Warga Tahunya Pabrik Mercon Terbakar Tempat Kelola Limbah

Setiap hari pabrik mercon tertutup dengan warga. Warga juga tak tahu siapa pemik pabrik mercon tersebut.

oleh Moch Harun Syah diperbarui 30 Okt 2017, 06:51 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2017, 06:51 WIB
Gudang Mercon Meledak di Tangerang
Suasana pabrik kembang api yang meledak dan terbakar di Komplek Pergudangan 99, Jalan Raya Salembaran, Cengklong, Kosambi, Kab Tangerang, Banten (26/10). Dikabarkan sekitar 47 orang tewas dan 46 luka-luka akibat kejadian tersebut. (AFP Photo/Demy Sanjaya)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua RW 03 Desa Cengklong, Kosambi, Tangerang Kota, Suyatim mengatakan, warga sekitar tidak tahu soal keberadaan pabrik mercon di kawasan tersebut. Menurut Suyatim, warga selama ini hanya mengetahui gudang pabrik yang meledak merupakan lokasi pengolahan limbah.

"Tadinya gudang limbah plastik. Pemiliknya antara limbah dan kembang api berbeda. Warga situ baru tahu pas kejadian kalau ternyata itu gudang kembang api, " kata Suyatim di RS Polri Kramatjati, Jakarta Timur, Minggu, 29 Oktober 2017.

Suyatim mengungkapkan, setiap hari pabrik mercon tersebut memang tertutup. Dia melanjutkan, kebanyakan warga sekitar hanya melihat kondisi depan pabrik yang ramai saat para pekerja mulai datang dan pulang.

Suyatim juga menyebut bahwa warga sekitar banyak yang tidak mengetahui persis siapa pemilik pabrik mercon itu.

Petugas polisi dan TNI berjaga di sekitar lokasi kebakaran pabrik kembang api di Kosambi, Tangerang, Banten, Kamis (26/10). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

"Tiap hari kondisi pabrik tertutup. Jam 8 masuk jam 12 istirahat terus jam 5 pulang. Pintu samping nggak bisa terbuka, jadi aksesnya hanya pintu depan saja. Bosnya sering datang katanya, ya tapi nggak ada komunikasi ke warga," ujar dia.

Suyatim menjelaskan, letak pabrik mercon itu sendiri tepatnya di desa Belimbing. Dan desa Belimbing itu berbatasan dengan desa Cengklong. Oleh karena itu warganya banyak yang bekerja di pabrik mercon itu atau sekitarnya.

Dia pun menyebut ada tiga orang warganya yang bekerja di pabrik pembawa maut itu.

"80 persen warga sekitar yang kerja disitu. Kalau saya desa Cengklong, itu pabriknya perbatasan sama desa saya hanya sekitar 10 meter. Warga saya ada 3 orang. Satu yang ketemu itu Ibu Aminah. Tapi ada Nina sama Poni belum ketemu," jelas dia.

Perkerjakan Anak dan Upah Murah 

Suyatim juga mengungkapkan, beberapa pekerja di pabrik mercon masih anak-anak. Menurut dia, ada pekerja yang berusia 14 dan 15 tahun.

"Ada anak-anaknya yang kerja disitu. Mulai 14 tahun, 15 tahun," tutur dia.

Di samping itu,  Suyatim juga menyebut bahwa banyak pekerja yang mengeluh dengan beratnya dan resiko tinggi bekerja disana. Apalagi sang bos ingin setiap pekerja menuntaskan 200 pack kembang api.

"Pada sering keluar soalnya gak sebanding. Karyawan banyak yang keluat masuk. Soal kan mereka harus kejar target harian. Itu 1 meja ada 5 orang terus harus bisa ngebungkus kembang api 1000 pack satu hari. Kalau tercapai upahnya 50 ribu per orang. Kalau gak mencapai target ada yang 30 ribu atau 40 ribu, " beber Suyatim.

Suyatim menambahkan, kebanyakan para pekerja yang memilih keluar dari pabrik mercon juga tidak jauh-jauh lagi dan bekerja.

" Di dekat situ ada sekitar 4 atau 5 pabrik. Jadi kalau nggak cocok sama satu pabrik, pindah ke yang sebelahnya, " tutur Suyatim yang datang menemani Ambeng, selaku orang tua Aminah.

 

Dijemput Sang Ayah

Raut wajah sedih seolah tak mau lepas dari Ambeng. Dari dekat, Ambeng juga terus melafalkan doa saat jasad sang buah hati dikeluarkan dari ruang instalasi forensik dan dimasukkan ke dalam mobil ambulance.

Ambeng tidak sendirian, melainkan ditemani suami Aminah, Widodo dan Ketua RW Suyatim.

Ambeng menuturkan, sang anak Aminah baru bekerja satu bulan di pabrik mercon. Setiap harinya Aminah diantar oleh sang suami, Widodo. Ambeng mengaku tidak ada firasat apa-apa soal akan terjadinya ledakan di pabrik mercon.

"Nggak ada firasat, karena tiap hari suaminya yang antar. Dia (Aminah) baru kerja 1 bulan disana, "kata Ambeng.

Aminah, kata Ambeng, mau bekerja di pabrik mercon untuk memenuhi kehidupannya. Sebab Aminah masih memiliki anak berusia 9 tahun yang masih butuh biaya banyak kedepannya. "Anaknya aminah ada 2 yang satu usia 20 tahun, yang dua umur 9 tahun. Upahnya sehari 50.000. Ya buat sehari-hari, " Ambeng memungkasi.

Pantauan Liputan6.com, Minggu (29/10/2017) serah terima jenazah dilakukan oleh pihak RS Polri dan perwakilan keluarga di depan ruang instalasi forensik yang berada di belakang rumah sakit.

Lima mobil ambulance sebelumnya juga telah siap di depan ruang instalasi forensik. Tangis haru pun mewarnai pemindahan jenazah dari ruang instalasi ke dalam mobil ambulance.

Tidak ketinggalan, lafal-lafal doa juga terus dikumandangkan para keluarga korban.

Kepala Instalasi Forensik RS Polri Kombes Pol Edy Purnomo mengatakan, untuk jenazah kakak beradik Unia (14) dan Nilawati (17) diambil oleh Ibunya yakni Sari (43).

Kemudian jenazah Aminah (35) diambil oleh suaminya Widodo, jenazah Asep (21) diambik oleh ayahnya bernama Herman dan jenazah Nilawati diambil oleh suaminya. Sementara untuk proses pengkafanan dan pengantaran jenazah semuanya gratis.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya