Agun Gunandjar: Hormati Proses Hukum Korupsi E-KTP

Agun Gunandjar enggan berkomentar banyak soal kasus dugaan korupsi e-KTP.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 10 Mar 2017, 07:20 WIB
Diterbitkan 10 Mar 2017, 07:20 WIB
Agun Gunandjar menjawab soal dugaan korupsi e-KTP
Agun Gunandjar menjawab soal dugaan korupsi e-KTP

Liputan6.com, Jakarta - Nama Agun Gunandjar muncul dalam dakwaan kasus dugaan korupsi e-KTP. Mantan Ketua Komisi II DPR ini pun enggan berkomentar banyak.

"Bukan saatnya dan tempatnya bagi saya untuk mengklarifikasi melalui media perihal proses penegakan hukum untuk kasus korupsi e-KTP yang sedang berjalan," ujar Agun ketika dikonfirmasi di Jakarta, Kamis, 9 Maret 2017.

Politikus Partai Golkar ini pun mengaku bahwa dia menghormati, mematuhi, dan menjalankan semua proses hukum korupsi e-KTP. Apalagi, di pengadilan, semuanya akan diuji secara terbuka. 

"Di pengadilan itulah semuanya akan diuji secara terbuka. Semoga kita semua menghormati dan menghargainya. Amin," Agun menandaskan.

Dakwaan Jaksa

Jaksa KPK dalam dakwaan mantan pejabat di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman dan Sugiharto menyebutkan sejumlah orang lain yang ikut menerima aliran dana tersebut. Orang yang menerima aliran dana itu antara lain mantan Mendagri Gamawan Fauzi sebesar USD 4.500.000 dan Rp 50 juta; mantan Sekjen Kemendagri, Diah Anggraini USD 2.700.000 dan Rp 22,5 juta; serta ‎Drajat Wisnu Setyawan senilai USD 615.000 dan Rp 25 juta.

Ada juga enam anggota lelang masing-masing sejumlah USD 50 ribu, serta Administrasi Kependudukan di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kemendagri Husni Fahmi sejumlah USD 150 ribu dan Rp 30 juta.

Selain itu, mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, menerima sejumlah USD 5,5 juta; mantan Ketua Badan Anggaran DPR, Melchias Marchus Mekeng senilai USD 1,4 juta; mantan wakil Ketua Banggar DPR, Olly Dondokambey senilai USD 1,2 juta; mantan Wakil Ketua Banggar DPR, Mirwan Amir, senilai USD 1,2 juta; dan mantan Wakil Bangar DPR Tamsil Linrung senilai USD 700 juta.
‎
‎Sementara anggota Komisi II DPR RI ‎Arief Wibowo, menerima senilai USD 108 ribu; mantan Ketua Komisi II DPR, Chairuman Harahap USD 584 ribu; mantan anggota Komisi II DPR RI yang kini menjabat Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo senilai USD 520 ribu; mantan Ketua Komisi II Agun Gunanjar Sudarsa menerima USD 1,047 juta; Mustoko Weni senilai USD 408 ribu; mendiang Ignatius Mulyono senilai USD 258 ribu; dan Taufiq Effendi sebesar USD 103 ribu.

Uang korupsi e-KTP ini yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun ini juga mengalir ke sejumlah pihak lainnya dan beberapa korporasi.

 

Ramai-Ramai Membantah

Sejumlah nama yang disebut menerima aliran dana dalam kasus e-KTP ini telah membantah hal itu. Salah satunya, mantan Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo, yang juga Gubernur Jawa Tengah. Ganjar sempat diperiksa pada 7 Desember 2016. Dia pun membantah turut menerima aliran duit dari pembahasan proyek e-KTP. Hal itu juga menjadi bagian yang ditanyakan oleh penyidik KPK dalam pemeriksaan tersebut.

"Saya pastikan saya tidak terima," kata Ganjar saat dihubungi dari Jakarta, Rabu, 8 Maret 2017.

Gubernur Sulawesi Utara, Olly Dondokambey, yang diperiksa pada 26 Januari 2017 juga membantahnya. "Kalau ada bukti, lu kasih lihat, gua tuntut lu," ujar Olly dengan nada tinggi usai diperiksa penyidik di Gedung KPK, HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis itu.

Anas Urbaningrum juga sempat diperiksa penyidik KPK pada 11 Januari 2017.

Ada nama besar lain yang sempat disebut Nazaruddin, yakni Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Jafar Hafsah, yang diperiksa KPK pada 5 dan 21 Desember 2016.

Jafar Hafsah membantah turut ‎menerima aliran dana proyek pengadaan e-KTP pada 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri. Dia berdalih masih duduk di Komisi IV saat anggaran proyek itu dibahas bersama Komisi II DPR.

"E-KTP itu saya ada di Komisi IV. Sedangkan e-KTP itu ada di Komisi II. Jadi saya tidak paham persis daripada e-KTP dan perjalanannya,‎" ujar Jafar usai pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Senin, 5 Desember 2016.

Selain Jafar Hafsah, Nazaruddin menyebutkan pihak lain yang menerima aliran dana tersebut, yakni dari kementerian; mantan Menteri Keuangan era SBY, Agus Martowardojo, yang pernah diperiksa KPK pada 1 November 2016.

Pada pemeriksaan tersebut, Agus menegaskan juga membantah tudingan itu. Dia mengaku justru dia-lah yang menolak kontrak skema tahun jamak atau multiyears, bukan Sri Mulyani.

"Saya juga dengar ada kalimat bahwa saya jadi Menkeu menggantikan Sri Mulyani 20 Mei 2010, sebelum ini ada penolakan multiyears contract oleh Sri Mulyani. Saya katakan di dalam file tidak ada penolakan dari Sri Mulyani, yang ada ketika multiyears contract mau diajukan ke Menkeu, diajukan 21 Oktober 2010, dan di 13 Desember 2010 ditolak oleh saya," tutur Agus.

Ketua DPR Setya Novanto juga menegaskan dirinya tidak menerima apa pun dari kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.

"Saya demi Allah kepada seluruh Indonesia, bahwa saya tidak pernah menerima apa pun dari e-KTP," ujar pria yang karib disapa Setnov ini saat berpidato dalam Rakornis Partai Golkar di Redtop Hotel Jakarta, Kamis, 9 Maret 2017.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya