Kontras: Kapolri Harus Buat Batasan Jelas soal Hate Speech

Surat edaran itu dianggap tidak memberi batasan yang jelas atas setiap kategori ujaran kebencian itu.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 10 Nov 2015, 18:45 WIB
Diterbitkan 10 Nov 2015, 18:45 WIB
20151105-Kapolri Silaturahmi dengan Pimred- Badrodin Haiti-Jakarta- JohanTallo
Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti menghadiri Silaturahmi dengan Pimred Media di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (5/11/2015). Silaturahmi membahas surat edaran ujaran kebencian (hate speech) dan pengamanan jelang Pilkada serentak. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Surat Edaran Kapolri terkait ujaran kebencian masih menjadi sorotan. Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti dinilai harus menyempurnakan surat edaran dengan mencantumkan batasan yang jelas.

Putri Kanesia dari Kontras mengatakan, surat edaran ini sejatinya digunakan untuk melindungi masyarakat dari tindakan kekerasan yang diakibatkan oleh ujaran kebencian, termasuk diskriminasi rasial. Akan tetapi, surat edaran itu tidak memberi batasan yang jelas atas setiap kategori ujaran kebencian itu.

"Bagaimana batasan hate speech yang sayangnya tidak ada padahal itu penting. Niatnya apa? Apakah memberantas satu kelompok tertentu, atau apa? Isi pesannya jenis kerugiannya apa, dampaknya seperti apa?" kata Putri di Kantor Kontras, Jalan Kramat II, Senen, Jakarta Pusat, Selasa (10/11/2015).

Menurut Putri, hal semacam ini tidak ada dalam surat edaran yang dikeluarkan Jenderal Badrodin Haiti. Padahal, petugas kepolisian di tingkat daerah sangat membutuhkan batasan yang jelas agar tidak terjadi salah tindakan.

"Profil pelaku juga tidak main-main, misalnya saya yang bicara, 'aliran ini tidak boleh karena sesat dan dibunuh'. Efeknya jelas beda dengan yang berbicara pejabat. Ada follower yang bisa menerjemahkan ada tindakan kekerasan lebih lanjut," imbuh Putri.

Bila batasan itu tidak segera dicantumkan, hate speech akan hanya berefek seperti penggunaan Undang-Undang ITE dan pencemaran nama baik. Itu pun sangat menyulitkan petugas khususnya di daerah.

"Aturan ini jangan sampai hanya menyasar meme yang mengeluarkan pendapat. Padahal harusnya bagaimana negara memproteksi kelompok dari kekerasan tertentu. Kalau seperti ini yang terjadi justru pembungkaman kebebasan berekspresi," ujar Putri. (Nil/Ans)*

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya