Permohonan Maaf Anak Nelayan Papua Barat Calon Paskibraka

Bahagia tidak dapat disembunyikan oleh Timotius, nelayan Papua Barat, yang putrinya terpilih menjadi calon Paskibraka.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 27 Jul 2017, 11:35 WIB
Diterbitkan 27 Jul 2017, 11:35 WIB
20160815-Presiden-Jokowi-Tinjau-Gladi-Bersih-Paskibraka-Jakarta-FF
Anggota paskibraka 2016 melaksanakan gladi bersih upacara HUT ke-71 Kemerdekaan RI di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (15/8). Kegiatan gladi bersih ini juga ditampilkan pengibaran bendera merah putih oleh Paskibraka 2016. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Menjadi Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) bukan persoalan mudah. Tekad dan disiplin kuat menjadi salah satu faktor penentu dipilih tidaknya para Paskibra. Jenjang seleksi harus dilalui untuk membuktikan mereka pantas mengawal dan mengibarkan Sang Saka Merah Putih pada momen peringatan Hari Kemerdekaan RI, 17 Agustus 2017 nanti.

Tentu, hal ini menjadi kebanggaan sekaligus kebahagiaan orangtua. Anak mereka berhasil terpilih dan menyisihkan ratusan calon Paskibra lain mewakili provinsi asal. Selanjutnya, orangtua membayangkan jutaan pasang mata tertuju pada detik-detik mendebarkan kala Sang Saka bersiap dikibarkan. Di sana, anak mereka berbaris rapi dan derap sepatu membawa bendera pusaka.

Timotius Burdan salah satunya. Bahagia tidak dapat dia sembunyikan ketika putrinya, Kloria Marau, terpilih menjadi calon Paskibraka 2017 mewakili Provinsi Papua Barat.

Kepada Liputan6.com, Kloria menceritakan kebahagiaan ayahnya itu. Siswi SMAN 1 Rajaampat itu mengatakan, sang ayah sempat tidak menyangka dirinya yang terpilih. Maklum saja, sang ayah sehari-hari bekerja sebagai nelayan.

 Kloria Marau, anak nelayan asal Papua Barat yang lolos seleksi nasional calon Paskibraka 2017 ((Liputan6.com/Lizsa Egeham)

"Ayah saya memang bekerja sehari-hari sebagai Nelayan. Tapi Ayah itu paling senang karena anaknya bisa ikut Paskibraka di sini," kata Kloria di PP-PON Cibubur Jakarta Timur, Kamis (27/7/2017).

Sang Ayah tidak lupa berpesan kepada Kloria yang akan berjuang sebulan penuh. Hal itu sempat membuat perempuan kelahiran Meos Bekwan, 20 Januari 2001, itu menangis saat pesawat lepas landas meninggalkan Provinsi Papua Barat.

"Ayah pesan, Kloria harus bisa bertahan di sini (Jakarta), harus membanggakan Provinsi Papua Barat, terutama membanggakan Indonesia. Sempat nangis waktu pisah sama Ayah, karena sedih pisah sama ayah dan ibu," Kloria menceritakan.

Tak lupa, dia berterima kasih kepada kedua orangtuanya di rumah karena memberi kesempatan dirinya untuk bisa berdiri bersama 67 calon Paskibraka lainnya. Serta, permohonan maaf karena tidak dapat membantu mereka.

"Terima kasih Ayah dan Mamak (Ibu), selama ini sudah membimbing saya, sehingga saya bisa ada di sini. Kloria tidak bisa bantu ayah dan mamak bekerja di rumah," tutur dia.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya