Putusan Praperadilan Budi Gunawan Diketok Senin Depan

Hakim tunggal Sarpin Rizaldi bakal memutus gugatan praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan melawan KPK pada Senin 16 Februari mendatang.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 14 Feb 2015, 06:36 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2015, 06:36 WIB
Suasana Sidang Lanjutan Praperadilan Budi Gunawan
Sidang lanjutan praperadilan Budi Gunawan tersebut dipimpin Hakim Sarpin Rijaldi dengan agenda pembacaan permohonan terhadap KPK di PN Jakarta Selatan, Senin (9/2/2015). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan telah selesai memeriksa perkara gugatan praperadilan Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan atau BG melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedua belah pihak pun telah diberi waktu untuk membuktikan dalil-dalilnya.

"Sidang dengan agenda pemeriksaan ditutup. Untuk putusan sidang ditunda sampai hari Senin 16 Februari 2015 pukul 09.00 WIB. Toleransi waktu bagi masing-masing pihak 1 jam," kata hakim tunggal Sarpin Rizaldi menutup sidang di PN Jaksel, Jumat (13/2/2015) malam.

Baik pemohon maupun termohon optimistis dalil-dalil mereka diterima. Kuasa hukum pemohon, Maqdir Ismail, yakin penetapan tersangka terhadap BG tidak sah karena termohon tidak menghadirkan bukti laporan hasil analisis (LHA) dari Pusat Pelaporan dan Analasis Transaksi Keuangan (PPATK) yang digunakan untuk menyelidiki kasus dugaan gratifikasi Komjen Pol Budi Gunawan.

"Kami masih yakin bahwa data-data dari permohonan kami semakin dikukuhkan dan beralasan. Apalagi KPK tidak mau menunjukkan bukti LHA. Karena LHA ini bukti permulaan," kata Maqdir.

Sedangkan kuasa hukum termohon yang juga Kabiro Hukum KPK Chatarina Muliana Girsang meyakini, hakim Sarpin bakal menerima dalil-dalil pihaknya dan menerima eksepsi termohon dengan menolak permohonan Komjen BG.

"Kita berdoa semoga putusannya yang terbaik," ujar Chatarina.

Pihak KPK selain menghadirkan saksi fakta dan ahli juga menyerahkan bukti-bukti sebanyak 22 dokumen. Di antaranya Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) untuk tersangka BG yang dikeluarkan 12 Januari 2015 dan satu rekaman suara Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara PPATK dengan Komisi III DPR 28 Januari 2015.

"Dalam rekaman tersebut disebut bahwa LHA yang diberikan PPATK ke KPK dan Polri berbeda. KPK dianggap menggunakan LHA tahun 2003-2009 untuk BG. Padahal KPK menggunakan LHA khusus untuk perkara Pak BG. Jadi berbeda dengan LHA-nya Polri," papar Chatarina.

Ia menambahkan, pihaknya juga menjadikan keterangan pakar hukum Romli Atmasasmita selaku ahli dari pemohon pada sidang, Rabu 11 Februari yang menyebut, dalam keadaan khusus KPK memiliki diskresi untuk mengambil kebijakan dengan tidak harus secara kolektif ditentukan oleh 5 pimpinan.

Sementara dalam dalilnya, pemohon menyebut penetapan tersangka terhadap Komjen BG tidak sah. Karena jumlah pimpinan KPK saat itu hanya 4 orang lantaran Busyro Muqoddas telah pensiun Desember 2014. Pemohon berpegangan pada Pasal 21 ayat (5) UU KPK yang mengatur pimpinan KPK bekerja secara kolektif dengan 5 orang pimpinan.

Dalam sidang yang digelar dengan agenda pembuktian oleh termohon, KPK menghadirkan 7 saksi yang terdiri dari 4 ahli dan 3 saksi fakta. 4 Ahli tersebut adalah pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar, ahli filsafat hukum Bernard Arif Sidharta, ahli pidana Junaedi, dan ahli mantan jaksa Adnan Paslyadja.

Sedangkan saksi fakta dalam sidang praperadilan tersebut adalah Kasatgas Koordinasi Supervisi KPK tahun 2014 Anhar Darwis, Pegawai KPK yang mencatat register penyidikan Dimas Adiputra, dan Pegawai KPK yang mencatat register penyelidikan Wahyu Dwi Raharjo. (Ans)


Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya