PDIP: Jokowi-JK Berpeluang Selesaikan Kasus HAM Berat Masa Lalu

PDIP menilai penegakan dan penyelesaian kasus HAM di Indonesia selalu menjadi polemik di setiap pergantian pemerintahan.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 15 Des 2016, 07:36 WIB
Diterbitkan 15 Des 2016, 07:36 WIB
Jokowi-JK
Sidang kabinet Paripurna yang dipimpin Presiden Joko Widodo, di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (4/2/2015) pagi, membahas Pilkada serentak, Perppu perubahan UU tentang kelautan, dan tentang perumahan rakyat. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Bidang Hukum dan Perundang-Undangan DPP PDIP mengeluarkan catatan evaluasi tentang kinerja penegak hukum, HAM, dan perundang-undangan di Indonesia periode 2015-2016. Mereka menyoroti dua tahun pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla untuk menegakkan keadilan dan kebhinekaan di Indonesia.

Menurut Ketua DPP PDIP Bidang Hukum, HAM, dan Perundang-Undangan Trimedya Panjaitan, ada beberapa poin penting dalam catatan akhir tahun hukum dan HAM 2016.

Menurut dia, tentang penegakan dan penyelesaian kasus HAM di Indonesia selalu menjadi polemik di setiap pergantian pemerintahan. Dengan berbagai alasan, penyelesaian kasus HAM di masa lalu seperti mengambang, tak jelas ujungnya akan mengarah ke mana.

"Memasuki tahun ketiga pemerintahannya ini kami akan mendorong pemerintahan Jokowi-JK untuk mencari jalan keluar dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. Terkait warisan kasus HAM berat masa lalu ini, menurut hemat kami, dapat diambil beberapa upaya sebagai jalan keluar. Yakni, tetap dilakukan penuntasan kasusnya melalui proses hukum atau upaya yudisial. Kedua, penyelesaian secara nonyudisial," ucap Trimedya di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu 14 Desember 2016.

Menurut dia, pemerintahan Jokowi-JK harus didorong untuk berani menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu ini. karena ini bukanlah pekerjaan mudah, terbukti rezim SBY selama 10 tahun pemerintahannya tidak berhasil melakukannya.

"Namun pemerintahan Jokowi-JK masih berpeluang untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu. Selain memiliki visi dan misi yang baik dalam penegakan HAM, Jokowi juga tidak punya beban terkait pelanggaran HAM masa lalu," jelas Trimedya.

Kemudian, lanjut dia, masalah korupsi masih menjadi penyakit akut bagi Indonesia. Berbagai upaya pemberantasan korupsi, seakan saling berpacu dengan praktik-praktik korupsi yang merajalela di segala aspek kehidupan bangsa.

"Karena itu memandang gerakan pemberantasan korupsi itu perlu dievaluasi secara terus-menerus dan diperbaiki agar semakin berdaya guna dan berhasil guna. Sebagai gambaran, dalam setahun umumnya rata-rata penanganan korupsi sampai dengan pengadilan yang dilakukan oleh KPK berjumlah 60-70 kasus," terang Trimedya.

dia menambahkan, ini merupakan jumlah kecil jika dibandingkan rata-rata pengaduan 7.000 setiap tahunnya. Hal itu menunjukkan ada gap besar antara keinginan masyarakat dan realisasi penegakan hukumnya.

Kemudian, terkait pilkada serentak tahap kedua pada 2017, merupakan tahapan politik yang penting untuk memperkuat dukungan kelembagaan dan politik bagi upayapenegakan hukum tersebut di atas.

"Lembaga penegak hukum dapat memperkuat kinerjanya apabila kepala daerah terpilih memiliki integritas, transparan dan akuntabel serta berkomitmen untuk memberantas mafia ekonomi," tandas Trimedya.

Karenanya, dengan analisi yang dilakukan partainya, diharapkan penegakan hukum bisa lebih baik ke depannya. "Kita berharap ini bisa menjadi lebih baik ke depannya," ujar Trimedya.

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya