Cahaya Fajar Ahok di Kasus Sumber Waras

Keterangan Direktur RS Sumber Waras Abraham banyak memuat fakta berbeda dari audit BPK. Ini membawa titik terang kasus tersebut.

oleh Ahmad Romadoni TaufiqurrohmanAndreas Gerry TuwoNanda Perdana PutraDelvira Hutabarat diperbarui 18 Apr 2016, 00:07 WIB
Diterbitkan 18 Apr 2016, 00:07 WIB
ahok
Pengamat menilai mundurnya Ahok dari Partai Gerindra akan menyulitkan komunikasi PDIP-Gerindra. (Liputan6.com/ Faisal R Syam)

Liputan6.com, Jakarta - Perseteruan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok masih terjadi. Hal ini menyusul audit investigatif BPK terkait pembelian lahan RS Sumber Waras, Jakarta, seluas 4,6 hektare.

Dalam hasil audit, BPK menilai ada ketidaksesuaian prosedur dalam proses pembelian lahan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW). Pemprov DKI dianggap membeli dengan harga lebih tinggi dari seharusnya hingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 191 miliar.

Dana pembelian diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan DKI 2014.

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Aziz mengungkap kejanggalan dalam kasus ini. Kejanggalan yang dimaksud ialah transaksi transfer tunai sebesar Rp 755,69 miliar dari Pemprov DKI ke rekening Yayasan Rumah Sakit Sumber Waras.

Dari audit investigasi, pembayaran RS Sumber Waras dilakukan pada 31 Desember 2014. Usai tutup buku 25 Desember 2014.

"Kenapa tidak dibayar sebelum tutup buku 25 Desember. 31 Desember kan sudah tutup buku, sudah closed. Kenapa dipaksakan?," tanya Harry dalam diskusi Pro Kontra Audit RS Sumber Waras di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 16 April 2016.

Dirjen Pajak, Ken Dwijugiasteadi (kiri) memberikan keterangan terkait pemanggilan Ketua BPK RI, Harry Azhar Azis, Jakarta, Jumat (15/4/2016). Harry dipanggil untuk melakukan klarifikasi SPT SPT Tahunan PPh. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Tak hanya itu, Harry juga mengungkapkan pembayaran pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras dilakukan di luar jam operasional bank. Yakni sekitar pukul 19.00 WIB.

"Ada bukti transfer, ada bukti cek tunai. Ini ada apa-apa ini? Ada detiknya 49 sekian detik, tidak mungkin bank buka. Ini seperti dipaksakan. Siapa yang memaksa?" tanya dia lagi.

Kepala Biro Humas dan KSI BPK Raden Yudi Ramdan Budiman‎ juga menambahkan, dalam pembayaran lahan untuk RS Sumber waras tersebut memang dilakukan secara tunai. Namun bukan dalam bentuk lembaran uang.

"Jadi pembayarannya itu melalui cek tunai, melalui cek tunai dipindahkan ke rekening yang bersangkutan yakni Yayasan Rumah Sakit Sumber Waras itu. Bukan dengan uang gepokan tunai," kata Yudi saat berbincang dengan Liputan6.com di Kantor BPK, Jakarta, Jumat 15 April 2016.

Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (Istimewa)

Yudi menyatakan setiap transaksi yang jumlahnya sangat besar memang lazim dilakukan menggunakan cek tunai. Hal itu sama seperti transaksi dengan menggunakan uang tunai.

‎"Kan ada batasnya menggunakan cek tunai besarannya. Jadi yang dimaksud bukan rekening giro tapi ada tarik dulu dari melalui cek tunai baru ditransfer ke rekening pihak ketiga. Jadi mekanismenya disebut pembayaran tunai, mekanisme melalui cek tunai‎," tutur dia.

Terkait hal itu, Ahok mengaku tak tahu secara detail terkait tehnis pembayaran. Dirinya juga tidak pernah memerintahkan hal tersebut kepada Suku Dinas Kesehatan.

"Saya nggak tahu, teknis saya nggak tahu. Tapi kalau iya juga nggak salah juga. Saya enggak perintah. Perintah apa pun juga urusannya apa? Masa saya harus ngurusin teknis bayar-bayar, gila apa?," ujar Ahok di Balai Kota DKI, Jakarta, Jumat 15 April 2016.

Patahkan Data BPK

Direktur Rumah Sakit Sumber Waras Abraham Tejanegara mengungkapkan sejumlah fakta terkait pembelian lahan rumah sakit. Data itu disebutkan bertentangan dengan apa yang disampaikan BPK. 

Seperti letak lokasi RS Sumber Waras. Berdasarkan sertifikat, tanah yang dimiliki yayasan itu berada di Jalan Kyai Tapa. Data tersebut bertentangan dengan audit BPK yang menyebutnya berada di Jalan Tomang Utara.

"Sertifikat atas nama Yayasan Kesehatan Sumber Waras yang berkedudukan di Jakarta. Luasnya 36.410 m2, statusnya hak guna bangunan. Alamatnya di Jalan Kyai Tapa. Enggak ada alamat lain," kata Abraham di Ruang Pertemuan RS Sumber Waras, Jl Kyai Tapa, Jakarta Barat, Sabtu 16 April 2016.

Dalam hasil audit, BPK yang mengacu pembelian lahan RS Sumber di Jalan Tomang Utara menyatakan, nilai jual objek pajak (NJOP) itu senilai Rp 7 juta per meter persegi. Namun pihak RS Sumber Waras mematok NJOP dengan harga Rp 20,755 juta. Ini megacu pada alamat yang terletak di Jalan Kyai Tapa yang menganut pada PBB tahun 2014.

"Tanggal 17 Desember 2014 terjadi penandatanganan akte pelepasan hak dari RS Sumber Waras ke Pemprov DKI," ujar Abraham.

"Dalam berita penjualan tersebut, harga tanah yang kita tawarkan waktu itu pertama harga sesuai NJOP, kedua, bangunan Rp 25 miliar. Di situ terjadi negosiasi harga. Bangunan akhirnya tidak dibayar. NJOP-nya adalah waktu menganut pada PBB 2014," jelas Abraham.

Direktur Utama Rumah Sakit Sumber Waras Abraham Tejanegara

Kerugian negara dianggap timbul karena harga beli dari Pemprov DKI lebih tinggi dari harga yang sebelumnya ditawarkan PT Ciputra Karya Utama. Ahok sebelumnya menyatakan bahwa Ciputra menggunakan NJOP 2013 sedangkan Pemprov menggunakan NJOP 2014.

Abraham mengakui mulanya lahan rumah sakit itu akan dilepas kepada PT Ciputra Karya Utama (CKU). Namun itu urung dilakukan pada 2013 lantaran di tengah perjanjian terkait urus izin pembuatan wisma susun, muncul kabar yang menyebut Plt Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ahok berniat membelinya.

Alhasil, pihak RS Sumber Waras bertemu dengan Ahok. Dalam pertemuan itu, Ahok mengatakan ingin membeli RS Sumber Waras untuk mendirikan rumah sakit khusus kanker.

Mantan Bupati Belitung Timur itu memastikan kepada pihak RS Sumber Waras, jika menjual tanahnya untuk mendirikan apartemen atau selain rumah sakit, Pemprov DKI tak akan mengeluarkan izin.

Setelah itu, Abraham mengaku, pihaknya bertemu PT CKU untuk membatalkan penjualan lahan RS Sumber Waras. CKU pun menerima hal tersebut. "Setelah pertemuan dengan Ahok, kami pikir kita menyetujuinya," ucap Abraham.

Dia menegaskan harga penjualan yang ditetapkan kepada Pemprov DKI sesuai NJOP 2014. "Kalau dibilang merugikan negara, apa yang kami rugikan. Tanah itu dijual sesuai NJOP," ucap Abraham.

Sinar Fajar Ahok

Keterangan Direktur RS Sumber Waras Abraham Tejanegara itu membawa angin segar bagi Ahok. Sebab stigma audit BPK yang selama ini tidak bisa dievaluasi siapa pun, akan mulai tergeser.

Ahok menegaskan, bagi pihak manapun yang belum terpuaskan dengan audit BPK tetap memiliki jalur pengaduan. Jalur yang bisa ditempuh bukan gugatan pengadilan, tapi Dewan Kehormatan BPK.

Dia juga enggan membahas lebih dalam perseteruannya dengan BPK terkait pembelian RS Sumber Waras. Namun begitu, dia meyakini proses hukum yang tengah berjalan di KPK akan berakhir dengan kebenaran.

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. (Facebook Ahok)

"Film ini masih panjang. Jagoan yang menang itu masih di ujung film bos, tunggu aja," ujar Ahok di Kantor BPJS Ketenagakerjaan, Jakarta, Minggu (17/4/2016).

Ahok meyakini kasus Sumber Waras lambat laun akan menemui titik terang. Kegelapan yang menyelimutinya, sedikit demi sedikit akan tersaput hilang oleh cahaya fajar kebenaran. 

"Kemarin kan saya cerita, kamu kalau bangun pagi-pagi, pernah lihat cahaya fajar kan? Yang makin lama tambah terang sampai tengah hari. Itulah jalan, kalau saya benar, tetap akan terus terang. Kamu enggak bisa tahan. Enggak ada kegelapan yang bisa menahan cahaya fajar. Dia akan terus tambah terang," ujar Ahok.

Namun begitu, bola panas itu kini tengah menggelinding ke kantor KPK Jakarta. Tim penyidik lembaga antirasuah itu masih terus bekerja menyelidiki laporan BPK atas dugaan kerugian negara dalam kasus tersebut. Siapa yang terkuat antara BPK dengan Ahok, tunggu saja hasil akhir penyelidikan dari KPK.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya