Liputan6.com, Jakarta - Di sebuah wihara, bibir seorang kakek bergerak-gerak melantunkan doa. Lantunan mantra dipanjatkannya kepada Sang Buddha pada hari raya Trisuci Waisak ini.
Meski tengah hari raya, Vihara Dharma Bhakti, Jakarta, ‎tempat sang kakek berusia 68 tahun itu berdoa tidaklah ramai. Suasana tenang, sedikit terusik dengan knalpot kendaraan bermotor yang melintas. Maklum, vihara atau wihara ini berada di dalam gang.
Hadi Haryono‎ nama kakek itu. Menurut dia, hari raya umat Buddha ini memang tak pernah dirayakan meriah di Ibukota.
"Hari Waisak sama seperti hari-hari biasa saja. Ramainya di Borobudur, ada ritual dan semacamnya. Di sini tidak ramai‎ dari tahun dulu sampai sekarang," kata dia kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (2/6/2015).
Hadi mengatakan, tidak ada sesajen khusus yang harus dibawa saat perayaan Waisak. Ia menuturkan, barulah saat sembahyang Cap Go Meh umat perlu membawa buah-buahan pada dewa.
Saat Waisak, sambung dia, umat hanya perlu datang dengan hati bersih dan sembahyang pada Buddha.
"Waisak ini kan memperingati kelahiran, Pangeran Siddharta Gautama menjadi Buddha, dan kematian Buddha‎," tutur Hadi.
Berharap Ahok Datang
‎Dalam perayaan Waisak ini, Hadi berharap wihara yang tiga bulan lalu kebakaran itu bisa segera direnovasi. Setidaknya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bisa mendatangi wihara tersebut.
"Ini kan wihara umurnya 365 tahun. Coba pemerintah itu bantu perbaiki. Dari Ahok dan wakilnya juga belum pernah ke mari. Kita maunya mereka datang, lihat, dan bantu," imbuh Hadi.
Saat puncak Tri Suci Waisak, umat Buddha bersama para biksu bakal melakukan prosesi jalan kaki dengan membawa api dharma dan air berkah dari Candi Mendut melewati Candi Pawon, hingga Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. (Ndy/Ans)