Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan, pengumuman status tersangka calon gubernur Maluku Utara Ahmad Hidayat Mus, bukanlah untuk menggagalkan Pilkada Serentak 2018. KPK menyebut bahwa kasus yang menjerat Ahmad merupakan hal yang lama.
Ahmad ditetapkan sebagai tersangka korupsi pengadaan lahan Bandara Bobong, Kabupaten Sula tahun 2009, dalam kapasitasnya sebagai Bupati Kepulauan Sula periode 2005-2010.
Baca Juga
"Jadi kita umumkan (tersangka) itu tidak ada maksud sama sekali untuk menggagalkan pesta demokrasi. Jadi kita sama iramanya dengan pemerintah. Masa kita harus menunggu tiga bulan lagi sampai sudah jadi (Gubernur)," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Jumat 16 Maret 2018.
Advertisement
Syarief juga menjelaskan, penetapan tersangka Cagub Maluku Utara tersebut juga bukan untuk menutup rapat kesempatan politikus Golkar itu menjadi Gubernur Maluku Utara. Syarif menyebut yang dilakukan KPK dalam rangka penegakan hukum.
"Ini sudah kasus lama, bukan kita menargetkan orang tertentu untuk menghalang-menghalangi, misalnya kesempatan beliau untuk menjadi gubernur, tidak," jelas Laode.
Ahmad Hidayat Mus merupakan calon gubernur Maluku Utara yang mengikuti kontestasi Pilkada Serentak 2018. Dia berpasangan dengan Rivai Umar dan diusung Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Penetapan Tersangka
Sebelumnya, Ahmad Hidayat Mus (AHM) ditetapkan sebagai tersangka bersama sang adik, Zainal Mus, yang saat itu menjabat Ketua DPRD Kepulauan Sula. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka korupsi pembebasan lahan Bandara Bobong, Kabupaten Sula tahun anggaran 2009.
KPK menduga Ahmad dan Zainal Mus telah melakukan pengadaan fiktif dalam pembebasan lahan Bandara Bobong yang menggunakan APBD Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utaratahun anggaran 2009 sehingga merugikan keuangan negara hingga Rp 3,4 miliar.
"Dugaan kerugian negara berdasarkan perhitungan koordinasi dengan BPK adalah sebesar Rp 3,4 miliar, sesuai dengan pencairan kas daerah," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat 16 Maret 2018.
Dari total kerugian negara sebesar Rp 3,4 miliar itu, jelas Saut sebesar Rp 1,5 miliar diduga ditransfer kepada Zainal sebagai pemegang surat kuasa penerima pembayaran pelepasan tanah, dan senilai Rp 850 juta diduga masuk ke kantong Ahmad. Sementara, sisanya diduga mengalir kepada pihak-pihak lain.
Kasus yang menjerat politikus Golkar itu sebelumnya ditangani Polda Maluku Utara. Namun, setelah Ahmad memenangkan gugatan praperadilan, kasus dugaan korupsi tersebut dilimpahkan ke KPK.
Advertisement