Liputan6.com, Jakarta - Kepala Bidang SMA Dinas Pendidikan DKI Jakarta ‎Fathurin Zen mengaku sangat menyayangkan insiden bullying yang dilakukan oleh sejumlah siswi SMAN 3 Setiabudi, Jakarta Selatan. Melihat aksi mereka yang tersebar di video, para pelajar tersebut dianggap layak mendapatkan sanksi berat.
Kewenangan menjatuhkan sanksi kepada para pelaku bullying diserahkan sepenuhnya ke pihak sekolah. Kasus bullying atau intimidasi oleh kakak kelas kepada junior ini rencananya akan dibahas dalam rapat kelulusan dewan guru SMAN 3 Jakarta hari ini‎, Rabu (4/5/2016).
‎"Ada rapat kelulusan oleh dewan guru," ujar Fathurin di Jakarta, Selasa malam 3 Mei 2016.
Menurut Fathurin, melihat para pelaku bullying duduk di kelas XII dan telah mengikuti Ujian Nasional (UN), kelulusan mereka pun bisa saja terancam. Keputusan itu berangkat dari penilaian terhadap perilaku kolektif oknum pelajar tersebut sejak duduk di bangku SMA.
Baca Juga
"Terhadap kasus yang terjadi, dilihat kronologis dari kelas I, II, III bagaimana perilaku mereka. Itu jadi syarat kelulusan atau tidak diluluskan. Ketika dalam rapat dewan guru para pelaku diputuskan tidak lulus, ya tidak lulus," tutur dia.
Dia menjelaskan, sanksi yang diberikan untuk para pelajar yang melanggar pun beragam. Apabila oknum pelajar yang ada di dalam video bullying tersebut hanya ikut-ikutan dan tidak melakukan kekerasan fisik, bisa saja hanya diberikan teguran keras.
"Tapi kalau sudah keterlaluan kayak kekerasan fisik dan kriminal, bisa dikeluarkan atau tidak diluluskan," tegas Fathurin.
Kemarin, kata Fathurin, korban dan pelaku bullying beserta keluarga mereka sudah dipertemukan. Permasalah ini diselesaikan secara internal. Meski demikian, perlu sanksi bagi para pelaku bullying agar tradisi intimidasi di kalangan pelajar ini tidak turun temurun, sekaligus memberi efek jera pada pelaku.
"Tadi pagi sudah dibikin berita acara, satu dengan yang lain, tetap saja yang bersalah harus diberikan sanksi. Kepala sekolah sudah memberikan satu statement yang ditandatangani orangtua pelaku. Kalau sudah diputuskan, ijazah ditahan sementara sampai kasus ini tuntas," pungkas Fathurin.
Hal senada juga disampaikan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Sopan Adrianto. ‎Setiap tahun pihaknya selalu mengeluarkan surat edaran dan imbauan agar para pelajar pasca-UN tidak melakukan tawuran, coret-coret seragam, konvoi, dan hal lain yang mengganggu ketertiban umum.
"Yang pasti keputusan penuh ada di pihak sekolah. Kalau memang sudah sampai ke ranah hukum ya tentunya kita serahlan ke polisi. Tapi kalau jadi damai, ya kita tetap akan tunggu hasilnya nanti pengumuman tanggal 7 Mei, apakah diluluskan atau tidak," ucap Sopan.
Secara pribadi, Sopan mendukung agar para pelaku bullying mendapatkan sanksi berat. Kendati, dia tidak mau mengintervensi dan tetap menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada pihak sekolah.
"Ketika ada murid-murid yang demikian ya kalau saya perlu ada sanksi, karena masa sih ada orang yang begitu mudahnya melakukan kekerasan tapi tidak mendapat sanksi," tutur dia.
Apalagi berdasarkan tata tertib sekolah, pelajar yang terlibat aksi tawuran, kekerasan, bullying, dan tindak pidana lain, maka anak didik itu harus dikembalikan kepada orangtuanya.
"Nah, makna dari dikembalikan ke orangtuanya itu kan terserah. Kita bisa mengeluarkan, kita bisa buat rekomendasi pindah ke sekolah lain, tapi tata tertib umumnya bunyinya seperti itu,"‎ pungkas Sopan.