Soal Kasus BLBI, Maqdir Minta KPK Berbesar Hati Terima Putusan MA

Menurut Kuasa Hukum Sjamsul Nursalim, Maqdir Ismail, pernyataan KPK yang menerima putusan MA dinilai bertentangan dengan yang disampaikan.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 21 Jul 2019, 04:54 WIB
Diterbitkan 21 Jul 2019, 04:54 WIB
20160112-Maqdir Ismail-YR
Pengacara Maqdir Ismail (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa mereka menghormati Putusan Mahkamah Agung (MA) dalam perkara Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT).

Namun begitu, menurut Kuasa Hukum Sjamsul Nursalim, Maqdir Ismail, tindakan KPK justru bertentang dengan yang disampaikan.

"Pernyataan bahwa KPK menghormati Putusan MA ini hanya pemanis bibir saja, karena ternyata juru bicara dan pimpinan KPK menyatakan tetap akan memanggil Sjamsul Nursalim (SN) dan Itjih Nursalim (IN) sebagai tersangka,” ujar Maqdir dalam keterangannya, Jakarta, (21/7/2019).

Dia menambahkan tindakan KPK secara sengaja menempelkan copy surat panggilan di papan pengumuman PN Jakarta Pusat merupakan bukti KPK tidak menghormati putusan MA. Pun dengang pemanggilan Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim.

"Sekiranya KPK benar menghormati putusan MA, tidak selayaknya mereka tetap memanggil SN dan IN sebagai tersangka, mengingat dalam surat dakwaan SAT dia didakwa melakukan perbuatan pidana bersama-sama dengan SN, IN dan Dorodjatun Kuntjoro Jakti," ujar Maqdir.

Dia menunjukkan bahwa dalam putusan MA pada 9 Juli, menyatakan tindakan terdakwa Syafruddin Aryad Temenggung tidak merupakan suatu tindak pidana dan melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (ontslag van allerechtsvervolging).”

“Dengan demikian berarti bahwa kedudukan SN dan IN sebagai kawan peserta dari SAT dalam melakukan perbuatan pidana adalah batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya”, tegas dia.

Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi di negara ini telah memutuskan bahwa penerbitan SKL BLBI BDNI bukan merupakan tindak pidana, hal mana sesuai Release and Discharge yang diberikan Pemerintah kepada SN pada tahun 1999 karena telah memenuhi seluruh kewajibannya.

“Seharusnya Pimpinan KPK berbesar hati untuk menerima Putusan MA yang menyatakan bahwa perkara yang terkait SN dan IN bukan lagi merupakan perkara yang dapat ditangani KPK,” tegas Maqdir.

Maqdir menyatakan statement dan tindakan KPK yang bermaksud meneruskan proses pidana terhadap SN dan IN menunjukkan lembaga itu telah tidak menghormati sejumlah pihak. Seperti MA, Release and Discharge dari Pemerintah, dan Instruksi Presiden, serta statement Wakil Presiden JK yang meminta menghormati putusan MA.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Tetap Usut Kasus Sjamsul Nursalim

KPK Beri Keterangan Terkait Gratifikasi Proyek Tower BTS Bupati Mojokerto
Juru Bicara KPK Febri Diansyah memberi keterangan terkait dugaan korupsi Bupati Mojokerto, Mustofa Kamal Pasa, Jakarta, Senin (30/4/). Dalam pengeledahan rumah Mustofa, KPK benyita sejumlah mobil dan uang sebesar 4 millyar. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Sebelumnyam, penyidik KPK mengagendakan pemeriksaan mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi seputar kasus korupsi penerbitan SKL BLBI terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).

"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SJN (Sjamsul Nursalim)," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Rabu (10/7/2019).

Selain Laksamana Sukardi, tim penyidik juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Ketua BPPN Glenn Muhammad Surya Yusuf, PNS Edwin Abdullah, dan pihak swasta Farid Hardianto. Ketiganya juga diperiksa untuk tersangka Sjamsul Nursalim.

"Penyidikan BLBI ini tetap kami proses sesuai hukum acara yang berlaku. Dan sampai saat ini penyidik belum menerima pemberitahuan siapa yang telah ditunjuk dan diberikan surat kuasa khusus oleh SJN dan ITN dalam perkara ini," kata Febri.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI.

Penetapan ini merupakan pengembangan dari perkara mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung yang divonis 15 tahun penjara di tingkat PT DKI. Namun di tingkat kasasi, Syafruddin dibebaskan.

Berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor Jakarta, perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul sebesar Rp 4,58 triliun. Sjamsul dan Itjih sendiri diketahui menetap di Singapura. Meski demikian, aset dan bisnis Sjamsul menjalar di Tanah Air.

Salah satunya, PT Gajah Tunggal Tbk yang memiliki anak usaha seperti PT Softex Indonesia, PT Filamendo Sakti, dan PT Dipasena Citra Darmadja. Selain itu, Sjamsul juga menguasai saham Polychem Indonesia yang sebelumnya bernama GT Petrochem.

Sjamsul juga memiliki sejumlah usaha ritel yang menaungi sejumlah merek ternama seperti Sogo, Zara, Sport Station, Starbucks, hingga Burger King. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya