Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa anggota Komisi III DPR, I Putu‎ Sudiartana sebagai tersangka kasus suap proyek pembangunan jalan di Sumatera Barat.
Politikus Partai Demokrat itu diperiksa terkait alokasi pembangunan 12 ruas jalan di Sumatera Barat pada APBN-P 2016.
Namun Putu memilih bungkam saat ditanya awak media perihal pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik KPK. "Tanya pengacara saya," ucap Putu singkat di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat 15 Juli 2016.
Muhammad Burhanuddin, pengacara Putu mengatakan, kliennya dicecar 24 pertanyaan oleh penyidik seputar proyek 12 jalan di Sumbar. ‎Pada pemeriksaan itu, kliennya membantah menerima suap terkait pengurusan anggaran di DPR ‎untuk alokasi pembangunan 12 ruas jalan tersebut.
"Tidak ada ini barangnya. Jalannya mana? Silakan cek APBN-P 2016 itu tidak ada, ruas jalan 12 itu juga tidak ada. Transfer juga tidak ada di klien kami. Klien kami tidak pernah menerima berapa pun jumlahnya," ucap Burhanuddin.
Burhanuddin bahkan meyakini bahwa kliennya tidak ditangkap KPK melalui operasi tangkap tangan (OTT). Sebab dirinya meyakini tidak ada suap menyuap yang dilakukan oleh Putu.
"Sementara ini kami belum menyebutnya OTT, kami mengkaji ini bukan OTT semuanya tidak ada di klien kami. Perihal ditangkap, menyuap, tidak ada," tutur dia.
Dia menjelaskan, kliennya tidak memiliki kewenangan apapun untuk mengatur proyek yang seharusnya ditangani Komisi V DPR. Apalagi Putu juga bukan anggota Badan Anggaran (Banggar) di DPR.
"Tadi ditanya oleh penyidik kenapa menangani proyek di tempat (komisi) lain. Tapi klien kami tidak sama sekali (terlibat), itu bukan kewenangan beliau untuk memutus berbagai hal karena beliau hanya Komisi III dan bukan anggota Banggar," papar Burhanuddin.
"Kemudian beliau ada keterkejutan ketika (kasus suap) ini muncul, dan bertanya kepada penyidik sebenarnya ini bagaimana?" sambung dia.
Terkait uang Rp 500 juta yang ditransfer tiga kali oleh Kepala Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang, dan Permukiman Sumatera Barat Suprapto dan seorang ‎pengusaha yang juga fungsionaris Partai Demokrat, Yogan Askan dianggap bukan suap. Burhanuddin mengakui kliennya memiliki kedekatan dengan Yogan dalam kapasitasnya sebagai sesama kader partai.
"Hubungan dengan Yogan adalah, ketika itu Yogan ingin meminta bantuan untuk maju sebagai Ketua DPD Demokrat," kata Burhanuddin.
Sementara uang 40 ribu ‎dolar Singapura yang turut diamankan KPK saat OTT juga dianggap tidak ada kaitannya dengan proyek 12 ruas jalan di Sumbar. Kendati, KPK tetap mengusut keterkaitan uang tersebut.
"Itu kepentingan klien kami untuk pergi dengan keluarganya ke luar negeri. Tidak ada kaitan dengan peristiwa ini, tindak pidana juga tidak ada," pungkas Burhanuddin.