KPK: Indeks Korupsi Indonesia Masih di Bawah Kamboja dan Myanmar

Agus menilai capaian Indonesia merupakan tren positif. Terlebih saat ini KPK bersama Polri dan Kejaksaan Agung bersinergi perangi korupsi.

oleh Anendya Niervana diperbarui 11 Des 2017, 12:00 WIB
Diterbitkan 11 Des 2017, 12:00 WIB
Rapat Dengar Pendapat KPK dan DPR
Ketua KPK, Agus Rahardjo. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo memaparkan data indeks persepsi korupsi (IPK) Transparency Internasional Indonesia (TII) se-Asean pada Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi ke-22.

Pada penjelasannya, Agus mengatakan, IPK Indonesia berada di peringkat ke-3 se-Asean. Indonesia masih kalah dibanding dengan Kamboja yang mendudui peringkat pertama.

"Peringkat 1 diduduki Kamboja, kemudian disusul oleh Myanmar. Sedangkan Singapura tidak masuk perhitungan karena lembaga antirasuah negara itu telah berdiri sejak lama yakni tahun 1952," ujar Agus Rahardjo dalam acara peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) di Hotel Bidakara, Jakarta (11/12/2017).

Namun demikian, Agus menilai, capaian Indonesia tersebut merupakan suatu tren positif. Terlebih saat ini KPK bersama Polri dan Kejaksaan Agung terus bersinergi dalam memerangi korupsi.

"Kita harus ucapkan syukur kalau kita nanti bisa bergerak bersama-sama karena dalam korupsi ini KPK dan motornya pemerintah, rakyat indonesia bantu mengawasi semua aparat negara," ujar Agus.

Agus menginginkan pemberantasan korupsi di Indonesia ke depan didasari pada pembaharuan undang-undang, yang tidak hanya menyasar pada pemerintah dan keuangan negara, namun juga sektor swasta.

"Undang-Undang kita masih kuno, karena hanya menyentuh keuangan negara, harus diluaskan bahwa suap menyuap di sektor swasta juga tidak diperkenankan," tutur Agus.

 

Gerakan Anti-korupsi 

Terkait dengan maraknya gerakan anti-korupsi yang banyak dibuat masyarakat, Agus menyoroti hal tersebut tidak mempengerahui berkurangnya kasus korupsi di Indonesia.

"Dibanyak kesempatan gerakan korupsi kok tidak bergerak, kok semakin banyak orang korupsi," kata dia.

Namun, dia mengapresiasi peran masyarakat yang yang memberi tekanan kepada institusi pemerintahan agar tetap perang melawan korupsi.

"Dukungan masyarakat ini harus disertakan kelengkapan peraturan tindak pidana korupsi. Maka kita harus wujudkan dalam legislasi kita. Legislasi yang kurang, korupsi sektor swasta,  trading influence dan UU soal asset recovery, " Agus menandaskan. 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya