MUI Minta Umat Islam Maafkan Pelaku G30S

Sikap ini didasari agar bangsa Indonesia tidak terbebani dengan sejarah masa lampau.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 19 Sep 2017, 15:47 WIB
Diterbitkan 19 Sep 2017, 15:47 WIB
YLBHI Didemo
Puluhan polisi juga bersiaga di sekitar gedung YLBHI. Termasuk, Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Suyudi Ario Seto. (Liputan6.com/Moch Harun Syah)

Liputan6.com, Jakarta - Isu kebangkitan komunisme menyulut sekelompok orang menyerang Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia atau YLBHI di Jalan Diponegoro, Senin dini hari. Tak ayal, insiden ini membuat Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat bicara.

"MUI percaya bahwa umat Islam Indonesia adalah umat pemaaf dan bukan umat pendendam. Untuk hal tersebut, MUI mengimbau kepada seluruh umat Islam Indonesia agar dapat memaafkan semua orang yang pernah terlibat dalam peristiwa G 30 S/PKI tahun 1965, dengan tidak melupakan peristiwa sejarah yang pahit dan kelam tersebut," ujar Wakil Ketua MUI Zainut Tauhid dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Selasa (19/9/2017).

Sikap ini didasari agar bangsa Indonesia tidak terbebani dengan sejarah masa lampau.

"Dan sebagai bangsa kita dapat terus merajut kembali nilai-nilai kebangsaan dan keindonesiaan dalam semangat persaudaraan, kemanusiaan dan keadilan yang berkeadaban," tutur Zainut.

Meski demikian, Zainut mengatakan, komunisme adalah paham yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. Untuk hal tersebut, MUI tetap mendukung agar Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran PKI dan larangan terhadap penyebaran ajaran-ajaran komunisme, Leninisme, dan Marxisme, tetap dipertahankan dan tidak dicabut.

"MUI mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia agar tetap waspada terhadap semua paham dan ajaran komunisme, Leninisme dan Marxisme agar sejarah bangsa Indonesia yang kelam tidak pernah terulang kembali," kata dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Buku Sejarah

Zainut menambahkan, guna menghindari saling silang terkait peristiwa Gerakan 30 September 1965, pemerintah perlu untuk membukukan sejarah mengenai peristiwa tersebut. Karena memang hanya pemerintah-lah yang memiliki otoritas dalam menulis sejarah perjalanan bangsanya.

"Agar masyarakat memiliki panduan resmi dalam membaca sejarah bangsanya, sehingga tidak ada versi sejarah lain yang dapat menyesatkan masyarakat," kata Zainut.

MUI menyadari, bagi umat Islam Indonesia peristiwa G30S adalah catatan hitam yang sulit dihapuskan.

"Karena peristiwa tersebut merupakan tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan dan telah menorehkan luka yang sangat dalam," ujar Zainut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya