Liputan6.com, Jakarta Peneliti ICW Tama Langkun, menyebut ada inkonsistensi hukuman terhadap koruptor. Sebab, pernyataan koruptor bisa dihukum mati berbanding terbalik dengan fenomena keringanan hukuman diterima narapidana korupsi yang peninjauan kembalinya banyak yang dikabulkan Mahkamah Agung (MK).
"Misal yang ajukan PK itu akhir 2019, ada Idrus Marham, ada Suroso Atmomartoyo, yang (putusannya) menghilangkan denda, sanksinya berat jadi sangat ringan," kata Tama di Jakarta, Minggu (15/12/2019).
"Terjadi inkonsistensi," tegas Tama.
Advertisement
Selain keringanan di level Mahkamah Agung, inkonsistensi terhadap koruptor memiliki standar berbeda. Tama mencontohkan dua petinggi partai seperti Nazarudin dan Setya Novanto yang keduanya disinyalir memiliki aliran dana ke luar negeri tidak dijatuhi hukuman seragam. Tama melihat, hanya Nazarudin yang ditindak dengan pasal pencucian uang.
"Harusnya ya kalau ke beberapa negara kena pasal pencucian uang sehingga tak ada inkonsistensi, semua standar aturan hukum penindakannya," jelas Tama.
Karenanya, menyangkut hukuman mati yang sempat dilontarkan Presiden Jokowi saat menjawab pertanyaan siswi SMK 57 Jakarta di Hari Antikorupsi Sedunia 2019, Tama merasa heran bagaimana jika benar diterapkan merata oleh Presiden Jokowi.
"Kita harap tentu presiden punya desain besar terkait pemberantasan korupsi yang menurut saya hilang. Kalau mau penguatan terhadap penindakan korupsi revisi UU Tipikornya, bukan UU KPK nya," ujar Tama.