Kesibukan Moeldoko Usai Tak Lagi Jadi Panglima TNI

Melalui M Foundation, Moeldoko menunjukkan langkah nyata memperbaiki nasib petani.

oleh Yanuar H diperbarui 27 Okt 2016, 06:40 WIB
Diterbitkan 27 Okt 2016, 06:40 WIB
Moeldoko_02
Moeldoko diwawancara tentang pencalonan ketua umum PSSI

Liputan6.com, Purwokerto - Pensiun sebagai Panglima TNI, tidak membuat Moeldoko sepi aktifitas. Pria kelahiran Kediri, Jawa Timur itu kini banyak berkecimpung di sektor pertanian.

Melalui M Foundation, Moeldoko menunjukkan langkah nyata memperbaiki nasib petani. Salah satunya dengan menciptakan solusi untuk mengubah masyarakat petani menjadi lebih baik.

Di antaranya dengan pengembangan varietas baru dan pesta petani muda (Pestani) 2010-2011. Program itu melibatkan lebih dari dua ribu petani muda dengan usia maksimal 30 tahun.

Data Global Food Security Index 2016 menunjukkan, Indonesia berada di posisi 71 dari 113 negara. Impor bahan pangan Indonesia pada 2016 di antaranya adalah beras, jagung, gandum dan kedelai.

"Karena itu, inovasi mutlak dilakukan," kata Moeldoko, di Jakarta, Kamis (27/10/2016). Pada 2015, Indonesia berada di urutan ke-97 GII dari 141 negara. Pada 2016, Indonesia di urutan ke-88 dan 128 negara.

Selain aktif langsung menggarap sektor pertanian, Moeldoko juga kerap menjadi pembicara di sejumlah tempat, seperti perguruan tinggi. Pada Sabtu 29 Oktober 2016 nanti misalnya, dia diplot menjadi pembicara di Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

Di kampus ini, peraih Bintang Adhimakayasa 1981 itu akan bicara banyak hal, mulai pertanian hingga politik.

Sebelumnya, Moeldoko juga memberikan bantuan dana Rp 3,5 miliar untuk warga Gunungkidul guna mengatasi ancaman kekeringan.

"Saya ingin memberikan hadiah kepada masyarakat Gunungkidul. Alhamdulillah setelah punya kesempatan saya ingin mengembalikan darma bakti kepada masyarakat," kata Moeldoko di sela-sela peresmian saluran irigasi di Desa Pacarejo, Semanu, Gunungkidul, Yogyakarta, Senin, 8 Agustus 2016.

Moeldoko mengatakan uang Rp 3,5 miliar itu dari koceknya sendiri. Uang itu digunakan untuk membantu pengairan di Gunungkidul.

Sistem pengairan yang digunakan unik, yakni menaikkan air dari sungai menuju ke tanah persawahan. Tekniknya dengan menggunakan tekanan air untuk mengangkat air.

Moeldoko mengatakan di lokasi ini untuk mengangkat air dari bawah ke atas sampai ketinggian 134 meter diperlukan pipa yang panjang. Karena itu, dibutuhkan biaya yang cukup tinggi.

"Kelebihan sistem ini sangat efisien. Kenapa karena tidak menggunakan mesin, murni kekuatan arus air yang dimanfaatkan, sehingga masyarakat tidak dibebani membeli bahan bakar," kata dia.

Moeldoko menjelaskan bantuannya tidak hanya di bidang pengairan. Selain itu, ia juga membantu di bidang penelitian tanah di sekitar Gunungkidul yang kurang produktif.

 

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya