Liputan6.com, Jakarta - Sempat melarang menteri-menterinya merangkap jabatan pada 2014 silam, Presiden Joko Widodo justru mangenulir kebijakannya di Kabinet Indonesia Maju. Kini, Jokowi membolehkan pembantu-pembantunya memiliki jabatan lain di struktur partai.
Setidaknya ada tiga ketua umum partai yang masuk dalam kabinet Indonesia Maju, yakni Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Plt Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa.
Belum lagi beberapa menteri yang masih menjabat sebagai pengurus di partainya masing-masing. Sebut saja Menkominfo Johnny G Plate yang masih menjabat Sekjen NasDem, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah yang masih Ketua DPP PKB, dan Edhy Prabowo yang juga Waketum Gerindra.
Advertisement
Terkait sikap Jokowi itu, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai, kebijakan itu agak berbahaya, mengingat potensi dampak negatif yang ditimbulkan.
Selain rentan adanya konflik kepentingan, pemerintah akan terkesan menampung kepentingan kelompok. Sebab partai politik selama ini berfungsi merealisasikan visi dan misi kepentingan kelompok berdasarkan aspirasi pemilih.
"Karena itu seharusnya Presiden justru mengingatkan menteri-menterinya agar jangan rangkap jabatan," kata Ujang saat dihubungi di Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Jokowi, lanjut Direktur Indonesia Political Review (IPR) itu, seharusnya sadar banyaknya menteri yang rangkap jabatan akan berdampak buruk kepada kinerja pemerintah secara luas.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi, Icsanuddin Noorsy juga berpendapat senada. Dia mencontohkan Menko Ekonomi yang rangkap jabatan sebagai ketua umum parpol ketum parpol, menunjukkan buruknya sistem yang dipakai di pemerintahan Jokowi.
"Struktur pemerintah digabung menjadi struktur politik, rusak sistem ini. Ketum sekaligus jadi Menteri Ekonomi. Ini salah sistem. kata Noorsy. Menurut dia, kondisi ini bisa mengancam Indonesia berada dalam lingkaran krisis ekonomi.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:Â
Hadapi Tantangan Berat
Dia menjelaskan, menteri-menteri Jokowi, utamanya Menko Perekonomian tengah dihadapkan pada tantangan berat dalam memperbaiki kinerja ekonomi.
Noorsy menyebut lima tangangan di antaranya, tingkat suku bunga rendah dan fiskal ekspansif, tantangan deglobalisasi, memperbaiki daya beli masyarakat, serta tantangan menihilkan ketergantungan dari pihak luar.
"Risiko pasar Indonesia sangat tinggi. Nilai tukar sangat sensitif. Artinya posisi Indonesia rentan krisis," katanya lagi.
Karena itulah, menurut Noorsy, menteri-menteri ekonomi Jokowi dituntut fokus. Bukan malah tenaga dan pikirannya dibagi untuk mengurusi parpol.
Advertisement