Firasat Miranda Goeltom: Masuk RS Lebih Tenang daripada Penjara

Miranda Swaray Goeltom sudah memprediksi pemberian FPJP kepada Bank Century tahun 2008 lalu bakal bermasalah.

oleh Sugeng Triono diperbarui 09 Mei 2014, 09:49 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2014, 09:49 WIB
Mantan Deputi Senior Gubernur BI, Miranda S. Goeltom memberi keterangan terkait kasus Bank Century kepada Pansus di Gedung DPR/MPR RI. (ANTARA)

Liputan6.com, Jakarta Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGSBI) Miranda Swaray Goeltom sudah memprediksi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century tahun 2008 lalu bakal bermasalah pada masa mendatang.

Ketakutan Miranda ini terungkap saat Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutar rekaman rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang dilakukan pada 13 November 2008.

Pada rapat yang dilakukan sehari sebelum pemberian FPJP kepada Bank Century dan dipimpin Gubernur Bank Indonesia Boediono kala itu, kegelisahan Miranda mengenai likuiditas bank ini terdengar sangat jelas.

"Kita ini akan melakukan apa yang tidak bisa lakukan. Business is business, terserah jalani saja. Tapi harus terima konsekuensinya," tutur Miranda dalam rekaman rapat yang diputar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (9/5/2014).

Ketakutan Miranda mengikuti rapat tersebut juga terungkap dalam rekaman itu. Guru Besar Universitas Indonesia yang kini sudah menjadi terpidana pada kasus cek pelawat tersebut mengaku tidak ingin terlibat jika upaya penyehatan Bank Century ini menjadi menyalahi aturan.

"Saya bisa saja tidak ikut-ikut rapat. Sebulan saya pura-pura sakit. Setiap rapat saya sakit. Masuk rumah sakit lebih tenang daripada masuk penjara," kata Miranda.

Usai memutar rekaman itu, Jaksa langsung menanyakan kepada Boediono yang dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Budi Mulya mengenai suara sosok perempuan yang ada dalam rekaman itu.

"Saudara saksi, siapa sosok yang tadi suaranya kita dengar?" tanya jaksa kepada Boediono.

"Itu Ibu Miranda Goeltom," jawab Boedino yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden.

Sebelumnya, mantan Menteri Keuangan yang sekaligus menjabat sebagai Ketua KSSK Sri Mulyani mengaku tidak pernah dilapori BI soal penggelontoran FPJP tersebut, dalam rapat konsultasi tanggal 13 November 2008 atau sehari sebelum penggelontoran FPJP. "FPJP itu domain BI," kata Sri Mulyani.

Selain itu, dia juga mengaku tak tahu bahwa BI sampai mengubah peraturan mereka (PBI) agar Bank Century memenuhi syarat menerima FPJP tersebut dan siapa pejabat yang paling bertanggung jawab atas kebijakan itu. "Saya tidak tahu karena BI punya aturan sendiri," ujarnya.

Berdasarkan PBI nomor 10/26/PBI/2008, sebuah bank bisa menerima FPJP jika memiliki rasio kecukupan modal minimal 8 persen. Sedangkan, Bank Century hanya memiliki CAR sebesar 2,35 persen per 30 September 2008.

Dewan Gubernur BI kemudian mengubah PBI itu pada 14 November 2008 menjadi nomor 10/30/PBI/2008. Salah satunya mengatur CAR sebuah bank bisa mendapatkan FPJP adalah bank dengan angka CAR positif.

"Pada 13 November 2008, tidak pernah dijelaskan atau pun diinformasikan oleh BI bahwa BI akan memberikan FPJP kepada Bank Century guna mengatasi permasalahan likuiditas bank. Adapun upaya BI terhadap permasalahan Bank Century adalah meminta pemenuhan komitmen para PSP (pemegang saham pengendali) dalam LOC tanggal 15 Oktober 2008," jelas Sri Mulyani. (Sss)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya