Pejabat Disdik Garut Diduga Korupsi Pengadaan Buku SMP Rp 7,7 M

Namun polisi urung menahan tersangka Entik, alasannya masih menunggu hasil penghitungan negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

oleh Edward Panggabean diperbarui 11 Apr 2014, 15:04 WIB
Diterbitkan 11 Apr 2014, 15:04 WIB
Kejagung Sita Rumah Bahalwan Terkait Korupsi Turbin

Liputan6.com, Jakarta - Bareskrim Polri menetapkan Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Kabupaten Garut, Jawa Barat, Entik Karyana (EK) sebagai tersangka. Penetapan ini terkait kasus dugaan penggelembungan dana proyek pengadaan buku pendidik SMP, tahun anggaran 2010 dengan pagu anggaran Rp 7,735 miliar.

"Anggaran tersebut dibagi ke dalam 2 proyek, karena Garut itu sisi geografisnya kan luas, ada sisi utara dan sisi selatan," kata Kepala Sub Direktorat IV Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Kombes Pol Yudhiawan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (11/4/2014).

Yudhiawan menjelaskan, dalam kasus ini untuk wilayah utara, pagu anggarannya sebesar Rp 4,323 miliar. Namun, nilai kontrak yang dimenangkan PT MP -- selaku pihak yang memproduksi buku -- sebesar Rp 3,825 miliar.

"Kemudian untuk wilayah selatan dengan pagu anggaran Rp 3,413 miliar dengan nilai kontraknya Rp 3,140 miliar dengan pemenang CV TCP," ujar Yudhiawan.

Menurut Yudhiawan, saat kasus ini bergulir, Entik menjabat sebagai Kuasa Penguna Anggaran dan Pejabat Pembuat Komitmen. Jadi sekitar hampir 2 tahun, buku-buku itu ada di dalam gudang dan tidak lagi memenuhi asas manfaat.

"Kemudian untuk saksi yang sudah kita periksa ada 50 saksi. Ini semuanya mulai dari Pemda, panitia pengadaan, KPA (Kuasa Pengguna Anggaran), PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), penyedia barang, dan Kepsek SMP wilayah selatan dan utara," ungkap Yudhiawan.

Atas dugaan perbuatan ini, lanjut Yudhiawan, kerugian negara ditaksir mencapai Rp 2 miliar. Uang itu berasal dari anggaran proyek pengadaan Buku Pengayaan, Buku Referensi, dan Buku Panduan Pendidik SMP di Garut, yang berasal dari Dana Alokasi Khusus SMP tahun ajaran 2010.

Modus operandinya secara detail panitia tidak membuat Harga Perkiraan Sendiri (HPS) secara detail dan hanya mengurangi 1% saja dari nilai pagu. "Kemudian bahwa pekerjaan itu disubkontrakan kepada pihak lain, pihak pemenang mendapat fee sebesar 2% dari nilai kontrak," pungkas Yudhiawan.

Akibat perbuatannya, Entik disangka dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Namun polisi urung menahan tersangka, alasannya masih menunggu hasil penghitungan negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

(Shinta Sinaga)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya