Perkara LTE, Komjak: Kejagung Harus Tahu Betul Kerugian Negara

“Jangan sampai hari ini pernyataan kerugian negaranya berbeda dengan hari esok. Ini kan membingungkan."

oleh Taufiqurrohman diperbarui 05 Apr 2014, 11:27 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2014, 11:27 WIB
Gedung Kejagung
Gedung Kejagung

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung diminta lebih mempertimbangkan semua aspek dalam penanganan perkara kasus dugaan korupsi pengadaan Life Time Extention (LTE) Gas Turbine (GT) 21 dan GT 22 PLTGU Blok 2 Belawan, terutama mengenai alat-alat bukti. Hal ini agar publik tidak menjadi bingung.

“Jangan sampai hari ini pernyataan kerugian negaranya berbeda dengan hari esok. Ini kan membingungkan. Setidaknya Kejagung sudah tahu betul apa yang dilakukan oleh tersangka, kemudian berapa kerugian negara,” kata Ketua Komisi Kejaksaan Halius Hosen melalui pesan tertulisnya yang diterima Liputan6.com, Sabtu (5/4/2014).

Halius mengatakan, Kejagung juga harus mengetahui apa peran Bahalwan dalam pengerjaan proyek ini, lantaran dalam proyek tersebut terdapat 3 perusahaan lainnya. Pengerjaan  proyek ini berawal dari Januari 2012 di mana kantor pusat Mapna Co di Iran mendapat undangan tender dari PT PLN Persero untuk pekerjaan LTE, yang bersifat khusus yaitu mengenai Gas Turbine type V.94.2.

Perusahaan yang diundang bukan perusahaan supllier yang ada di Indonesia, namun perusahaan pabrikan yang semuanya berada di luar negeri, yakni Siemens, Ansaldo, dan Mapna Co.

Dalam keikutsertaan tender, Mapna Co membentuk konsorsium dengan anak perusahaan PT Dirgantara Indonesia yaitu PT Nusantara Turbin dan Propulsi yang merupakan perusahaan milik pemerintah serta mempunyai pengalaman dengan mesin turbin pesawat terbang. Selain itu, PT NTP juga sudah berpengalaman lebih kurang 10 tahun dengan perusahaan di Iran.

“Nah, ini Bahalwan itu sebagai apa? Yang sampai kepada kita, Bahalwan itu hanya mendapat kuasa untuk mengurus surat-surat, mengurus izin tinggal tenaga kerja asing, dan menerima pembayaran dari PLN. Tidak sedikit pun dalam surat kuasa itu, Bahalwan bertanggung jawab terhadap tekhnis penyelenggaraan proyek. Itu yang  paling penting,” ujar Halius.

Sementara itu menanggapi permintaan kuasa hukum Bahalwan, Syafrie Noer agar Kejagung segera membebaskan kliennya dari tahanan sementara dan menghentikan penyidikan perkara (SP3) karena tidak cukup bukti,  menurut Halius kuasa hukum juga harus menyerahkan bukti-bukti konkret kepada Kejagung serta memberikan alasan yang jelas mengapa harus di SP3.

“Itu kita persilakan penasihat hukum untuk bersama-sama dengan Kejagung,” ucapnya. Menurut Halius, yang disorot pihaknya terhadap kasus ini adalah mengenai prosedur dari penanganan perkara.

“Seperti kalau dia sudah ditahan. Dia segera diperiksa, sehingga dia tahu persis apa kesalahannya. Kemudian kalau memang ada kerugian negara, Kejagung segera meminta BPK untuk menghitung kerugian negara,” tandas Halius.

Dalam kasus ini Kejagung sendiri sudah menahan Direktur PT Mapna Indonesia, Mohammad Bahalwan. Alasannnya Bahalwan diduga kuat akan melarikan diri, menghilangkan alat bukti, dan mengulang tindak pidana. (Rinaldo)

Baca juga:

Hindari Korupsi Pengadaan Barang Kejagung Buka Layanan Online

Tersangka Korupsi Turbin Keberatan Rumah Mewahnya Disita

Kuasa Hukum: Bahalwan Minta Kliennya Dibebaskan dan SP3

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya