Terungkap, Ada Proses Penyabunan di Jenazah Bocah Angeline

Ahli forensik mengungkap jejak rentetan kekerasan yang dialami bocah Angeline sepanjang hidupnya.

oleh Yudha Maruta diperbarui 07 Jan 2016, 11:10 WIB
Diterbitkan 07 Jan 2016, 11:10 WIB
Psikolog: Kasus Angeline Karena Lemahnya Kontrol Sosial
Pemulangan jenazah Angeline untuk dimakamkan di kampung halaman orangtuanya di Banyuwangi, Jawa Timur, ditunda.

Liputan6.com, Denpasar - Kesaksian 2 dokter ahli forensik RSUP Sanglah mengungkap penderitaan yang dialami bocah Angeline sepanjang hidupnya bersama ibu angkatnya, Margriet Megawe. Pengadilan Negeri Denpasar mengundang dr Dudut Rustiyadi dan dr Ida Bagus Putu Alit untuk menjadi saksi dengan terdakwa ibu angkat bocah cantik itu.

Di depan persidangan, Dudut Rustiyadi menjelaskan kepada majelis hakim yang diketuai Edward Harris Sinaga bahwa ada proses penyabunan pada jenazah Angeline. Proses ini akan mempercepat pembusukan dibandingkan dengan dikubur di dalam tanah kering.

"Kalau dari proses pembusukan tadi kami perkirakan 3 sampai 4 minggu. Kalau 10 Juni (ditemukan) berarti sekitar 4 Mei (meninggal). Proses penyabunan perlu waktu. Ada penyabunan sekitar 3 minggu," ujar Dudut di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, Kamis (7/1/2016).

Dudut juga mengatakan akibat proses penyabunan itu jadi sulit memeriksa jasad Angeline. Namun, tindak kekerasan yang dialami bocah itu semasa hidupnya tetap terlihat jelas.

 

Ahli forensik ungkap kekerasan yang dialami Angeline semasa hidupnya

 


"Pada jenazah ini memang tidak banyak yang bisa dijelaskan karena pembusukan. Tetapi jika ada kekerasan semasa hidupnya akan terlihat," kata Dudut.

Beberapa jejak luka yang diidentifikasi oleh Dudut, di antaranya ada kekerasan pada bagian kepala Angeline.

"Masih ditemukan luka memar pada bagian luar dan dalam. Sisa jaringan otak juga ada memar. Di pelipis kiri juga ditemukan. Pada otak yang tidak terjadi memar dan perdarahan akan berwarna abu-abu kehijauan, jika ada akan berwarna kemerahan, setelah diperiksa ternyata di kepala banyak luka memar," ujar Dudut.

Ahli forensik itu memastikan kematian bocah kelas 2 SD tersebut bukan akibat lilitan tali di leher, seperti saat jenazah ditemukan.

"Untuk lilitan di leher hanya berpengaruh pada kulit saja. Setelah dilakukan pembedahan tidak menyebabkan kematian. Hanya ditemukan memar di kulit, sedangkan di otot tidak ditemukan," ujar Dudut kepada hakim.**

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya