Liputan6.com, Jakarta PT Angkasa Pura I (Persero) menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk tidak melepaskan balon udara, layang-layang, lampion, drones, ataupun benda terbang sejenis tanpa izin di kawasan bandara. Sebab, berpotensi membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan.
Hal tersebut disampaikan guna menindaklanjuti 14 laporan gangguan balon udara yang dilaporkan oleh para pilot sejak 14 Juni 2018. Gangguan ini dialami para pilot yang melintasi wilayah pengaturan ruang udara militer Yogyakarta (Yogyakarta Military Control Airspace), seperti Wonosari, Kebumen, Sleman, Solo, Kulon Progo, Purworejo, dan Cilacap dengan variasi ketinggian mulai dari 4.000 kaki sampai dengan 25.000 kaki di atas permukaan laut.
Selain itu, petugas pun telah mengamankan dua balon yang dilepaskan oleh warga di dekat Bandara Adisucipto Yogyakarta.
Advertisement
“Laporan-laporan tersebut menjadi perhatian serius bagi kami, mengingat pelepasan balon udara dapat membahayakan keselamatan penerbangan. Untuk itu, kami kembali menegaskan kepada masyarakat untuk tidak melepaskan balon udara dan/atau benda terbang lainnya tanpa izin di kawasan bandara,” ujar Faik Fahmi, Direktur Utama PT Angkasa Pura I (Persero).
Larangan tersebut sesuai dengan Undang-undang penerbangan Nomor 1 tahun 2009 pasal 421 ayat (2) yang menyatakan bahwa setiap orang yang membuat halangan (obstacle) dan atau melakukan kegiatan lain di kawasan keselamatan operasi penerbangan yang membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
“Mengingat bandara merupakan salah satu area yang masuk ke dalam kawasan keselamatan operasi penerbangan, PT Angkasa Pura I (Persero) senantiasa bekerja sama dengan seluruh pihak, seperti Direktorat Jenderal Udara (DJU), AirNav Indonesia, TNI, maskapai penerbangan dalam melakukan pengawasan balon udara di kawasan bandara. Kami pun telah secara aktif mengedukasi masyarakat, khususnya yang tinggal di sekitar kawasan 13 bandara AP I terkait peraturan keselamatan dan keamanan penerbangan di kawasan bandara, sehingga masyarakat menjadi paham dan patuh terhadap aturan dalam melaksanakan kebiasaan maupun aktivitas adat setempat,” ucap Faik.
Sebelumnya, pada 7 Mei 2018, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia juga telah menetapkan Peraturan Menteri No. 40 tahun 2018 yang mengatur lebih spesifik mengenai peraturan penggunaan balon udara dalam kegiatan adat atau budaya masyarakat. Contohnya, penetapan standar diameter maksimal empat meter dan tinggi tujuh meter untuk balon berbentuk oval dan/atau apabila balon tidak berbentuk oval atau bulat, maksimal dimensi empat meter x empat meter x tujuh meter.
Lebih lanjut, warna balon harus mencolok, memiliki minimal tiga tali tambatan yang terpaku atau terkait dengan pemberat di tanah, dan diterbangkan dengan ketinggian maksimal 150 meter di wilayah udara yang tidak terkontrol (uncontrolled airspace). Adapun peraturan spesifik juga menyebutkan bahwa pelepasan balon udara harus berada 15 km di luar radius kawasan bandara dan pendaratan helikopter.
(*)