan sah menjadi area kebebasan bagi komunitas LGBT. Parlemen Eropa telah mengeluarkan resolusi pada Kamis 11 Maret 2021 yang menyatakan Uni Eropa sebagai "zona kebebasan LGBTIQ."

Langkah itu bertujuan untuk memastikan perlindungan bagi komunitas lesbian, gay, biseksual, transgender, interseks, dan queer di seluruh blok, sekaligus juga untuk menentang negara-negara anggota dengan kebijakan anti-LGBT+. "Hak LGBTIQ adalah hak asasi manusia," demikian bunyi resolusi itu. Resolusi itu disahkan dengan dukungan dari 492 anggota parlemen, sementara 141 suara menentang, dan 46 abstain. Demikian seperti mengutip DW Indonesia, Jumat, 12 Maret 2021.

Tindakan lintas partai menargetkan "meningkatnya ujaran kebencian oleh otoritas publik dan pejabat terpilih," menurut resolusi tersebut. Resolusi tersebut juga secara khusus menyebut Presiden Polandia Andrzej Duda, yang memenangkan pemilu saat itu setelah sering berbicara menentang hak-hak LGBT, dan menggambarkan anggota komunitas itu sebagai ancaman bagi keluarga.

Sorotan Kepada Mereka yang Menghalangi

20170508-Runtuhnya Bintang Uni Eropa di Tangan Banksy-AFP
Warga mengambil gambar mural seorang pria yang tengah menghancurkan salah satu dari 12 bintang kuning bendera Uni Eropa di dinding kawasan Dover, Inggris, Senin (8/5). Mural karya seniman jalanan Banksy itu berjudul 'Brexit'. (DANIEL LEAL-OLIVAS/AFP)

Hungaria juga disorot dalam resolusi tersebut karena adanya hak-hak fundamental yang "sangat dihalangi" akibat larangan de facto atas pengakuan legal gender bagi transgender dan interseks. Resolusi tersebut tak hanya berfokus pada Polandia dan Hungaria, tetapi juga mengkritik undang-undang dan praktik diskriminatif yang dituduhkan di seluruh Uni Eropa.

"Sementara orang LGBTIQ di Polandia menghadapi diskriminasi sistematis, ini juga merupakan masalah di seluruh UE, dengan sedikit atau tidak ada kemajuan yang dibuat dalam mengurangi diskriminasi dan pelecehan yang terus-menerus terjadi," masih dari resolusi tersebut.

Pemerintah Polandia menentang tindakan tersebut, dengan alasan bahwa sebagai negara berdaulat serta  masyarakat yang lebih konservatif, mereka memiliki hak untuk mempertahankan apa yang dipandangnya sebagai nilai-nilai tradisional keluarga.

Anggota Parlemen Jerman Terry Reintke, salah satu yang mendukung resolusi tersebut, memuji "mayoritas besar" yang mendukung langkah ini. "Kita akan memperjuangkan keselamatan kita. Kita akan memperjuangkan kesetaraan kita. Kita akan memperjuangkan kebebasan kita," kata anggota Partai Hijau ini lewat Twitternya.

 

Infografis Isu LGBT Berhembus di Parlemen
Infografis Isu LGBT Berhembus di Parlemen
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya