PLTN, Energi Alternatif yang Lebih Bersahabat

Energi nuklir dapat menjadi bahan pembangkit listrik dan merupakan alternatif bahan bakar yang dapat memperbaiki lingkungan.

oleh Liputan6 pada 29 Sep 2015, 02:12 WIB
Diperbarui 15 Jan 2017, 09:36 WIB
PLTN, Energi Alternatif yang Lebih Bersahabat
Energi nuklir dapat menjadi bahan pembangkit listrik dan merupakan alternatif bahan bakar yang dapat memperbaiki lingkungan.

Liputan6.com, Jakarta Selama ini sumber energi pembangkit tenaga listrik di Indonesia berasal dari bahan bakar fosil yakni minyak bumi, gas, dan batubara. Proses pembangkit listrik konvensional tersebut memiliki efek samping yang kurang bersahabat dengan lingkungan karena menghasilkan gas karbondioksida dan dapat menyebabkan pemanasan global.

Kepala Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir (PTBGN) BATAN Agus Sumaryanto mengatakan, energi nuklir dapat menjadi bahan pembangkit listrik dan merupakan alternatif bahan bakar yang dapat memperbaiki lingkungan. Untuk memperkenalkan reaktor nuklir yang dapat menghasilkan listrik kepada masyarakat, BATAN rencananya akan membangun Reaktor Daya Eksperimental (RDE).

RDE ini pun digadang-gadang akan menjadi pilot plant untuk pembangunan PLTN berskala kecil atau sedang di berbagai daerah di Indonesia, terutama di bagian timur Indonesia.

“RDE yang akan dibangun oleh BATAN merupakan generasi keempat sehingga memiliki tingkat keselamatan yang jauh lebih tinggi daripada generasi sebelumnya,” jelas Agus, ditemui, Jumat (25/9).

Agus menjelaskan bahwa uranium yang akan digunakan sebagai bahan utama bukan berupa plat sehingga tidak akan meleleh seperti yang terjadi di Fukushima Jepang. Negara seperti Jerman, Rusia, Cina, Amerika Serikat, dan Afrika Selatan sudah melakukan uji coba HTGR ini.

"RDE yang dibangun BATAN adalah tipe High Temperature Gas Cooled Reactor (HTGR) sehingga apa yang terjadi pada Jepang tersebut tidak akan terjadi di Indonesia," jelas Agus.

"Nuklir itu lebih selamat, karena selalu dikontrol oleh semua orang. Sehingga jalannya PLTN ini akan benar-benar terus diawasi, baik secara nasional maupun international," tambah Agus.

RDE ini akan dibangun pada mulai  tahun 2015 hingga 2019, akan tetapi pembangunan tersebut masih harus menunggu keputusan dari Presiden RI Joko Widodo.

BATAN Kuasai Teknologi Eksplorasi Mandiri Sejak 1975

Bicara mengenai eksplorasi, Agus mengatakan, BATAN telah menguasai teknologi eksplorasi, penambangan dan pengolahan uranium. Untuk teknologi eksplorasi, BATAN sudah mulai mengerjakannya sejak tahun 1968 dan mulai menggandeng negara luar seperti Jerman, Prancis, dan Jepang untuk bekerja sama pada tahun 1973.

Lebih lanjut Agus menjelaskan BATAN juga sudah menguasai teknologi eksplorasi mandiri sejak tahun 1975 dan telah dilakukan di Kalimantan Barat, Sumatera, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, dan Papua.

Saat ini, lokasi yang memungkinkan untuk dilakukan eksplorasi, penambangan dan pengolahan uranum berada di Kalan, Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat. BATAN mulai fokus membangun penambangan dan pengolahan dalam skala pilot sejak tahun 1981, dan telah menguasai teknologi tersebut pada tahun 1994.

Untuk pengeboran sendiri saat ini masih dilakukan yaitu di Kalimantan Barat, daerah yang memiliki potensi uranium terbesar di Indonesia yaitu 26 ribu ton. Kemudian di Mamuju Sulawesi Barat, pengeboran juga masih sedang dilakukan, namun belum diketahui lebih detail memiliki berapa potensi uranium.

BATAN Mengolah Logam Tanah Jarang

Agus juga menerangkan BATAN telah mampu mengolah mineral radioaktif monasit. Monasit merupakan sumber utama Logam Tanah Jarang (LTJ). Pada monasit selain terkandung logam tanah jarang juga mengandung uranium dan thorium, dan teknologi. BATAN telah mampu memisahkan semuanya. LTJ bukanlah radio aktif akan tetapi  karena berasal dari monasit yang merupakan salah satu mineral radioaktif, maka saat ini pengelolaannya menjadi tanggung
jawab BATAN.

Di luar negeri, logam tanah jarang sangat diminati. Di Jepang, LTJ digunakan sebagai magnet dalam industri elektronik dan mesin. Kereta cepat Maglev di Jepang pun menggunakan LTJ. Berkaca dari negara lain, kata Agus, negara maju sudah lebih dulu melihat, bahwa energi tidak lagi hanya dihasilkan oleh listrik, minyak, batu bara, uranium, thorium, dan angin, melainkan logam tanah jarang sebagai energi strategis.

Sejak tahun 2012, Cina telah menghentikan ekspor LTJ yang dimilikinya karena akan digunakan sendiri. Oleh karena itu, BATAN tengah bergegas untuk membuat LTJ ini bukan saja sekadar dan sebatas penelitian yang berhenti di litbang lalu menjadi jurnal nasional, namun benar-benar dapat diaplikasikan pemanfaatannya.

Agus mengatakan, Dewan Energi Nasional (DEN) juga mengusulkan dan menginginkan LTJ ini menjadi cadangan energi strategis pertahanan nasional. Saat ini, BATAN hanya mendapatkan anggaran dari APBN sebesar 0,08 persen atau sekitar 800 miliar. Keterbatasan dana ini membuat eksplorasi dalam satu tahun hanya bisa dilakukan untuk daerah Kalan di Kalimantan Barat dan Mamuju di Sulawesi Barat.

(Adv/GR)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya