Gerindra: 3 Kartu Sakti Jokowi Bentuk Kepanikan

Fadli menilai, kebijakan Jokowi soal kartu dan mempercepat Tunjangan Hari Raya (THR) adalah bentuk kepanikan.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Feb 2019, 13:55 WIB
Diterbitkan 26 Feb 2019, 13:55 WIB
Jokowi Buka Rakernas Korpri
Presiden Jokowi membuka Rapat Kerja Nasional Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) di Istana Negara, Selasa (26/2). Jokowi meminta seluruh aparatur negara mampu merespons perkembangan teknologi yang berjalan sangat cepat. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai tiga 'kartu sakti' capres petahana Presiden Jokowi bukanlah sesuatu yang baru. Menurut dia, kartu-kartu itu dikeluarkan karena elektabilitas Jokowi-Ma'ruf yang menurun.

"Ini bukan jurus baru ya. Jurus lama. Yang lama saja banyak gagalnya kok, ngapain janji-janji lagi baru," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/2/2019).

Fadli menilai, munculnya 3 kartu sakti Jokowi karena elektabilitas capres petahana itu dinilai menurun.

"Ini menurut saya jurus mabuk, karena elektabilitasnya sudah mangkrak sehingga muncul lagi jurus-jurus ini," ucap Wakil Ketua DPR RI itu.

Fadli juga menilai, kebijakan Jokowi soal kartu dan mempercepat Tunjangan Hari Raya (THR) adalah bentuk kepanikan. Serta bagian dari strategi untuk memenangkan Pilpres 2019.

"Saya kira itu kan semua orang yang punya akal sehat pasti berpendapat ini kepanikan dan katanya merasa yakin, merasa menang, kok menggunakan segala macam cara," ungkapnya.

Menurut dia, Jokowi harus menjelaskan bahwa kartu-kartu saktinya itu berasal dari dana negara yang memang disediakan untuk rakyat, dan bukan dana pribadi. Hal itu, kata Fadli penting demi mencegah kesalahpahaman.

"Ini missleading yang seperti ini yang hoaks dan fitnah itu. Itu seolah-olah keluar dari kantong pribadinya engga ada urusannya itu. Begitu juga dengan THR. THR kan juga masih lama. Nanti saja dong," ucap dia.

Sementara itu, Analis Ekonomi Politik Fine Institute, Kusfiardi mengatakan, Kartu PKH, KIS, KIP, Kartu Sembako Murah, KIP Kuliah dan Kartu Pra-Kerja menurutnya hanya upaya mendidik masyarakat dengan hal-hal instan.

“Ini instrumen menyenangkan semua orang, dengan cara menyebar subsidi, bansos, atau BLT sebanyak-banyaknya,” kata Kusfiardi di Jakarta, Senin (25/2/2019).

Kusfiardi menjelaskan, dalam pembukaan UUD 1945, terkait kewajiban pemerintah menyebutkan bahwa pembentukan suatu Pemerintah Negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Dalam batang tubuh konstitusi ditegaskan pula bahwa akses terhadap pendidikan adalah hak setiap warga negara. Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 (pasca perubahan) juga merumuskan bahwa setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar, sedangkan pemerintah wajib membiayainya,” jelasnya.

Kemudian terkait hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, Ia mengutip Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

“Ayat ini memuat pengakuan dan jaminan bagi semua orang untuk mendapatkan pekerjaan dan mencapai tingkat kehidupan yang layak bagi kemanusiaan,” tambahnya.

Dengan demikian, Kusfiardi menilai, seluruh program bansos capres petahana bukan hanya mereduksi makna bantuan sosial tapi juga bertentangan dengan apa yang diamanatkan oleh konstitusi UUD 1945.

“Bahkan, bansos digunakan untuk mengakali kinerja capres petahana, terutama dalam hal menurunkan angka kemiskinan,” ucap Kusfiardi.

3 Kartu Sakti Jokowi

Sebelumnya, sejumlah program diakui calon presiden petahana Joko Widodo atau Jokowi telah disiapkan jika kembali terpilih untuk kedua kalinya.

Hal ini disampaikan mantan Gubernur DKI Jakarta itu di hadapan ribuan pendukungnya di Sentul Internasional Convention Center (SICC), Bogor, Minggu, 24 Februari kemarin. Tiga program tersebut antara lain, Kartu Sembako Murah, Kartu Pra-Kerja dan KIP Kuliah.

"KIP kuliah sengaja digagas untuk meningkatkan akses pendidikan bagi masyarakat. Saat ini pemerintah baru memiliki program KIP untuk pelajar tingkat SD, SMP, dan SMA saja," tutur Jokowi.

Menurut Jokowi, tak bisa pungkiri, untuk membangun sumber daya manusia(SDM) secara besar-besaran butuh dana yang sangat besar. Namun, dia meyakinkan masyarakat bahwa dana tersebut telah disiapkan.

 

Reporter: Sania Mashabi

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya