Fraksi PKS Tolak Pasal Terpidana Mencalonkan Diri di Pilkada

Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jazuli Juwaini meminta semua pihak untuk berpikir jernih dan bijaksana.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 01 Sep 2016, 19:14 WIB
Diterbitkan 01 Sep 2016, 19:14 WIB
Ilustrasi pilkada serentak (Liputan6.com/Yoshiro)
Ilustrasi pilkada serentak (Liputan6.com/Yoshiro)

Liputan6.com, Jakarta DPR, Pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tengah menggodok wacana pemberian peluang kepada terpidana yang sedang menjalani hukuman percobaan untuk bisa mencalonkan diri di Pilkada Serentak 2017.

Pembahasan tentang ketentuan ini masuk dalam Rapat Konsultasi antara KPU, Bawaslu, Komisi II DPR RI dan Pemerintah, tentang Rancangan PKPU Nomor 5 tentang Pencalonan Kepala Daerah, perubahan terhadap PKPU Nomor 9 Tahun 2016 pekan lalu. Perdebatan dimulai ketika KPU tak menyetujui soal ketentuan tersebut. Sikap KPU ini mendapat dukungan dari sejumlah legislator. Termasuk dari Fraksi PKS.

Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jazuli Juwaini meminta semua pihak untuk berpikir jernih dan bijaksana. Menurut dia, kepala daerah adalah pimpinan tertinggi di sebuah daerah dan memiliki tanggung jawab yang sangat berat. Karena itu, sebaiknya calon kepala daerah bukan orang yang bermasalah dan cacat secara hukum.

"Ini penting karena dibutuhkan konsentrasi yang baik untuk membangun daerah. Bagaimana mungkin ia akan berkonsentrasi jika terlilit masalah hukum," kata Jazuli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (1/9/2016).

Alasan tersebut lah yang menyebabkan anggota Komisi I DPR ini menolak wacana yang membolehkan terpidana menjadi calon kepala daerah.

"Saya kira masih banyak putra putri terbaik daerah yang tidak bermasalah secara hukum. Aturan ini penting untuk memberi pesan bahwa rekrutmen kepala daerah harus berkualitas dan berintegritas sejak persyaratan calon," ujar Jazuli.

Menurut dia, sebagai pemimpin, kepala daerah dituntut untuk menjadi teladan dan kebanggaan. Jika ia berstatus terpidana, meski hanya percobaan, tentu akan menjadi preseden buruk bagi masyarakat. Ini dikhawatirkan dapat menjatuhkan kepercayaan dan marwah daerah di hadapan rakyatnya sendiri.

"Kita ingin membangun demokrasi yang berkualitas dan berintegritas. Oleh karena itu, sebaiknya wacana pembolehan terpidana mencalonkan diri dalam pilkada dibatalkan saja," ungkap Jazuli.

Dia menambahkan, kepala daerah yang awalnya tidak bermasalah saja bisa terjerumus kasus. Apalagi jika terpidana menjadi kepala daerah.

"Merujuk data Kemendagri tahun 2015 terdapat 343 kepala daerah berperkara hukum. Ini semakin menguatkan agar proses pencalonan benar-benar berkualitas," tandas Jazuli.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya