Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPR RI Setya Novanto atau Setnov memberikan kuasanya kepada Fredrich Yunadi dalam sidang dengan agenda pendahuluan di Mahkamah Konstitusi (MK). Setya Novanto menguji materi terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dua pasal yang digugat, yaitu Pasal 46 ayat 1 dan 2 mengatur prosedur penetapan sebagai tersangka dan haknya. Kemudian, Pasal 12 ayat 1 huruf b tentang pencegahan dan pencekalan ke luar negeri.
Dalam sidang tersebut, Fredrich tidak tampil dominan seperti biasanya. Dia banyak mengeluarkan kata siap dan siap salah kepada Hakim Panel MK. Adapun Ketua Hakim Panel dipimpin Suhartoyo, dengan anggota hakim Maria Farida dan hakim Saldi Isra.
Advertisement
Jalannya sidang diwarnai dengan banyak perbaikan yang diberikan oleh hakim panel. Mulai dari sistematika penyusunan berkas, legal standing Setya Novanto, sampai pada menyampaikan posita atau alasan-alasan daripada sebuah tuntutan, dan petitumnya.
"Pasal yang diuji sudah beberapa kali diuji di MK. Itu sama sekali tidak kelihatan dalam perkara ini. Padahal, kalau berperkara di MK, kalau ada norma undang-undang tertentu yang sudah diuji dan diputus MK, kalau ada yang mau mengajukan lagi, harus ada yang menjelaskan apa perbedaan yang diuji sekarang dan sebelumnya. Perbedaan itu bisa argumentasi hukumnya, bisa batu ujinya. Itu harus dijelaskan," ucap hakim Saldi dalam persidangan di MK, Jakarta, Rabu (29/11/2017).
Dia menuturkan, jika ini tidak dilakukan, maka bisa dianggap ne bis in idem atau tidak boleh dituntut dua kali, karena perbuatan yang telah mendapat putusan dan berkekuatan hukum tetap.
"Kalau tidak permohonan (Setya Novanto) ini bisa dianggap ne bis in idem, karena pernah diputus sebelumnya. Tugas kuasa hukum mendalilkan kepada kami bahwa pasal ini pernah diuji sebelumnya. Ini lho perbedaannya. Harus jelas alasan dan batu ujinya," tegas Saldi.
Legal Standing
Selain itu, Saldi Isra juga menyinggung soal legal standing. Pasalnya, Setnov yang notabenenya Ketua DPR RI, dianggap tidak memiliki hal itu karena ikut membahas undang-undang ini.
"Karena ada di sini pemahaman hukum di para hakim, kalau anggota DPR ini tidak termasuk orang yang memiliki legal standing. Kami perlu sampaikan ini, supaya kuasa hukum bisa mencari argumentasi bahwa prinsipal (klien/Setnov) saudara dikecualikan dari anggapan umum itu. Itu yang harus dibantu. Sehingga permohonan ini tidak kandas, karena alasan legal standing," tegas Saldi.
Di tempat yang sama, Ketua Hakim Panel Suhartoyo meminta Fredrich mencari rujukan putusan MK, di mana Setya Novanto pernah mengajukan dan dikabulkan.
"Memang Pak Setya Novanto pernah mengajukan gugatan lalu dikabulkan. Legal standing apa yang diberikan, nanti silakan dipelajari. Meski ada perbedaan hari ini yang bapak ajukan adalah undang-undang yang sifatnya formal. Ini bukan materiilnya," tandas Suhartoyo.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement