Liputan6.com, Jakarta Tsunami Aceh, gempa Lombok, Bengkulu, Palu dan Donggala menjadi catatan bahwa Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. Jauh sebelum bencana itu terjadi, ada bencana maha dahsyat yang pernah terjadi di Indonesia. Efek dari bencana itu bahkan dirasakan hingga ke seluruh dunia.
Bencana tersebut adalah letusan Gunung Krakatau pada 27 Agustus 1883. Sejarah Hari Ini mencatat bencana besar itu berawal pada Minggu, 26 Agustus 1883, pukul 12.53, letusan permulaan menyemburkan awan gas yang bercampur material vulkanik setinggi 24 kilometer di atas Gunung Perboewatan.
Klimaksnya adalah ledakan mahadahsyat yang terjadi pada Senin, 27 Agustus 1883 pukul 10.02 pagi.
Advertisement
Empat ledakan dahsyat yang terjadi membikin tuli orang-orang yang berada relatif dekat dengan Gunung Krakatau. Namun, gelegarnya terdengar hingga Perth, Australia yang jaraknya 4.500 kilometer.
Cerita soal letusan Krakatau sudah terdengar hingga kemana-mana. Bahkan, letusan ini menjadi salah satu bencana besar yang pernah melanda dunia.
Tercatat, suara ledakan dan gemuruh letusan Krakatau terdengar sampai radius lebih dari 4.600 km hingga terdengar sepanjang Samudra Hindia, dari Pulau Rodriguez dan Sri Lanka di barat, hingga ke Australia di timur.
Letusan tersebut masih tercatat sebagai suara letusan paling keras yang pernah terdengar di muka Bumi. Siapa pun yang berada dalam radius 10 kilometer niscaya menjadi tuli. The Guiness Book of Records mencatat bunyi ledakan Krakatau sebagai bunyi paling hebat yang terekam dalam sejarah.
"Akibatnya tak hanya melenyapkan sebuah pulau beserta orang-orangnya, melainkan membuat mandek perekonomian kolonial yang berusia berabad-abad," demikian ungkap Simon Winchester, penulis buku Krakatoa: The Day the World Exploded, 27 Agustus 1883.
Para Ilmuwan menyatakan letusan dahsyat Gunung Krakatau pada Senin, 27 Agustus 1883 itu bahkan kekuatannya setara dengan 100 megaton bom nuklir, atau setara 13.000 kali kekuatan bom atom yang meluluhlantakkan Hiroshima dan Nagasaki.
Letusan Krakatau juga menciptakan fenomena angkasa. Lewat abu vulkaniknya. Abu yang muncrat ke angkasa, membuat Bulan berwarna biru.
Seperti dimuat situs Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), beberapa partikel abu Krakatau, memiliki ukuran 1 mikron (atau satu per sejuta meter), ukuran yang tepat untuk menghamburkan warna merah, namun masih memberi peluang bagi warna lain untuk menerobos. Sinar Bulan yang bersinar putih berubah menjadi biru, kadang hijau.
Bulan berwarna biru bertahan bertahun-tahun pasca-erupsi. Kala itu, tak hanya Bulan yang penampakannya berubah. Orang-orang saat itu juga menyaksikan Matahari berwarna keunguan seperti lavender.
Sejumlah laporan bahkan menyebut, korban letusan Krakatau mencapai 120 ribu. Kerangka-kerangka manusia ditemukan mengambang di Samudra Hindia hingga pantai timur Afrika sampai satu tahun setelah letusan.
Ubah Suhu Dunia
Dikutip dari situs sains LiveScience, muncul dinding air setinggi 120 kaki atau 36,5 meter, yang dipicu melesaknya Krakatau dan naiknya dasar laut. Di wilayah pesisir, suara gelegar terdengar dari kejauhan, suaranya kian dekat dan kuat. Laut pun kemudian menggila.
Ledakan tersebut melemparkan sekitar 45 kilometer kubik material vulkanik ke atmosfer. Menggelapkan langit yang menaungi wilayah yang berada di radius 442 km dari Krakatau. Barograf di seluruh dunia mendokumentasikan tujuh kali gelombang kejut.
Digambarkan, dalam 13 hari, lapisan sulfur dioksida dan gas lainnya mulai menyaring jumlah sinar matahari yang bisa mencapai Bumi. Efek atmosfer yang diakibatkan membuat pemandangan matahari terbenam yang spektakuler di seluruh Eropa dan Amerika Serikat.
Suhu global rata-rata mencapai 1,2 derajat lebih dingin selama lima tahun setelahnya.
Pasca-erupsi dahsyat Krakatau hancur sama sekali. Mulai pada 1927 atau kurang lebih 40 tahun setelahnya, muncul gunung api yang dikenal sebagai Anak Krakatau. Dia terus meletus secara sporadis sejak saat itu. Ia sedang bertumbuh, terus mendekati ukuran induknya yang hancur berkeping.
Advertisement