BNPB: Kebakaran Hutan Sering Terjadi karena Hukum Lemah

Berdasarkan penelitian CIFOR, sebut Sutopo, pembukaan lahan dengan membakar telah lama digunakan oleh peladang dalam rangka penyiapan lahan.

oleh M Syukur diperbarui 02 Sep 2015, 03:23 WIB
Diterbitkan 02 Sep 2015, 03:23 WIB
Tim Satgas Karhutla: Kebakaran Hutan dan Lahan di Riau Disengaja
Setiap tahun kabut asap dampak dari kebakaran hutan menyelimuti kawasan Riau dan sekitarnya.

Liputan6.com, Pekanbaru - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang sering terjadi di Sumatera dan Kalimantan karena lemahnya penegakan hukum. Hal itu juga disebabkan kebiasaan masyarakat yang ingin biaya murah sewaktu membuka kebun dengan cara membakar lahan.

"Lemahnya penegakan hukum menyebabkan kebakaran selalu berulang," tegas Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, Selasa (1/9/2015).

Berdasarkan penelitian CIFOR, sebut Sutopo, pembukaan lahan dengan membakar telah lama digunakan oleh peladang dalam rangka penyiapan lahan.

"Hal tersebut dilakukan karena mereka mengharapkan lahannya bersih, mudah dikerjakan, bebas hama dan penyakit serta mendapatkan abu hasil pembakaran yang kaya mineral," ungkap dia.

Menurut Sutopo, hal ini tidak hanya dilakukan masyarakat. Korporasi atau perusahaan perkebunan dan hutan tanaman industri maupun non hutan seperti sagu, juga meniru cara demikian.

"Akibatnya, kebakaran hutan dan lahan selalu berulang setiap tahun. Hal ini juga sudah menjadi tradisi tahunan saat musim kemarau. Jutaan jiwa masyarakat terkena dampak dan kerugian ekonomi yang ditimbulkan mencapai trilunan rupiah," sebut dia.

Sutopo menerangkan, berbagai upaya telah dilakukan untuk memadamkan api, baik di darat maupun di udara. Saat ini, tindakan hanya berfokus pada memadamkan kebakaran.

Menurut Sutopo, agar peristiwa yang sama tak terulang tiap tahun, pemerintah pusat dan daerah perlu mengadopsi lebih banyak stategi preventif yang mengatasi akar masalah kebakaran hutan dan lahan.

Pada Selasa kemarin, titik api di Sumatera dan Kalimantan tidak ada matinya. Pantauan Satelit Modis dari NASA mendeteksi 198 hotspot di Pulau Sumatera.

Jumlah tersebut tersebar di Jambi 59, Lampung 3, Sumatera Barat 7, Sumatera Selatan 46, Riau 82, dan Sumatera Utara 1. Sedangkan di Kalimantan ada 591 hotspot yaitu Kalimantan Barat 74, Kalimantan Selatan 30, Kalimantan Tengah 313, Kaliman Timur 138, dan Kalimantan Utara 36.
 
Akibat kebakaran hutan dan lahan, asap masih mengepung banyak daerah. Di Pekanbaru saja, jarak pandang hanya 1 kilometer, Rengat 1 kilometer dan Pelalawan 2 kilometer.

"Sementara di Jambi, jarak pandang 400 meter, dan Pontianak 200 meter," pungkas Sutopo. (Ron/Ado)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya