Liputan6.com, Jakarta - Persidangan yang dikenal dengan kasus Kopi Sianida mulai memasuki tahap akhir. Persidangan yang dimulai pada Rabu 15 Juni 2016 lalu itu telah menyelesaikan tahapan pemeriksaan saksi, barang bukti, dan terdakwa pada Rabu pekan lalu.
Setelah banyak drama selama persidangan serta tersitanya perhatian publik, jaksa penuntut umum (JPU) atas perkara pembunuhan Wayan Mirna Salihin dipastikan akan membacakan tuntutannya terhadap terdakwa Jessica Kumala Wongso pada persidangan pagi ini.
Baca Juga
Hal itu sesuai dengan apa yang disampaikan Ketua Majelis Hakim Kisworo ketika menutup sidang pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu malam, 28 September 2016.
Advertisement
"Jadi selesai pemeriksaan terdakwa pada hari ini. Oleh karena itu, kita lanjutkan pada sidang yang akan datang pada agenda tuntutan. Majelis setelah menetapkan schedule (jadwal), supaya waktu yang tersedia ini bisa terpenuhi, maka tuntutan kita tetapkan hari Rabu tanggal 5 Oktober 2016," kata Kisworo.
Dalam persidangan hari ini, bisa dipastikan JPU akan menyandarkan tuntutannya pada apa yang terjadi dalam persidangan. Sebagian besar materi tuntutan tentu akan berdasarkan surat dakwaan serta keterangan saksi yang dihadirkan, khususnya dari JPU, selama persidangan.
Yang jelas, keterangan saksi atau ahli, serta paparan barang bukti yang memberatkan Jessica akan mengisi halaman demi halaman berkas tuntutan JPU.
Pada persidangan selanjutnya, giliran Jessica dan penasihat hukumnya yang akan tampil untuk membacakan pleidoi atau pembelaan atas tuntutan JPU.
Baru kemudian secara berurutan akan ada replik dan duplik pada sidang selanjutnya, sebelum kemudian publik menunggu majelis hakim menjatuhkan vonis untuk Jessica.
Apa pun putusan yang akan dijatuhkan untuk terdakwa, yang jelas perjalanan kasus ini sudah menjadi perhatian publik. Tidak hanya karena misteri yang melingkupi kasus ini, namun juga lantaran suasana setiap persidangan yang penuh drama dan saling adu argumen antara para ahli yang dihadirkan.
Berikut sejumlah kejadian penting dan menarik sepanjang berlangsungnya persidangan kasus Kopi Sianida.
Â
Saksi Olivier Hingga Australia
Â
1. Barista Kafe Olivier: Sisa Kopi Mirna dalam Gelas, Bukan di Botol
Sidang kali ini menghadirkan saksi Rangga Dwi Saputra, barista (pembuat atau peracik minuman) di Kafe Olivier. Rangga yang saat itu membuat es kopi Vietnam pesanan Jessica mengaku ‎meraciknya sesuai prosedur.
Setelah racikan selesai, es kopi Vietnam kemudian diantarkan Agus Triyono ke meja nomor 54 yang ditempati Jessica. Setelah itu, Rangga tidak tahu apa-apa.
Pria berusia 22 tahun itu kemudian mendapat kabar dari rekannya jika Mirna kejang-kejang usai minum es kopi Vietnam yang ia racik. Kendati, Rangga tidak beranjak dari area bar.
Sisa es kopi Vietnam yang masih di dalam gelas itu kemudian dibawa ke pantry. ‎Rangga bahkan sempat mencium es kopi itu, baunya menyengat. Bahkan, dia menyebut warna minuman itu seperti kunyit, tidak seperti es kopi Vietnam biasanya.
Saat di persidangan, Rangga ditunjukkan sisa kopi ‎yang diminum Mirna berada di dalam botol. Rangga kaget. Sebab setelah kejadian, kopi tersebut diamankan dalam keadaan masih di dalam gelas dan ditutup plastik.
"Saya tidak pernah melihat botol ini. Saat itu sisa kopi ada di dalam gelas, bukan di botol," ujar Rangga dalam kesaksiannya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis 21 Juli 2016.
Selain itu, Rangga juga mengungkapkan masih ada sisa kopi di dalam grinder atau mesin penggiling setelah es kopi Vietnam pesanan Jessica dibuat. Setelah peristiwa Mirna kejang-kejang, grinder itu disita polisi sebagai barang bukti.
"Sepeninggal saya, kopi di grinder masih ada sisa. Tapi sepulang dari Polsek, saya tidak tahu, apakah masih ada sisanya atau tidak," kata dia.
2. Bikin Gaduh, Keluarga Mirna Ditegur Hakim Sidang Jessica
Hakim Ketua yang menangani sidang perkara pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Kisworo mempersilakan keluarga Mirna keluar dari ruang sidang, karena dinilai membuat suasana sidang gaduh.
Pantauan Liputan6.com, beberapa kali keluarga Mirna tampak berteriak-teriak dan tertawa saat sidang berlangsung.
"Kalau tidak bisa tertib, persidangan diskors. Pengunjung bisa meninggalkan ruangan. Ini bukan untuk ditertawai. Kewenangannya saudara hanya untuk mendengar yang terjadi di persidangan," tegas Kisworo di Ruang Sidang Kartika I, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 10 Agustus 2016.
Pernyataan tegas Kisworo terlontar setelah Penasihat Hukum Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan memprotes suasana persidangan yang tidak kondusif.
Otto mengaku ia dan timnya merasa terganggu karena setiap pertanyaan yang dilemparkan pihaknya ke Ahli Digital Forensik Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri M Nuh Al Azhar disambut sorakan dan tertawaan keluarga Mirna.
"Kami sangat terganggu, Yang Mulia," keluh Otto.
Keluarga Mirna menertawai Otto saat ia menanyakan keaslian rekaman CCTV Kafe Olivier yang menangkap adegan-adegan Jessica dengan gelagat mencurigakan. Seperti menengok terus-menerus ke arah meja 54 ketika di bar koktail, menata meja sedemikian rupa hingga papper bag menghalangi gelas, dan merogoh sesuatu di tas kemudian meletakkan sesuatu ke meja.
"Saya mohon kepada JPU memutar CCTV yang asli, yang disita oleh polisi pada persidangan ini," ucap Otto.
JPU pun akhirnya mengikuti permintaan Otto, meski saksi ahli menjelaskan tidak ada perubahan sedikit pun dari file di DVR CCTV saat berpindah ke flash disk.
Mendengar hal itu, dari bangku pengunjung sidang, ayah Mirna, Darmawan Salihin berseloroh kalau permintaan Otto mengada-ada. "Itu sama rekamannya sama yang tadi. Noh kelihatan Jessica yang lagi garuk-garuk," seru Darmawan.
3. Pengacara Jessica Laporkan Hakim Binsar Gultom ke Komisi Yudisial
Kubu terdakwa Jessica Kumala Wongso melaporkan hakim Binsar Gultom ke Komisi Yudisial (KY). Mereka menuding hakim yang aktif mencecar saksi dan ahli dalam persidangan kopi sianida ini melanggar etik kehakiman.
"Kuasa hukum Jessica bersama rekan yang lain, datang ke KY untuk pengaduan. Agar (KY) melakukan pemeriksaan terhadap Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Doktor Binsar Gultom," kata salah satu pengacara Jessica Wongso, Hidayat Boestam, Kamis 11 Agustus 2016.
Boestam menuturkan, hakim Binsar seharusnya netral, objektif, serta tidak memihak Jaksa Penuntut Umum (JPU). Mereka juga menilai Binsar kerap memberikan pertanyaan yang menyudutkan Jessica.
"Antara lain berbicara kasar dan menghina penasihat hukum, mengarahkan saksi-saksi, melanggar hukum acara, menyatakan pendapat secara terbuka tentang fakta persidangan yang sedang berjalan sehingga dapat merugikan klien kami, Jessica Kumala Wongso," ujar Boestam.
Dia mencontohkan ucapan Binsar yang membuat kliennya terpuruk, pada sidang 27 Juli 2016. Saat itu Binsar menuturkan walau tidak ada saksi yang melihat suatu tindak pidana, seseorang terdakwa tetap dapat dipidanakan.
"Salah satu contoh pembunuhan anak 12 tahun di Jasinga, Bogor, yang kami hukum seumur hidup. Tidak ada yang melihat pembunuhan itu karena hanya ada terdakwa sendiri. Akhirnya kami hukum seumur hidup, ini (perkara Jessica) apakah akan seperti itu nanti?" tutur Boestam menirukan kata-kata Binsar kala itu.
"Hakim jangan memberikan suatu kesimpulan atau pendapat. Dia menggali. Persidangan dari perdana sampai kemarin kita berhak, hakim majelis dan hakim yang lain itu, JPU ada gilirannya, ada waktu bertanya," Boestam menambahkan.
4. Ahli Psikologi Duga Jessica Miliki Orientasi Seksual Sejenis
Sidang kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso menghadirkan Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia, Sarlito Wirawan Sarwono, sebagai ahli. Dalam keterangannya, ia menduga Jessica memiliki orientasi seksual sejenis.
Hal itu terungkap dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Sarlito yang dibacakan ketua majelis hakim Kisworo.
"Selama pacaran jarang bertemu karena disibukkan karier masing-masing. Jessica tidak suka gaya pacaran setiap hari harus teleponin, harus bertemu, seperti diteror. Kaitan ini membuat saya menduga orientasi seksual sejenis," ujar hakim Kisworo membacakan BAP Sarlito di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis 1 September 2016.
Sarlito pun menjelaskan, maksud dari dugaannya tersebut. "Itu dugaan, karena ada indikasi itu (orientasi seksual sejenis). Dugaan itu harus verifikasi ulang dan saya tidak melakukannya. Penilaian hasil tes ada indikasi seperti itu," terang Sarlito.
Ia pun membeberkan, orientasi seksual sejenis atau homoseks dengan orientasi seksual lawan jenis atau heteroseksual pada dasarnya memiliki kesamaan kejiwaan.
"Bedanya homoseks mencari sejenis, sedangkan heteroseks mencari lawan jenis. Untuk cinta, cemburu, posesifnya sama. Hubungan sejenis itu, kalau putus lebih susah mendapatkan penggantinya. Kalau heteroseks, pacar putus cari gantinya cepat," ungkap Sarlito.
5. Ahli: Jessica Cenderung Menyakiti Diri dan Orang Lain
Guru besar kriminologi Universitas Indonesia (UI) Ronny Nitibaskara menjadi saksi kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso.
Dalam persidangan, Ronny mengungkapkan ada empat ciri psikopat pada diri Jessica. Kendati, dia menyatakan Jessica bukan termasuk penderita psikopat.
"Karena ada 22 ciri-ciri seseorang psikopat. Jadi sekali lagi, Jessica tidak termasuk psikopat," ujar Ronny di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis 1 September 2016.
Setelah dua kali mengamati Jessica secara langsung, ditambah pengamatan CCTV di Kafe Olivier, ‎Ronny meyakini Jessica bukan psikopat. Namun dia memiliki tipe khusus.
"Menurut saya, dia ini termasuk tipe-tipe yang disebut dengan gabungan narcissistic dan emotionally unstable personality," kata dia.
Ronny mengatakan, tipe tersebut memiliki banyak ciri-ciri. Biasanya, seseorang dengan tipe emotionally unstable personality memiliki perasaan yang mudah berubah-ubah. Dia juga tidak mudah mengingat kebaikan orang lain, namun memiliki kebutuhan yang besar untuk dicintai.
"Tidak suka dikritik, sensitif, memanfaatkan orang lain, dan meninggalkannya saat orang itu tak bisa dimanfaatkan lagi," tutur Ronny.
Selain itu, kata Ronny, tipe tersebut juga mudah menyakiti orang lain jika keinginannya tidak dapat terwujudkan. Tipe itu memiliki keinginan kuat, bahkan sedikit banyak memiliki dorongan untuk merencanakan menyakiti.
"Tipe yang melekat pada Jessica ini cenderung menyakiti dirinya atau orang lain. Tapi patut diingat, tidak semua ciri-ciri itu melekat pada diri Jessica," pungkas Ronny.
Â
6. Pengacara Sesalkan Jaksa Umbar Kehidupan Jessica di Australia
Pengacara Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan menyayangkan pertanyaan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap ahli psikiater forensik Natalia Widiasih Raharjanti. Natalia dihadirkan JPU dalam sidang lanjutan perkara dugaan pembunuhan kopi sianida I Wayan Mirna Salihin.
Otto mempertanyakan JPU yang hanya mengejar cerita kehidupan kliennya selama di Australia dari mulut Natalia. Dari mulai kehidupan pribadi, kisah asmara, sampai relasi Jessica. Kata Otto, itu tidak ada relevansinya dalam perkara ini.
"Walau bagaimanapun, sebenarnya tidak boleh diungkapkan dalam persidangan. Masa omongan di luar sana diomongin dalam persidangan," ucap Otto usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis 18 Agustus 2016.
Eks Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) itu menilai, apa ‎yang dikorek JPU kepada ahli merupakan suatu tindakan yang tidak dibenarkan. Bahkan, ia menilai itu sama saja dengan pembunuhan karakter kepada Jessica.
"Jangan ada pembunuhan karakterlah. Kata-kata tadi itu kan pembunuhan karakternya Jessica. Saya jadi duga-duga faktor itu dia yang bikin shock (Jessica)," ujar Otto.
Menurut dia, dalam sebuah persidangan, semua pihak baik JPU maupun majelis hakim harus bisa menjaga privasi terdakwa. Terutama hal-hal pribadi yang tak menyangkut sama sekali dengan perkara.
"Kan persidangan ini juga harus menjaga privasi orang‎. Kalau privasi diungkap terkait dengan perkara, saya sih tidak masalah. Ini kan tidak ada terkait," kata dia.
"Apa masalahnya? Itu urusan Jessica berpacaran dengan Patrick. Itu kan hubungan pribadi orang. Jaksa bilang dia ingin mencoba melihat emosinya. Itu kan hubungan emosional dengan Patrick, bukan dengan Mirna. Apa kaitannya dengan Mirna?" ujar Otto.
7. Jaksa Akui Tak Bisa Mendapatkan Saksi Fakta Perbuatan Jessica
Jaksa penuntut umum (JPU) gabungan dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat yang menangani perkara pembunuhan Wayan Mirna Salihin lebih intensif menghadirkan ahli dibanding saksi fakta.
Terhitung sejak awal persidangan, sudah sembilan ahli dari berbagai disiplin ilmu yang dihadirkan JPU untuk membuktikan dakwaan terhadap Jessica. Meskipun saksi fakta yang jumlahnya belasan itu lebih banyak dari saksi ahli, materi pemeriksaan ahli terasa lebih padat daripada saksi fakta.
"Ini saksi kan banyak, ahli juga banyak, tapi waktu kita terbatas. Sehingga kita harus memilah-milah, apa yang harus didahulukan, mana yang urgent dalam waktu yang singkat. Mana yang prioritas yang harus kita sampaikan ke sidang," ungkap JPU Ardito Muwardi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 31 Agustus 2016.
Ia mengaku tetap akan memaksimalkan jumlah saksi dari pihaknya yang belum hadir, tetapi akan dipilah sesuai kebutuhan pembuktian dakwaan terhadap Jessica. Apalagi waktu untuk JPU hanya tersisa Kamis besok.
"Tinggal besok (kesempatan JPU). Makanya waktu juga nggak banyak," ujar Ardito.
Terkait pembuktian Jessica yang menaruh sianida ke dalam gelas Vietnamese Ice Coffee yang diminum Mirna, dia menuturkan sejauh ini JPU sudah menghadirkan saksi fakta yang berada di lokasi kejadian Olivier Cafe, yaitu para pelayan serta manajernya.
Meskipun tidak ada yang mengaku melihat langsung proses Jessica meracuni minuman Mirna, kejanggalan-kejanggalan yang diterangkan para saksi menurutnya dapat dirangkai untuk menjadi pertimbangan hakim.
"Kalau memang mencari yang masukkan (sianida), seperti yang diharapkan publik atau penasihat hukum 'harus ada yang melihat memasukkan, kapan, bagaimana situasinya', kita nggak akan dapat," kata Ardito.
"Maka faktanya sudah, proses fakta di Olivier sudah, fakta sebelumnya sudah, kita tinggal mengaitkan keterangan ahli satu sama lain," imbuh dia.
8. Saksi Polisi Australia Beberkan 14 Laporan Terkait Jessica
Jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan seorang penasihat kepolisian di Kantor Polisi New South Wales, Australia, John Jesus Torres di sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso. Ia mengaku sebagai penasihat kepolisian dan memiliki akses terhadap semua laporan kepolisian di negara bagian tersebut.
Selama 4 jam memberikan kesaksian, John membacakan 14 laporan yang diterima kepolisian terkait Jessica saat berada di Australia.
Laporan pertama diterima polisi pada 5 Juni 2008. Jessica menjadi korban, ia melaporkan pencurian barang miliknya di sebuah stasiun yang ada di Sydney, Australia.
Laporan kedua tercatat pada 23 Maret 2014. Laporan ini, mencatatkan kalau Jessica melanggar Undang-undang Perhubungan Darat karena mengendarai kendaraan di bawah pengaruh minuman.
"Nona Wongso ditemukan mengemudikan kendaraan bermotor dengan kisaran alkohol rentang menengah di sistem tubuhnya. Kemudian surat izin mengemudi ditangguhkan sampai saat ini," ujar John yang didampingi penerjemah di samping kirinya, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin malam, 26 September 2016.
Selain itu, Jessica juga pernah beberapa kali diadukan mau bunuh diri, kemudian terlibat kecelakaan lalu lintas serta pengancaman.
Â
Advertisement
Sianida, Roy Suryo dan Paranormal
Â
1. Ahli Patologi Australia: Mirna Tewas Bukan Karena Sianida
Ahli Patologi Forensik dari Universitas Queensland, Brisbane, Australia, Profesor dr Beng Beng Ong mengungkapkan analisis mencengangkan di sidang ke-18 kasus kematian Wayan Mirna Salihin. Ahli forensik yang pernah turun dalam proses identifikasi korban perang saudara di Kosovo dan korban Bom Bali I ini mengatakan kemungkinan besar Mirna meninggal bukan karena diracun sianida.
"Saya akan mengatakan bahwa sangat besar kemungkinannya kematian (Mirna) ini tidak disebabkan sianida," kata Beng Ong dalam kesaksiannya menggunakan bahasa Inggris yang diterjemahkan penerjemah dalam sidang terdakwa Jessica Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin 5 September 2016.
Beng Ong menjelaskan tiga analisis yang akhirnya melahirkan kesimpulan tersebut. Berdasarkan pengetahuannya dan literatur kasus yang ia baca, biasanya orang yang tewas karena sianida, di lambungnya terdapat 1.000 miligram per liter bahkan lebih senyawa NaCn (natrium sianida). Sementara dalam lambung Mirna, hanya terdapat 0,2 miligram per liter sianida.
"(Jika seseorang tewas karena sianida) Tingkat sianida yang ditemukan di lambung bisa mencapai 1.000 miligram per liter, dan saya mengacu pada laporan kasus (Mirna) hanya ada 0,2 miligram per liter sianida. Pada lambung, tingkatnya sangat rendah," ujar Beng Ong.
Kemudian, ujar Beng Ong, organ hati dan empedu orang yang tewas karena paparan sianida biasanya positif mengandung sianida. Meskipun sifat sianida yang dapat dipastikan cepat menguap pasca-kematian, tak berarti kandungan sianidanya menghilang begitu saja.
"Selain lambung, kandungan sianida yang dijumpai pada hati dan empedu harusnya positif. Kematian dapat mengurangi tingkat sianida, tetapi biasanya tidak akan mengurangi hingga pada tingkat yang tidak dapat dideteksi," ujar Beng Ong.
2. Ahli Kubu Jessica: Kopi Sianida Pindah ke Botol Tak Original
Prof Dr Mudzakkir, ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, didaulat menjadi saksi ahli terakhir yang dihadirkan kubu terdakwa Jessica. Mudzakkir beranggapan barang bukti kopi bersianida yang diduga membunuh Wayan Mirna Salihin sudah tidak orisinal.
Pernyataan itu menjawab pertanyaan pengacara Jessica, Otto Hasibuan, saat menanyakan orisinalitas dari barang bukti kopi bersianida. Kopi tersebut memang diketahui dipindahkan dari gelas ke botol oleh penyidik saat peristiwa berlangsung.
"Iya berita acara jadi kunci. Di situ juga harus ada saksi. Pemilik tanda tangan di situ. Tapi kalau misalnya sudah dipindah-pindah orang, tidak ada jaminan originalitasnya. Untuk kepentingan pembuktian kan sidik jari siapa yang melekat di situ," ujar Mudzakir di PN Jakarta Pusat, Senin 26 September 2016.
Bukan tanpa alasan Mudzakkir memaparkan pandangan tersebut. Bermodal Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2009 yang juga ditampilkan di layar ruang persidangan, Mudzakkir juga menjelaskan bahwa seyogianya petugas harus menjaga orisinalitas barang bukti yang diamankan.
"Prinsipnya kalau ada bukti, langsung ke lokasi mengamankan objek itu. Jangan sampai ada tangan orang mengubah memegang barang itu," kata pakar hukum pidana UII ini.
3. Ahli Pidana Kubu Jessica: Autopsi Jasad Mirna Tak Sesuai Prosedur
Prof Dr Mudzakir menyatakan bahwa pemeriksaan jasad korban Wayan Mirna Salihin tidak sesuai prosedur. Prosedur yang dimaksudkan Mudzakir adalah Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2009 pasal 59 ayat 2, di mana di situ mengatur terkait pemeriksaan korban mati/meninggal. Di sana tertera peraturan harus diambilnya beberapa organ tubuh untuk keperluan pemeriksaan.
"Kalau prosesnya tidak standar, maka hasilnya pun tidak akan standar ya. Tanpa hal itu (yang telah diatur di Peraturan Kepolisian), tidak.
Pernyataan Mudzakir itu berawal saat Otto Hasibuan, pengacara terdakwa tunggal Jessica Kumala Wongso, mempertanyakan keabsahan proses pemeriksaan yang dilakukan terhadap jasad Mirna. Karena, pemeriksaan dilakukan petugas dengan tidak menyeluruh.
Dalam peraturan tersebut diatur bahwa orang yang meninggal karena diracun wajib diperiksa 6 organ tubuh dan 2 cairan, di antaranya lambung beserta isi (100gr) hati (100 gr), ginjal (100 gr), jantung (100 gr), tissu adipose (jaringan lemak bawah perut) (100gr), serta urine 25ml, darah 10ml.
4. Ahli Pidana: Kasus Jessica Tidak Sah Karena Cacat Prosedur
Melalui pertanyaannya, JPU berusaha mengonfrontasi penyataan Mudzakkir yang sebelumnya saat mengulas Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 10 Tahun 2009. Dalam ulasannya, Mudzakkir mengatakan bahwa prosedur penanganan terkait autopsi jasad Mirna dan penyitaan barang bukti harus dilakukan secara lengkap.
Bermodal pemaparan Mudzakkir tersebut, JPU mempertanyakan keabsahan suatu perkara jika ada salah satu prosedur yang tidak terlaksana.
"Ketika ada satu, hanya satu prosedur yang tidak terlaksana, apa suatu perkara batal demi hukum karena (barang bukti kopi sianida dalam gelas) tidak dibungkus atau tidak ditulis berita acaranya?" tanya salah satu anggota tim JPU, Shandy Handika.
Pertanyaan itu dilontarkan JPU mengingat sebelumnya Otto Hasibuan, pengacara Jessica, mengonfirmasi mengenai keabsahan tindakan petugas kepolisian yang menyita atau mengamankan kopi dalam gelas yang berisi sianida tidak dicatat dalam berita acara. Bahkan, diketahui kopi tersebut sudah tidak original, menurut Mudzakkir, ketika dipindahkan dari gelas ke botol.
"Iya (batal demi hukum). Karena sudah diatur prosedurnya di dalam Perkap (Peraturan Kapolri). Kalau melebihi prosedur maka melebihi wewenang, dan kurang dari prosedur maka tidak sah," jawab Mudzakkir.
5. Ahli Patologi Kubu Jessica: Ada Sianida di Lambung Semua Orang
Ahli Patologi Forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Djaja Surya Atmadja mengungkap fakta baru dalam sidang kasus pembunuhan Mirna Salihin. Ia menyatakan sianida ada di lambung setiap orang.
"Pada orang normal kalau diperiksa di lambung pasti ada sianida tapi kadarnya kecil," ungkap Dosen Universitas Indonesia (UI) ini di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 7 September 2016.
Menurut Djaja, kadar kecil sianida dalam lambung setiap orang tidak akan mengakibatkan kematian. Seseorang akan meninggal dunia bila terdapat sianida dalam jumlah besar di lambungnya.
"Bisa bikin mati kalau masuknya banyak dan meracuni tubuh. Dalam litelatur, jumlah yang bisa bikin orang mati itu 150 mg sampai 250 mg per liter," kata Djaja.
6. Teriaki Pengacara Jessica, Polisi Tarik Keluar Ayah Mirna
Ayah Wayan Mirna Salihin, Edi Darmawan Salihin mendadak naik pitam di tengah berlangsungnya persidangan kasus pembunuhan anaknya dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso. Sidang ke-19 yang berlangsung hingga malam ini memang beberapa kali memanas.
Berdasarkan pantauan di lokasi, Edi mendadak bangkit dari tempat duduknya di barisan paling belakang sebelah kanan. Sambil berdiri, Edi mengacungkan tangannya ke arah tim pengacara Jessica. Dia juga meneriaki salah satu pengacara Jessica, Yudi Wibowo Sukinto.
"Hei Yudi...," ucap Edi Darmawan dengan nada keras dalam persidangan, PN Jakarta Selatan, Rabu 7 September 2016 malam.
Namun teriakan ‎Edi tak dihiraukan. Persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli patologi forensik dari RSCM dr Djaja Surya Atmadja ini tetap berjalan seperti biasa.
Selang beberapa saat, Edi melontarkan kata-kata tak sopan entah ditujukan untuk siapa. "Bego lu," ucap Edi sedikit pelan sambil mengacungkan tangannya ke depan.
Reaksi ayah Mirna ini tetap tak ditanggapi majelis hakim. ‎Persidangan tetap berjalan normal. Meski begitu, aksi Edi tetap menyita perhatian beberapa pengunjung dan awak media di dalam ruang persidangan. Tampak beberapa orang di sekitarnya menenangkan emosi Edi.
‎Reaksi ayah Mirna bermula saat Yudi Wibowo mengungkapkan keberatannya kepada majelis hakim. Yudi menilai, pertanyaan hakim Binsar Gultom kepada saksi ahli menggunakan dasar foto jasad Mirna yang diletakkan di meja majelis hakim pagi tadi sebelum persidangan tidak dibenarkan.
"Interupsi yang mulia, kami keberatan. Itu tadi pagi bapaknya Mirna bawa foto dan meletakkan ke meja maj‎elis hakim dan JPU. Itu bukti tidak sah," kata Yudi.
Beberapa saat kemudian, terlihat ayah Mirna ditarik keluar ruang sidang oleh beberapa anggota polisi yang berjaga. Sempat terjadi perdebatan antara Edi dengan salah satu anggota polisi di luar ruang sidang.
7. Roy Suryo Sebut Ahli Jessica Bohong Besar
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo memicu keributan, saat persidangan kasus kematian Wayan Mirna Salihin ke-21 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Meski meminta maaf, Roy tetap ngotot bahwa ahli forensik dari kubu terdakwa Jessica Kumala Wongso telah berbohong. Dia menyebut hanya ahli dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang benar.
"Sebelumnya, saya minta maaf kepada persidangan karena tidak menghormati. Karena saya menilai apa yang dilakukan saksi ahli dari pihak pembela tidak tepat," ujar Roy di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kemayoran, Kamis (15/9/2016).
Keributan ini berawal, saat Roy dianggap pengacara Jessica Wongso, Otto Hasibuan, bahwa pakar telematika tersebut tak menghormati persidangan.
Roy berdiri sambil menunjuk-nunjuk dengan tangan kanannya ke arah ahli dari kubu Jessica. Kejadian itu terjadi sesaat sebelum ahli digital forensik Muhammad Nuh walk out dari ruangan, setelah menyampaikan keberatannya.
"Secara scientific saya keberatan, catat itu," kata M Nuh sebelum meninggalkan ruang sidang dan membereskan peralatannya.
Otto Hasibuan, lalu membentak Roy yang menunjuk-nunjuk, saat Muhammad Nuh membereskan peralatannya.
"Kamu ngapain tunjuk-tunjuk?" sergah Otto.
Setelah Muhammad Nuh keluar, Roy mengikutinya di belakang. Di luar ruangan, Roy menyampaikan alasannya keluar ruang persidangan.
"Jangan sampai masyarakat dibodohi," kata Roy.
8. Ahli Kubu Jessica: Saya Bukan Paranormal, Tak Bisa Tebak-tebakan
Ahli psikologi dari Universitas Indonesia (UI) Dewi Taviana Walida dihadirkan kubu Jessica. Dalam persidangan, Dewi menjelaskan, psikologi merupakan ilmu pasti. Sehingga tidak bisa berandai-andai terhadap kejiwaan seseorang.
Pernyataan itu dilontarkan terkait pertanyaan pengacara Jessica, Otto Hasibuan yang menanyakan apakah psikolog dapat melihat wajah seseorang yang berpotensi melakukan kejahatan.
Pertanyaan itu dikaitkan dengan melihat wajah Jessica, merujuk pada pernyataan-pernyataan ahli-ahli yang dulu pernah dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) pada persidangan sebelumnya.
"Saya bukan paranormal. Ilmu psikologi adalah ilmu pasti, tidak bisa dikira-kira. Harus ada penelitian. Kalau dia operasi plastik, siapa yang tahu?" ujar Dewi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin 19 September 2016.
Dia menjelaskan, pemeriksaan kejiwaan seseorang tidak bisa hanya dilakukan melalui pengamatan. Pemeriksaan psikologi harus dilakukan sesuai metode yang ada, bukan dengan cara tebak-tebakan.
"Hal seperti ini tidak seperti tebak-tebakan buah manggis. Harus ada metode," tandas Dewi.
Â
9. Ahli Toksikologi Kubu Jessica Terlibat Pembunuhan di Amerika?
Di tengah persidangan ke-23 pembunuhan Mirna Salihin, jaksa penuntut umum tiba-tiba mempertanyakan kredibilitas ahli dari kubu Jessica Wongso, Michael David Robertson. Dia dituding terlibat pembunuhan suami dari kekasih gelapnya di Amerika Serikat.
Jaksa membacakan artikel media online tersebut di depan majelis hakim yang diketuai Kisworo. Hakim anggota Binsar Gultom lalu mempertanyakan kebenaran kabar tersebut. "Apakah benar informasi itu?" tanya Binsar.
"Saya tidak tahu bahwa informasi itu adalah benar, bahwa informasi itu dari situs internet," kata Robertson dengan suara tergagap di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 21 September 2016.
"Saya tidak tahu apa benar, apakah aslinya seperti itu," dia menambahkan.
"Apakah cerita itu tentang Anda?" cecar Binsar.
"Ya, saya percaya kisah itu tentang saya," ujar Robertson masih dengan suara gagap.
"Saya tidak tahu berita itu benar atau tidak," ujar Robertson.
"Tapi itu nama dia?" tanya Binsar.
"Ya, itu nama saya. Saya percaya itu nama saya," jawab Robertson.
10. Ahli: Semua yang Terlibat Penyajian Berpotensi Racuni Mirna
Hakim Binsar Gultom mendalami soal siapa saja yang berpotensi menguasai es kopi Vietnam dan menjadi pembunuh berencana Wayan Mirna Salihin. Binsar pun menanyakan soal itu kepada saksi ahli psikologi yang didatangkan kuasa hukum Jessica, Agus Mauludi.
"Saudara katakan yang terlibat dalam proses penyajian itu potensi?," kata Binsar di dalam persidangan yang ke 22 kopi bersianida di PN Jakarta Pusat, Senin 19 September 2016 malam.
Dalam melayangkan pertanyaan, Binsar juga menjelaskan kepada saksi Agus bahwa saat peristiwa tewasnya Mirna, hanyalah saksi Hani dan terdakwa Jessica yang kenal dengan korban. Selain itu, Binsar juga menerangkan soal sianida yang tidak akan beracun saat dituangkan bersama air panas.
"Nah sekarang yang kenal dengan Mirna, Hani dan Jessica. Petugas Oliver tak kenal dengan Mirna. Sementara itu aktivitas racun Sianida itu tidak akan mampu kalo itu dituang ke air panas itu menguap sianidanya tapi harus dingin dulu. Apakah saudara masih tetap berpendapat yang semua terlibat penyajian kopi itu juga potensial. Bagaimana menurut saudara?," cecar Binsar.
Menurut Agus, semua orang yang terlibat dalam penyajian es kopi vietnam itu memiliki potensi yang sama.
"Yang mulia yang ada di proses itu yang jika itu mungkin kalau itu apapun lah ada sianida. Atau andaikan ada zat kimianya, saya akan bilang yang ada di proses itu posible, semua mungkin saja," jawab Agus.
Belum puas dengan jawaban ahli, Binsar pun kembali menegaskan bahwa sebelumnya ada ahli yang menyebutkan bahwa dugaan sianida yang ada di kopi Mirna itu akan menguap jika terkena air panas. Ia pun kembali menegaskan adanya saksi fakta yang hadir dan menyebut bahwa peracik dan pengantar kopi di kafe Oliver pun tak mengenal Mirna.
"Menurut ada ahli itu kan akan menguap sianida dan petugas oliver itu tidak kenal. Nah apakah masih tetap ada ya pihak oliver dan terdakwa melakukan kecurangan? (meracun)," tegas Binsar lagi.
"Di dalam proses semua akan potensial. Yang terlibat proses itu potensial. Semua yang disitu potensial. Dari proses pembuatan, pengantaran, penguasaannya potensial," jawab Agus lagi.
Â
Kecoak dan Isak Tangis Jessica
Â
1. Jessica Ungkap Alasan Close Bill Sebelum Kedatangan Mirna Salihin
Jessica mengungkapkan alasan dirinya menutup pembayaran lebih dulu di Kafe Olivier, meski saat itu Wayan Mirna Salihin belum tiba di kafe tersebut.
"Itu kebiasaan di Australia," kata Jessica menjawab pertanyaan jaksa penuntut di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu 28 September 2016.
Menurut Jessica, adalah hal wajar bila tengah berkumpul, sesama teman saling mentraktir. Bisa jadi, dia menjelaskan, saat ada temannya yang datang dan memesan makanan dan minuman maka dia yang akan membayar tagihan lainnya.
"Itu biasa," kata Jessica.
Dalam rekaman CCTV Kafe Olivier tampak Jessica membayar tagihan pesanan yang dipesan dia dan Mirna. Sikap ini menimbulkan pertanyaan sekaligus janggal. Adalah barista kafe, Rangga Dwi Saputra, yang menyebutkan keanehan tersebut di muka persidangan.
"Baru mau dibuat kopinya, terus dia (Jessica) langsung mau bayar," ujar Rangga dalam kesaksiannya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis 21 Juli 2016.
Baginya, cukup aneh konsumen close bill lebih dulu, sementara pesanannya belum dikonsumsi, kecuali take away atau dibawa pulang.
"Tidak biasa. Biasanya konsumen makan dulu atau minum dulu, bayarnya nanti," tutur Rangga.
2. Kenapa Jessica Wongso Bawa 3 Paper Bag ke Kafe Olivier?
Dalam rekaman CCTV Kafe Olivier yang diputar di persidangan, terlihat Jessica masuk ke dalam kafe membawa tiga paper bag. Dari rekaman itu juga, Jessica diduga mengatur posisi paper bag di atas meja untuk menutupi hal yang dilakukannya terhadap es kopi Vietnam Mirna.
"Saya taruh paper bag di atas meja untuk menandakan meja itu sudah ada orangnya, setelah itu saya pesan minuman ke meja bar," ungkap Jessica.
Ia pun menjelaskan kenapa membawa 3 paper bag ke dalam Kafe Olivier. Menurut dia, tiga paper bag berisi sabun itu dibelinya sebagai hadian untuk Mirna, Hanie, dan Vera.
"Saya tidak sempat beli oleh-oleh dari Australia. Jadi saya tidak mungkin beli hanya untuk satu orang, makanya saya beli untuk ketiganya," jelas Jessica.
Saat di kasir, Jessica meminta kado tersebut dipisahkan dalam tiga paper bag. Alasannya, satu paper bag akan dia berikan ke satu temannya.
"Saya minta embak-nya untuk bungkus satu-satu barangnya karena ini untuk teman saya yang berbeda," ungkap Jessica.
3. Jessica Wongso: Celana Saya Banyak, Enggak Peduli Dibuang
Misteri soal celana Jessica Kumala Wongso yang sempat mengemuka di persidangan sebelumnya, kembali mencuat di agenda pemeriksaan terdakwa. Jessica membeberkan alasan celana yang dia gunakan saat Wayan Mirna Salihin tewas dibuang oleh asisten rumah tangganya.
"Seingat saya yang benar-benar bisa saya pikirkan, waktu saya naik mobil Arif (suami Mirna), saat ke Abdi Waluyo," kata Jessica.
"Bukan saat kembali dari Abdi Waluyo?" tanya jaksa penuntut umum.
"Sepertinya bukan," jawab Jessica.
Jessica mengatakan, kondisi celananya yang sobek tersebut dia ketahui saat hendak mandi. "Ketika celana sudah separuh di bawah, sudah ada robek, di paha bagian dalam," ujar Jessica.
Keesokan harinya asisten rumah tangga Jessica Wongso memberitahukan sobekan itu kepada Jessica. "Saya bilang, oh ya sudah, buang saja. Saya enggak terlalu peduliin," kata dia.
Jessica kemudian mengingat bila celana tersebut sempat direndam.
"Kenapa enggak diperbaiki, dijahit?" tanya jaksa penuntut.
"Celana saya banyak, saya enggak kepikiran ke sana juga," jawab Jessica.
4. Jessica: Saya Tidak Melihat Mirna Kesakitan Usai Minum Kopi
Jaksa juga mempertanyakan mengapa Jessica tidak ingin mencicip kopi yang diminum Mirna di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat pada 6 Januari 2016.
"Saya percaya aja kalau dia bilang awful, saya tidak mau minum. Saya baru minum cocktail dan tidak baik untuk lambung saya," ujar Jessica.
Jawaban itu tidak membuat jaksa puas. "Anda tidak mau ikut mencicip padahal itu teman Anda yang sudah tidak lama ketemu, Anda tidak turut dalam kesakitan teman Anda," Jaksa Shandy Handika menegaskan.
"Saya tidak melihat dia kesakitan. Mirna hanya meminta mengambil air putih dan saya rencananya menuju ke bar," kata Jessica.
5. Jessica Nangis Cerita Sel Tahanan Banyak Kecoak dan Kalajengking
Tak kuasa menahan rasa sedih ketika mengingat masa lalunya saat pertama kali ditahan di sel Polda Metro Jaya, Jessica terisak saat menceritakan seramnya kondisi ruang tahanan.
"Di situ cuma ada saya, satu kain, celana pendek. Ada kecoak, kalajengking, lampu yang terang enggak bisa dimatiin, penjaganya bilang 'kamu belum boleh dikunjungi sampai Senin'. Itu Sabtu malam. Kamar mandi juga mengenaskan, kotor, bau, celah hanya ukuran kertas A4," tutur Jessica.
Bukan hanya itu, Jessica pun sempat jatuh sakit dan sampai diperiksa di Bidokkes Polda Metro Jaya. Jessica sakit lantaran tidak ada sirkulasi udara di ruang tahanan.
"Setelah saya sakit baru dipasang exhaust. Kalau hujan bocor, banjir kalau hujan. Saya pernah diperingatkan akan di-bully dengan tahanan lain. Di situ saya merasa sangat takut," ujar Jessica.
6. Jessica Diminta Krishna Murti Akui Taruh Sesuatu di Kopi Mirna
Jessica mengaku pernah dimarahi mantan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Krishna Murti. Ketika itu, dia yang ditahan di Rutan Polda Metro Jaya didatangi langsung oleh Krishna.
"Saya menjatuhkan harga diri saya untuk turun ke ruang tahanan. Saya bingung menangkap kamu ini gimana, tapi saya yakin dan insya Allah untuk harus tanda tangani surat penahanan kamu di sini," ujar Jessica menirukan perkataan Krishna.
Jessica menambahkan, bahkan Krishna sempat bercerita bahwa dia telah menembak mati terduga teroris ketika teror bom di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat terjadi.
"Oh iya saya baru tembak mati teroris," sambung Jessica kembali menirukan Krishna Murti.
Kemudian Jessica melanjutkan, Krishna bahkan sempat memintanya untuk mengaku bahwa dirinya yang menaruh sesuatu di es kopi Vietnam yang diminum Mirna di Kafe Olivier.
"Kamu ngaku aja kamu taruh sesuatu di kopi. Keliatan di CCTV. Paling cuma 7 tahun (hukumannya), dipotong-potong apa sebentar lagi juga keluar," ujar Jessica lagi menirukan ucapan Krishna.
7. Cerita Jessica Ditelanjangi Polwan Buktikan Luka Kena Sianida
Jessica juga mengaku bahwa dirinya pernah ditelanjangi polwan. Baju dan celananya ditanggalkan petugas untuk membuktikan dugaan bahwa dirinya memiliki luka bekas terkena racun sianida.
Racun sianida diketahui merupakan zat yang bersifat korosif dan dapat menyebabkan luka untuk orang yang memegangnya secara langsung atau bersentuhan dengan kulit. Namun berdasarkan ingatan Jessica, anggota polwan tidak berhasil menemukan luka di sekujur tubuhnya.
"Iya (tidak ada luka yang didapatkan). Saya diperiksa, diminta telanjang. Saya buka baju dan celana saya," ujar Jessica.
Namun sesaat dilakukannya rekonstruksi, Jessica mengaku dihampiri Kombes Krishna Murti, perwira Polda Metro Jaya yang ketika itu menjabat sebagai Direktur Reserse Kriminal Umum. Ia pun menirukan apa yang dikatakan pria yang akrab disapa KM itu.
"Waktu rekonstruksi yang tadi fotonya saya lihat, adegan saya naik ke mobilnya Arief, bapak KM hampiri saya dia bilang 'itu ada tuh bekas luka kamu fotonya ada di paha lukanya'. Yang saya ingat tidak ada, sempat difoto sama polwan itu. Iya (tapi enggak tahu hasil fotonya gimana)," ujar Jessica.
8. Jessica Mengaku Pernah Dirayu Pamen Polda Metro Jaya
Jessica sempat emosional ketika menceritakan pengalamannya mendekam di Rutan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Padahal, sejak awal persidangan, ia tampak tenang. Jessica sempat terisak menceritakan hal tersebut.
Menurut pengakuan Jessica di depan majelis hakim, ia sempat menjalani hipnoterapi di ruangan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti.
"Itu sebelum saya jadi tersangka. Lagi BAP. Lalu saya diminta pergi ke ruangan lain, ada beberapa orang. Saya enggak pernah dikenalin siapa," tutur Jessica.
Ketika itu, ia bertemu dengan Kasubdit Jatanras yang saat ini menjabat Wakil Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Herry Heriawan. Jessica pun mengaku sempat diperiksa oleh Herry.
"Saya ingat ada Bapak Herry Heriawan. Saya disuruh duduk, ditanya-tanya beberapa pertanyaan. Tidak lama kemudian saya mendadak lemas. Saya ditanya, hanya boleh jawab pakai tangan, tidak boleh pakai mulut. Lama-lama saya tidak sadar total," ujar Jessica berurai air mata.
Namun, Jessica mengaku kaget dengan pertanyaan yang dilontarkan Herry Heriawan ketika itu. Sebab, pertanyaan tersebut di luar konteks penyidikan.
"Terus saya bangun, saya cuma bingung saja. Ada satu orang depan saya melototin saja. Setelah itu saya bingung saja. Saya ke ruangan lain. Itu sudah malam. Kemudian saya cuma dapat komentar dari Pak Heriawan, kamu pacaran butuh yang seagama atau tidak, kamu tipe saya banget," Jessica menandaskan.Â
Advertisement