Liputan6.com, Jakarta - Nasib Kompol Rosa Purbo Bekti mulai menemukan titik terang. Setelah sempat menyangkal, Polri akhirnya mengakui bahwa Kompol Rosa telah ditarik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kompol Rosa diketahui merupakan salah satu anggota tim yang turut terlibat dalam penyelidikan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dari Fraksi PDIP yang menyeret mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan politikus PDIP Harun Masiku.
Baca Juga
"Berkaitan dengan Kompol Rosa memang sudah dikembalikan ke kepolisian," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Raden Prabowo Argo Yuwono di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (5/2/2020).
Advertisement
Argo menuturkan, pengembalian Kompol Rosa sudah dibicarakan oleh dua pimpinan lembaga terkait, yakni KPK dan Polri. Menurut dia, penarikan penyidik KPK ke institusi asal merupakan hal yang biasa dalam perjanjian kerjasama antarlembaga.
"Tentunya akan kita gunakan anggota tersebut tenaganya untuk di pihak kepolisian. Tidak masalah. Dan yang di KPK juga masih banyak kepolisian yang lain," kata Argo.
Nasib Kompol Rosa sempat terkatung-katung lantaran dikabarkan tidak lagi mendapatkan haknya sebagai pegawai KPK, mulai dari akses gedung, email, hingga gaji. Apalagi Polri sempat mengeluarkan pernyataan bahwa penarikan Kompol Rosa dari KPK batal dilakukan.
"Jadi kemarin ada Pak Rosa ya, itu kita tidak tarik ya. Dia tetap di KPK karena masih sampai September habis," ucap Argo di PTIK, Jakarta Selatan, Rabu 29 Januari 2020 lalu.
Sesuai perjanjian kedua lembaga, masa tugas Kompol Rosa seharusnya baru habis pada 23 September 2020. Namun Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan bahwa Rosa sudah tidak lagi menjadi pegawai di lembaga antirasuah sejak 22 Januari 2020.
"Penyidik atas nama Rosa sudah dikembalikan (ke Polri) tanggal 22 Januari 2020 sesuai dengan surat keputusan pemberhentian pegawai negeri yang dipekerjakan di KPK sesuai keputusan pimpinan KPK," ujar Firli saat dikonfirmasi, Selasa 4 Februari 2020.
Firli menegaskan, pengembalian seorang penyidik ke lembaga asalnya adalah hal wajar. Menurutnya, surat keputusan pemberhentian sudah ditandatangani oleh Sekjen KPK dan petikan ditandatangani Karo SDM.
Mantan Kapolda Nusa Tenggara Barat itu menegaskan, keputusan tersebut tak bisa dibatalkan meski Polri belum menerima pengembalian Kompol Rosa.
"Pimpinan KPK tidak membatalkan keputusan untuk mengembalikan yang bersangkutan. Rosa sudah diberhentikan dari penyidik KPK bersama saudara Indra, sesuai dengan surat keputusan komisi terhitung mulai tanggal 1 Februari 2020 dan sudah dihadapkan ke Mabes Polri pada 24 Januari 2020," kata Firli.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tak Terima Surat Pemberhentian
Kompol Rosa mengaku tak pernah menerima surat pemberhentian sebagai pegawai lembaga antirasuah dari pimpinan KPK. Hal tersebut sebagaimana diungkap Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo.
"Mas Rosa tidak pernah menerima surat pemberhentian dari KPK atau pun diantarkan pihak KPK ke Mabes Polri untuk dikembalikan," ujar Yudi saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu (5/2/2020).
Yudi mengaku sudah bertanya langsung kepada Kompol Rosa ihwal tersebut. Hal ini sekaligus merespons pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri yang menyatakan pimpinan KPK telah menandatangani surat keputusan pemberhentian Rosa sebagai pegawai.
Menurut Yudi, Rosa yang merupakan salah satu tim yang menangani kasus dugaan suap terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait penetapan politikus PDIP Harun Masiku sebagai anggota DPR RI ini juga tak pernah mendapat pemberitahuan soal pemulangan dirinya ke Polri.
"Mas Rosa juga tidak pernah mendapatkan pemberitahuan kapan tepatnya diberhentikan dari KPK dan apa alasan jelasnya, karena tidak pernah ada pelanggaran disiplin atau sanksi etik yang dilakukan dirinya," kata Yudi.
Yudi berpandangan, pemulangan Rosa ke institusi Polri merupakan keputusan sepihak dari pimpinan KPK. Maka dari itu, Yudi berharap pengembalian Rosa ke Korps Bhayangkara dibatalkan hingga masa tugas Rosa berakhir pada September 2020.
"Kami menyayangkan pengembalian sepihak dan tiba tiba ini, karena seharusnya Mas Rosa diberikan penghargaan atas prestasinya mengungkap kasus korupsi seperti OTT KPU kemarin," kata Yudi.
Menurut Yudi, Rosa masih ingin menuntaskan masa baktinya memberantas tindak pidana korupsi di lembaga antirasuah. Meski Rosa kini sudah tak mendapatkan akses di gedung Merah Putih tersebut.
"Mas Rosa masih ingin bekerja sebagai penyidik KPK, apalagi sudah ada pernyataan dari Mabes Polri menyatakan bahwa Mas Rosa tidak ditarik karena masa tugasnya masih sampai September 2020," kata Yudi.
Advertisement
Tanda Tanya Besar
Mantan komisioner KPK Bambang Widjojanto alias BW ikut berkomentar soal polemik yang dihadapi penyidik KPK Kompol Rosa Purbo Bekti. BW mempertanyakan alasan KPK memulangkan penyidik yang masa tugasnya belum habis itu.
"Jika masa kerja tugas Rosa sebagai penyidik KPK baru selesai di September 2020 dan Rosa kini tengah melakukan penyidikan skandal kasus korupsi Harun Masiku yang mendapatkan perhatian serius dari publik, tapi mengapa Rosa justru harus dipulangkan," ujar BW dalam keterangannya, Rabu (5/2/2020).
"Bukankah, ada begitu banyak penyidik yang dimiliki Polri. Sedangkan penyidik KPK sangat terbatas jumlah penyidiknya," kata BW menambahkan.
BW pun berharap polemik ini segera berakhir. Maka dari itu, BW meminta Dewan Pengawas KPK untuk segera turun tangan. Sebab, fungsi dewan pengawas berdasarkan Pasal 37B UU KPK menyatakan dewan pengawas bertugas mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK.
"Apakah ada indikasi kuat kebohongan yang diduga dilakukan Ketua KPK dalam sengkarut ini. Semoga Dewas hadir," ucap BW.
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera turut menyoroti keputusan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memulangkan jaksa dan penyidik yang menangani kasus Harun Masiku ke institusi asalnya.
Menurut Mardani, langkah KPK mengembalikan jaksa dan penyidiknya ke institusi asalnya itu justru menimbulkan tanda tanya besar bagi masyarakat. Apalagi, hingga saat ini, KPK belum juga berhasil menangkap Harun Masiku yang telah dimasukkan ke dalam daftar pencarian orang (DPO).
“Justru kejadian penyidik dan jaksa yang ditarik kembali membuat masyarakat bertanya, ada apa?” kata Mardani kepada merdeka.com, Rabu (5/1/2020).
Mardani mengatakan, kasus Harun Masiku menjadi ujian integritas dan independensi bagi pimpinan lembaga antirasuah. Masyarakat bisa melihat secara utuh bagaimana langkah KPK mengungkap kasus yang melibatkan komisioner KPU Wahyu Setiawan dan mantan caleg PDIP itu.
“Di era transparansi, semua terlihat nyata. Pikiran kasus Harun Masiku akan hilang ditelan waktu adalah naif,” sambungnya.
Anggota Komisi II DPR ini mengaku sedih, hingga kini KPK belum bisa menangkap Harun Masiku. Keberadaan politikus PDIP itu juga belum diketahui hingga kini.
“Waktu terus berjalan. Sedih hingga saat ini Harun Masiku belum juga diketahui,” ucapnya.
Indonesia Corruption Watch (ICW) juga menyoroti pemulangan jaksa dan penyidik KPK ke lembaga asalnya. Apalagi jaksa dan penyidik yang dipulangkan itu dinilai memiliki integritas dalam menangani sebuah kasus.
"ICW meminta pimpinan KPK menjalankan aturan secara benar terkait kepegawaian, dan tidak melakukan tindakan-tindakan yang bertendensi menyingkirkan orang-orang berintegritas di KPK," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan persnya, Kamis (30/1/2020).
Salah satu yang disoroti ICW adalah pemulangan Kompol Rosa. ICW mengingatkan kepada pimpinan KPK agar serius mendukung kerja-kerja tim penyidik dalam membongkar kasus suap penetapan Harun Masiku sebagai anggota DPR periode 2019-2024 melalui mekanisme PAW.
"Pengembalian Kompol Rosa oleh pimpinan KPK merupakan bentuk tindakan yang jelas-jelas berseberangan dengan upaya menuntaskan skandal PAW tersebut," kata Kurnia.
Meski demikian, ICW mengapresiasi langkah Polri yang menunda pemulangan Rosa ke Korps Bhayangkara. Masa tugas Rosa di KPK akan berakhir pada September 2020 mendatang.
"ICW memberikan apresiasi kepada Kepolisian RI yang secara tegas menolak pengembalian penyidik KPK, Kompol Rosa yang sedang menangani perkara strategis di KPK. Sikap ini bentuk dukungan terhadap kerja KPK dan sikap menghargai independensi KPK," kata Kurnia.