Liputan6.com, Jakarta - Ahmad Muzakkir sore itu asyik bermain catur dengan rekannya di salah satu sudut rumah di Jalan Tebet Barat Dalam 1, Nomor 18, Jakarta Selatan. Sesaat menjelang waktu maghrib, permainan catur pun berakhir dan sang rekan pamit pulang ke rumah.
Dia melanjutkan kegiatan dengan mengemas bidak-bidak catur itu. Saat membereskan permainan, tiba-tiba dia mendengar teriakan keponakan dan anak-anak lainnya yang bermain di depan rumah.
"Hujan...! hujan...! Mandi hujan...! Mandi hujan...!" ujar Muzakkir menirukan teriakan bocah-bocah, saat ditemui Liputan6.com di rumahnya, Selasa 29 Agustus 2017.
Advertisement
Layaknya kejadian biasa, hujan itu tak menimbulkan keanehan bagi Muzakkir. Air tersebut dikiranya mengguyur seluruh kawasan Tebet. Namun dia menyadari ada keanehan dengan fenomena alam tersebut. Saat membuka pagar rumah, dia menyaksikan hujan hanya mengguyur tempat tinggalnya saja.
"Saya buka pagar ternyata hujan di samping rumah, persis depan kamar saya. Cuma separuh rumah hujannya. Separuh ke rumah saya, separuh lagi jalan," ungkap Muzakkir.
Ia sempat mengira hujan langka itu hanya berlangsung sebentar. Namun air terus mengguyur rumahnya sampai hampir tengah malam.
"Saya pikir kejadian langka ini cuma 10 menit. Ternyata setelah Maghrib, setelah Isya saya keluar (rumah) lagi banyak yang ramai nonton. Kurang lebih enam jam kejadiannya, dari jam setengah 6 sore sampai jam setengah 12 malam," terang Muzakkir.
Sontak fenomena langka itu langsung menarik perhatian banyak orang di sekitar rumahnya. Tak sedikit tetangga berduyun-duyun untuk menyaksikan langsung peristiwa tersebut. Bahkan ada tetangga yang sampai menumpang mandi hingga menampung air hujan tersebut.
"Saya juga coba ngerasain air hujannya walau enggak sampai basah semua badannya. Ada tetangga juga dua sampai tiga orang mandi hujan," tutur Muzakkir.
Saksikan tayang video menarik berikut ini:
Keanehan Air Hujan
Fenomena alam itu membuat orang bertanya-tanya tentang sosok Muzakkir. Mereka keheranan kepada pria yang akrab disapa Bang Aking ini.
"Ada yang sempet nanya, wih amalan Bang Aking apa nih? Ada yang bilang lu mau dapat rezeki nih. Saya cuma bilang amin. Alhamdulillah kalau beneran. Ada yang bilang juga lu mau jadi dukun nih. Saya enggak percaya. Jadi bikin orang musyrik, nambah dosa aja dong saya mah," cetus Muzakkir.
Sama dengan tetangga yang menampung air hujan itu, Muzakkir juga sempat melakukan hal serupa. Dia ingin agar air tersebut dapat diteliti oleh instansi terkait untuk mendapatkan penjelasan yang logis.
"Saya butuh penjelasan logis ya, enggak hanya supranatural. Mungkin ada orang ahlinya bisa ngasih penjelasan dari BMKG, itu hujan apa, terus siapa tahu ada yang meneliti air tersebut mengandung apa. Yang jelas, saya lihat airnya jernih," jelas dia.
Terlepas dari kejadian aneh yang terjadi, Muzakkir menganggap hujan misterius itu sebagai kuasa Tuhan. Pengalaman langka itu baru dialaminya sepanjang hidup.
"Kalau keluarga sih merasa kejadiannya aneh saja. Kan jarang hujan kayak gitu. Saya anggap itu kuasa Allah kalau seperti itu. Termasuk hujan besar itu. Lokasi hujannya paling cuma 3 meter," pungkas Muzakkir.
Sementara seorang saksi mata, Fahmi (34), menguatkan pernyataan Muzakkir. Pria yang berprofesi sebagai petugas keamanan di kompleks perumahan tempat tinggal Muzakkir ini menyaksikan sendiri kejadian langka tersebut.
"Pas saya mantau itu airnya memang turun dari langit. Airnya bukan hujan biasa. Bedanya kalau disimpan dinginnya kayak air kulkas. Kalau ditadangin ember, air hujannya kabur-kaburan terus. Kitanya yang kebasahan," cerita Fahmi saat ditemui Liputan6.com, di lokasi yang sama, Selasa 29 Agustus 2017.
Bahkan bagi Fahmi, tak mudah menampung air hujan tersebut. Butuh waktu beberapa jam agar air dapat tertampung dalam ember.
"Saya nampung airnya juga, tapi anehnya saya tampung enggak penuh-penuh, hanya sedikit. Sampai tiga jam kita tadahin enggak penuh-penuh. Dipakai buat cuci muka. Diminum juga kayak air putih biasa. Bedanya, dingin aja," tuturnya.
"Allah punya kuasa. Sebelumnya belum pernah ada kejadian kayak gitu. Baru di sini aja," imbuh Fahmi.
Advertisement
Penjelasan BMKG
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Indonesia (BMKG) menyebut hal tersebut sebagai fenomena yang langka. BMKG mengaku sulit menjelaskan secara ilmiah.
"Dari ranah keilmuan meteorologi, kemungkinan itu agak sulit diterima. Bener-bener di luar teori atau dari keilmuan meteorologi kalau hujan hanya satu rumah dan durasi lama," ujar Kasubid Analisa Informasi Iklim BMKG, Adi Ripaldi, saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa 29 Agustus 2017.
Dia mengungkapkan, ketika itu radar tidak mendeteksi adanya awan di langit Jakarta yang bisa menyebabkan hujan, khususnya di kawasan rumah tersebut. Karena itu dia mempertanyakan asal air tersebut.
"Itu awal datangnya hujan dari mana, dari alat kita juga enggak terpantau ada awan di atas Jakarta," ucap Adi.
Kalau pun ada hujan lokal, ucap dia, secara logika dan keilmuan tak hanya terjadi di satu rumah dengan durasinya yang lama. Ada dikenal istilah rain shadow atau bayangan hujan yang terjadi di daerah sempit. Kondisi tersebut terjadi lantaran adanya hempasan hujan.
"Tapi hempasan itu enggak bisa terjadi lama. Paling satu dua jam. Kalau yang di berita itu hujannya lama kan tuh, enam jam. Makanya dari segi teori keilmuan dan teknologi, agak sulit dibuktikan dari mana asalnya," kata Adi.
Namun begitu, pandangan berbeda disampaikan Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Hary Tirto Djatmiko. Menurut dia, peristiwa itu sangat mungkin terjadi.
"Jika ditinjau dari sisi fenomena cuaca hujan lokal, bahkan sangat lokal dimungkinkan terjadi. Namun dengan syarat dan ketentuan berlaku di mana parameter cuacanya terpenuhi," ujar Hary saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Rabu (30/8/2017).
Dia juga menjelaskan ketentuan yang harus dipenuhi agar hujan lokal itu terjadi. Menurutnya, hujan lokal tergantung dari penguapan, suhu, dan kelembapan udara. Selain itu, kecepatan angin dan awan juga turut mempengaruhi munculnya hujan sangat lokal tersebut.
"Fenomena tersebut bisa terjadi pada masa transisi/pancaroba maupun musim kemarau, biasanya terjadi antara siang dan menjelang malam dengan durasi singkat (tidak lama)," kata dia.