Ahok, Pasal Penodaan Agama dan Harapan Dunia

WNI di beberapa negara menggelar aksi simpatik untuk Ahok dengan menyalakan lilin dan menyanyikan lagu nasional Indonesia.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 15 Mei 2017, 19:08 WIB
Diterbitkan 15 Mei 2017, 19:08 WIB
20170509-Sidang Vonis Ahok-Pool
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok berjalan menuju kursi terdakwa di ruang persidangan Kementerin Pertanian (Kementan), Jakarta, Selasa (9/5). Ahok menghadapi sidang vonis kasus dugaan penodaan agama hari ini. (Liputan6.com/Kurniawan Mas'ud/pool)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok kini mendekam di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Ahok dipenjara usai vonis 2 tahun penjara yang diputuskan Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Ketika ditahan, banyak simpati dan dukungan yang didapat Ahok. Bahkan, dukungan langsung disampaikan para pendukung ketika Ahok masih ditahan di Rutan Cipinang, Jakarta Timur, sebelum dipindahkan ke Rutan Mako Brimob.

Dukungan dan simpati untuk Ahok tidak hanya datang dari Jakarta, tetapi juga beberapa daerah di Indonesia. Bisa dibilang, dukungan datang dari Sabang sampai Merauke.

Umumnya, para pendukung dan simpatisan Ahok menilai, putusan yang dikeluarkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara berdasarkan tekanan massa. Oleh karena itu, mereka meminta dan mendoakan Ahok agar tabah menjalani semua cobaan.

Dukungan dari luar negeri juga tidak kalah hebatnya. Warga Negara Indonesia (WNI) yang bermukim di luar Indonesia juga memberikan dukungannya kepada Ahok.

Setidaknya, aksi dukungan WNI itu terjadi di empat benua, yakni Amerika, Australia, Eropa, dan Asia.

WNI di beberapa negara menggelar aksi simpatik untuk Ahok dengan menyalakan lilin, menyanyikan lagu nasional Indonesia, dan memakai busana hitam atau merah-putih. Umumnya WNI menilai vonis 2 tahun penjara yang diterima Ahok tidak adil.

Selain soal putusan, beberapa pihak juga menilai pasal penistaan atau penodaan agama sudah selayaknya tidak digunakan bahkan dihapus. Beberapa pihak justru menilai sebaliknya karena pasal tersebut dinilai masih dibutuhkan.

Esensi Pasal Penodaan Agama

20170509-Ahok Divonis 2 Tahun Penjara-Pool
Terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok berunding dengan tim penasehat hukum setelah pembacaan putusan sidang di Kementan, Jakarta, Selasa (9/5). Majelis Hakim menjatuhkan vonis selama dua tahun penjara terhadap Ahok. (Liputan6.com/sigid Kurniawan/Pool)

Salah satu yang menggugat pasal penodaan agama adalah pakar hukum tata negara Refli Harun. Ia menilai, pasal tersebut sebagai pasal karet sehingga sudah seharusnya pasal tersebut dihapus.

Salah satu caranya dengan merevisi KUHP. Langkah lainnya yang bisa dilakukan adalah dengan uji materi atau judicial review atau peninjauan kembali pasal tersebut di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Saya kira harus dicari alasan konstitusional yang baru. Kemudian, menurut saya, hakim, penegak hukum secara selektif tidak menggunakan pasal itu kalau memang tidak ditemukan bukti pelanggaran luar biasa," ucap Refly di Jakarta, Minggu, 14 Mei 2017.

Seseorang dapat dikatakan menistakan agama, menurutnya, haruslah dalam perbuatan nyata.

"Ya harusnya memang ranah perbedaan pendapat. Soal tersinggung itu relatif. Ada yang tersinggung, ada yang enggak. Tapi kita harus lihat tindakan-tindakan nyata yang memang betul kita dianggap menistakan," ungkap Refli.

Salah satu contoh dari perbuatan menistakan agama yang nyata adalah, jika seseorang menginjak atau merobek Alquran, Injil, atau Taurat. Sebab, bagi dia, hal tersebut jelas-jelas terlihat secara nyata menistakan agama.

"Itu kan kelihatan, tapi kalau sepanjang hanya berbicara, saya kira kita harus lebih toleransi terhadap perbedaan kebebasan berpendapat," dia menegaskan.

Oleh karena itu, ia mengusulkan, para pemuka antaragama bisa duduk bersama dalam forum dialog. Langkah tersebut, menurutnya, untuk memperkuat toleransi dan kebinekaan.

"Makanya dulu ada dialog antar imam. Jadi kita harus lebih toleransi. Jadi semakin negara kita demokratis," Refly menandaskan.

Reaksi dan Harapan Dunia

20170509-Ahok Divonis 2 Tahun Penjara-Pool
Terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok berunding dengan tim penasehat hukum setelah pembacaan putusan sidang di Kementan, Jakarta, Selasa (9/5). Majelis Hakim menjatuhkan vonis selama dua tahun penjara terhadap Ahok. (Liputan6.com/sigid Kurniawan/Pool)

Beberapa negara di dunia memberikan reaksinya atas vonis 2 tahun penjara yang didapat Ahok. Umumnya, mereka menyoroti kasus yang menimpa Ahok ini karena adanya upaya kriminalisasi.

"Uni Eropa secara konsisten telah menyatakan bahwa hukum yang mengkriminalisasi penistaan agama secara diskriminatif dapat menimbulkan terhalangnya kebebasan berekspresi dan atau kebebasan beragama dan kepercayaan," demikian pernyataan tertulis Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, Selasa, 9 Mei 2017.

Di Asia Tenggara, Indonesia dinilai memiliki konsep demokrasi yang dipandang baik. Namun, nilai demokrasi itu kini tercoreng setelah penjatuhan vonis dua tahun penjara kepada Ahok.

"Ya betul (tercoreng). Beberapa hari terakhir dikritik tajam oleh badan dunia, termasuk PBB, termasuk badan-badan di Eropa dan berapa negara sahabat yang masih berharap dengan Indonesia," kata Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu, 14 Mei 2017.

Usman mengungkapkan beberapa negara, baik lembaga pemerintah, maupun nonpemerintah, mendesak agar Ahok dibebaskan. Tidak hanya itu, pemerintah Indonesia juga diminta menghapus pasal penodaan agama.

"Mungkin saya harus sampaikan di dalam pandangan badan internasional, termasuk badan pemerintah maupun nonpemerintah, mereka meminta untuk pemerintah Indonesia untuk segera melepas Basuki Tjahaja Purnama dari pemenjaraannya, dan menghapuskan penodaan agama. Itu aspirasi mereka," beber Usman.

Ia mengatakan, alasan paling mendasar karena berbagai negara telah mengalami pengalaman negatif ketika memiliki pasal penodaan agama.

"Indonesia saja dari 1965 sampai 1998 itu hanya 10 kasus penodaan agama, tetapi sejak 1998 sampai 2017 itu ada 106 kasus. Hampir ada 100 lebih dipenjara karena komentarnya tentang agama. Saya kira pendekatan begitu kurang tepat. Jauh lebih penting menguatkan pendidikan demokrasi, politik, HAM, tanpa harus menganggap itu kriminal," Usman menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya