Liputan6.com, Yogyakarta - Pascaerupsi, hingga saat ini belum ditemukan adanya indikasi letusan magmatik Gunung Merapi di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Jawa Tengah.
"Letusan magmatik harus dibuktikan bahwa ada campuran material baru. Tetapi sampai sekarang belum ada material yang mengarah ke magmatik," kata Kepala Seksi Gunung Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, Agus Budi Santosa, Rabu (23/5/2018), seperti dilansir Antara.Â
Sebelumnya, saat letusan freatik terjadi dini hari tadi, BPPTKG langsung melakukan analisis abu letusan. Karena, menurut Agus, kombinasi letusan freatik dan magmatik akan mungkin terjadi.
Advertisement
Namun demikian, proses analisis abu belum menunjukkan tanda-tanda mengarah ke letusan magmatik.
Jeda letusan freatik Gunung Merapi saat ini rentangnya semakin lama. Jika dibandingkan jeda letusan yang terjadi sebelumnya pada 21-22 Mei.
Selain itu, gempa tremor yang menjadi pemicu dinaikkannya status Gunung Merapi dari normal (Level I) menjadi waspada (Level II), saat ini juga sudah tidak ada lagi.
Â
Â
Letusan Freatik Kembali Terjadi?
Akan tetapi dari sisi besar letusan, menurut Kepala BPPTK, letusan freatik, Rabu, 23 Mei kemarin dinilai cukup besar. Karena memiliki amplitudo mencapai 50 mm dengan ketinggian kolom asap mencapai 2.000 meter.
"Namun untuk menyimpulkan apakah aktivitas Gunung Merapi saat ini turun atau naik kami masih butuh waktu," tambah Agus Budi.
Apakah letusan freatik akan kembali terjadi? Kepala BPPTK Gunung Merapi juga belum dapat memastikan. Menurut Agus, bila itu terjadi disebabkan ada sumbatan akumulasi gas yang terus menerus diproduksi oleh magma di puncak Gunung Merapi.
"Letusan freatik bisa terjadi meskipun tidak ada kontak gas dengan air. Ketika dia (gas) tersumbat oleh bebatuan di atas, maka terakumulasi dan menjadi letusan," ujar kata Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTK GYogyakarta, Agus Budi Santosa.
Â
Â
Saksikan video pilihan selengkapnya di bawah ini:
Â
Advertisement