Warga Jonggol Bertaruh Nyawa Lintasi Sungai Cipamingkis

Warga harus menyeberangi sungai melalu jembatan darurat yang kondisinya sangat ringkih.

oleh Achmad Sudarno diperbarui 18 Apr 2017, 09:22 WIB
Diterbitkan 18 Apr 2017, 09:22 WIB
Jembatan Darurat Cipamingkis
Jembatan darurat Cipamingkis. (Liputan6.com/Achmad Sudarno)

Liputan6.com, Jakarta - Sudah beberapa hari terakhir warga Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor harus bertaruh nyawa saat beraktivitas. Mereka terpaksa menggunakan jembatan darurat yang terbuat dari bambu untuk melintasi Sungai Cipamingkis.

Dua jembatan darurat menjadi penghubung Desa Jonggol dengan Desa Cariu dijadikan jalur utama masyarakat dan anak sekolah untuk beraktivitas.

Padahal, kondisi jembatan darurat ini sangat ringkih sehingga bisa membahayakan bagi siapa pun yang melintasinya. Bagian tengah jembatan tersebut hanya ditopang beberapa batang bambu dan batu.

Jarak antara permukaan air sungai dengan jembatan pun kurang dari 1 meter. Lebih mengerikan bila tiba-tiba banjir badang datang.

Warga terpaksa melintasi jembatan yang terbuat dari bambu itu karena jembatan utama ambles pada 13 April 2017 lalu.

Mudrikah, warga Desa Weninggalih mengaku sangat kesulitan mengantarkan anaknya sekolah. Pasalnya, anak kedua dari tiga bersaudara itu bersekolah di desa tetangga.

"Saya harus turun dulu sebelum melintasi jembatan setelah itu naik lagi. Jembatannya juga dibuat seadanya," kata Mudrikah, Senin, 17 April 2017.

Wahyu, tokoh masyarakat Kampung Jagaita, Desa Jonggol mengatakan, dua jembatan darurat ini dibangun satu hari setelah Jembatan Cipamingkis ambles.

"Satu jembatan sempat terbawa arus pada Sabtu kemarin akibat di hulu sungai hujan deras. Tapi sudah diperbaiki lagi," terang dia.

Sejak adanya dua jembatan darurat, warga dari berbagai wilayah di Kecamatan Jonggol hingga Kecamatan Cariu dan Tanjungsari menggunakan jembatan menyeberangi sungai. Mereka melintas ada yang berjalan kaki hingga menggunakan sepeda motor.

Karena terlalu banyaknya yang melintas, pengendara motor harus rela mengantre menunggu giliran, mengingat lebar jembatan hanya cukup untuk satu kendaraan.

"Supaya tertib, ada warga yang ngatur," terang Wahyu.

Apabila diguyur hujan maupun pada saat malam tiba, aktivitas berhenti. Aparatur setempat melarang warga melintasi jembatan tersebut karena sangat berbahaya.

"Karena berisiko. Contohnya waktu Sabtu, jembatan hanyut terbawa arus," kata Camat Jonggol Beben Suhendar.

Beben mengungkapkan, adanya jembatan darurat yang dibangun secara swadaya ini sangat membantu bukan hanya warga Kecamatan Jonggol, melainkan juga Cariu dan Tanjungsari.

Sejak Jembatan Cipamingkis ditutup karena ambles, masyarakat dari berbagai daerah khususnya warga di lima desa Kecamatan Jonggol harus memutar arah dengan jarak yang cukup jauh.

"Kasihan sekolahannya ada di seberang jembatan harus muter berkilo-kilo meter. Karenanya warga gotong royong bangun jembatan supaya aktivitas mereka terganggu," terangnya.

 

*Ikuti Quick Count Pilkada DKI Jakarta dari tiga lembaga survei di Liputan6.com pada Rabu 19 April 2017.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya