Liputan6.com, Jakarta Pansus Hak Angket KPK DPR RI mengapresiasi kesaksian mantan Hakim Pengawas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Syarifuddin Umar. Kesaksian ini sekali lagi membuktikan adanya dugaan penyidikan sesat yang dilakukan penyidik KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Syarifuddin Umar.
Anggota Pansus Arteria Dahlan mengemukakan, kehadiran Syarifuddin pada rapat Pansus, Senin (21/8) kemarin, ingin mencari keadilan. Ada rekayasa kasus dalam perkara Syarifuddin yang ketika itu sedang menangani kasus pailit PT. Skycamping Indonesia pada 2011. KPK melakukan OTT, karena Syarifuddin menerima suap dari kurator Puguh Wirawan sebesar Rp250 juta.
“Kita sangat apresiasi ada seorang hakim pemberi keadilan datang ke DPR untuk mencari keadilan. Ini adalah bukti yang sempurna dan faktual bahwa keberadaan Pansus ini memang betul-betul diharapkan oleh masyarakat. Luar biasa seorang pemberi keadilan datangnya ke Pansus DPR RI. Ini membuat semangat dan tambahan energi buat Pansus agar bekerja lebih objektif dan lebih transparan, sehingga hasilnya bisa diterima oleh masyarakat banyak,” tegas Arteria.
Politisi PDI Perjuangan ini, semakin yakin bahwa memang benar ada dugaan penyidikan sesat yang dilakukan para penyidik KPK. Ia melihat, sejak awal kasus Syarifuddin disidik KPK, ada dugaan rekayasa dan ada pemodal di balik kasus mantan hakim tersebut, sehingga harus dilakukan OTT.
“Luar biasa, bukti-bukti dipenggal, direkayasa, dan sekaligus dilakukan pembusukan dan pembunuhan karakter. Dilakukan pula pembentukan opini publik, sehingga menutup kebenaran atas fakta hukum itu sendiri. Ini yang kita coba ungkap dan paparkan kepada publik bahwa penegakan hukum harus humanis, berkepastisan, dan adil. Negara pun tidak gaduh seperti ini,” ucap Arteria usai mendengarkan kesaksian Syarifuddin di rapat pansus.
Dijelaskan Arteria, mantan hakim Syarifuddin sebetulnya ingin melindungi 3.200 buruh perusahaan yang sedang dipailitkan itu. Waktu itu, Syarifuddin ingin membatalkan akta jual beli dan kemudian dilakukan lelang secara tunai, agar uangnya bisa dibagikan kepada para buruh. Tapi, kata Arteria, hakim Syarifuddin malah dikriminalisasi. Padahal, ia melakukannya sesuai hukum. Akhirnya, hingga kini para buruh tidak mendapatkan hak-haknya.
“Saya katakan, fakta ini membuka mata kita bahwa DPR-lah yang memperjuangkan buruh dan rakyat, bukan KPK,” tandas Arteria.
Pada bagian lain, ia juga mendesak adanya audit berita acara sita yang dilakukan KPK. Berapa banyak dokumen yang disita dan tidak dilaporkan. Pihaknya juga mendesak audit finansial dalam konteks OTT. Seberapa banyak yang dilaporkan KPK dari hasil OTT dari perkara-perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap.
(*)
Advertisement