Ketua PPATK: Kasus Korupsi Nur Alam Pernah Terhenti di Kejaksaan

PPATK menilai, kasus Nur Alam sangat mungkin untuk diusut lebih dalam.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 24 Agu 2016, 15:17 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2016, 15:17 WIB
20160211-Wajah Lelah Kepala PPATK saat RDP dengan Komisi III DPR
Kepala PPATK Muhammad Yusuf mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR, Jakarta, Kamis (11/2). RDP tersebut meminta pendapat penjelasan terkait dengan legislasi dan pengawasan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf mengatakan, kasus korupsi yang menjerat Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam sudah pernah ditangani Kejaksaan. Hanya saja, kasusnya sempat terhenti tanpa ada kejelasan.

PPATK sudah mengirimkan data transaksi mencurigakan atas nama sejumlah kepala daerah ke kejaksaan pada 2013. Kejaksaan kemudian berupaya mengusut kasus ini.

"Oleh kejaksaan didalami, kejaksaan minta bahan ke kita. Konon katanya kejaksaan sudah sampai keluar negeri. Hingga akhirnya tahun 2015 kasusnya dihentikan," jelas Yusuf di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (24/8/2016).

PPATK menilai, kasus Nur Alam sangat mungkin untuk diusut lebih dalam. Selain menjabat kepala daerah, Nur Alam merupakan politisi PAN. Sampai akhirnya, PPATK memutuskan untuk mengirim data ke KPK untuk ditindaklanjuti.

"Nah pada saat kejaksaan menghentikan, KPK sudah membangun case building. Mereka minta juga pada kita, dan kita kirim ada berapa fase. Dan nilai uangnya tidak etislah kalau saya sampaikan. Puluhan miliar," tutur Yusuf.

Yusuf memang tidak mau mengungkapkan dari mana saja sumber dana itu mengalir ke Nur Alam. Tapi, ia menyebut biasanya korupsi itu berasal dari pelanggaran dan penyalahgunaan perizinan, kewenangan, anggaran, dan gratifikasi.

"Saya hormati dua lembaga itu. Kami itu kan PPATK, ada jaksa, polisi, akuntan, sehingga informasi dari kami juga akurat. Ada yang lain (selain Nur Alam), tapi tidak enak saya bicara," pungkas Yusuf.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya