Liputan6.com, Jakarta - DPRD Kabupaten Jember melalui fraksi-fraksinya sepakat untuk mengusulkan pemberhentian Bupati Jember Faida dalam rapat paripurna hak menyatakan pendapat.
Rapat tersebut digelar di ruang sidang utama di DPRD setempat selama empat jam sejak pukul 11.00 WIB hingga 15.00 WIB, Rabu, 22 Juli 2020.
Baca Juga
"Keberadaan bupati sudah tidak diinginkan oleh DPRD Jember selaku wakil rakyat," kata Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi usai rapat paripurna hak menyatakan pendapat mengusulkan pemberhentian Bupati Jember Faida, Rabu, 22 Juli 2020.
Advertisement
Konflik antara DPRD Kabupaten Jember dengan Bupati Jember Faida bermula pada permasalahan di kabupaten tersebut yang belum memiliki APBD.
Selain itu, anggaran COVID-19 Jember yang diputuskan sepihak oleh Bupati Faida tanpa rapat dengan DPRD berujung proses hak angket.
"Itu adalah sebagian dari potret ketidakharmonisan antara fungsi pengawasan dan pengelolaan APBD Jember. Karena itu, kami memilih konsultasi dengan DPD RI dan Kemendagri dengan prinsip money follow function," kata Itqon.
Berikut 5 hal terkait usulan DPRD Kabupaten Jember melakukan pemberhentian terhadap Bupati Jember Faida dihimpun Liputan6.com:
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Awal Mula Masalah
Ketua DPRD Kabupaten Jember Itqon Syauqi mengungkapkan, permasalahan dengan Bupati Jember Faida ini bermula saat kabupaten tersebut belum memiliki APBD.
Kemudian, anggaran COVID-19 Jember yang diputuskan sepihak bupati tanpa rapat dengan DPRD berujung proses hak angket. Selain itu, bupati juga bertindak sepihak memotong pos anggaran dewan yang cukup signifikan.
"Itu adalah sebagian dari potret ketidakharmonisan antara fungsi pengawasan dan pengelolaan APBD Jember. Karena itu, kami memilih konsultasi dengan DPD RI dan Kemendagri dengan prinsip money follow function," ujar Itqon.
"Apalagi rekomendasi dari Kemendagri juga diabaikan oleh Bupati, dan masih banyak lagi, seperti menggunakan APBD tanpa payung hukum dan penyalahgunaan wewenang lainnya, sehingga yang dirugikan adalah rakyat," sambung dia.
Â
Advertisement
DPD RI Bantu Cari Jalan Keluar
Sementara itu, Senator Jawa Timur Ahmad Nawardi menilai apa yang dilakukan Bupati Jember sudah melanggar undang-undang.
"Saya kira hak angket yang dilayangkan oleh DPRD itu sudah selayaknya, saya juga harap Kemendagri dan DPD RI dapat menengahi dan menelaah lebih dalam untuk mencari solusi. Karena saya khawatir konflik ini bisa mengganggu pelaksanaan pilkada di Jember, bahkan bisa mengarah kepada konflik horisontal," tukas Ahmad.
Ketua Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI Sylviana Murni berjanji akan mencari jalan keluar yang objektif dengan meminta Kemendagri bertindak sesuai koridor peraturan perundangan yang berlaku.
Menurut dia, bila perlu memanggil terlebih dahulu Bupati Jember Faida sebelum mengambil keputusan terkait dugaan maladministrasi dan pelayanan publik yang dilakukan Bupati Jember.
"Ini sesuai tugas dan kewenangan kami, BAP DPD RI yang ditugaskan Ketua DPD RI untuk mencari solusi terhadap permasalahan tersebut. Bila perlu kami juga akan mengundang Bupati Jember. Jadi bukan hanya Kemendagri yang mengundang. Hal ini perlu dilakukan karena kami harus objektif dalam menjalankan tugas secara kelembagaan sehingga didapatkan keputusan yang diambil atas dasar informasi yang komprehensif," ujar Sylviana.
Â
Konsultasi antara DPRD Jember, DPD RI, dan Mendagri
Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian menunggu keputusan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa sebelum mengambil sikap atas konflik Bupati Jember Faida dengan DPRD Kabupaten Jember yang berlarut-larut.
"Saya mendapat laporan, Gubernur Jatim tanggal 24-26 Juni besok akan melakukan pemeriksaan kembali terhadap permasalahan ini. Kami di Kemendagri menunggu hasilnya, jika tidak tuntas, baru kami akan melakukan langkah berikutnya," kata Tito dalam Forum Konsultasi dan Mediasi yang difasilitasi DPD RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin, 22 Juni 2020.
Selain Mendagri dan Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, hadir dalam forum tersebut Wakil Ketua DPD RI Sultan Baktiar Najamudin, Ketua Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI Slyviana Murni, Ketua dan Pimpinan DPRD Kabupaten Jember, Senator DPD RI Ahmad Nawardi, Bustami Zainudin dan sejumlah tokoh masyarakat dari Kabupaten Jember.
Menurut Tito, persoalan Kabupaten Jember sebenarnya hanya persoalan komunikasi antara kepala daerah dan DPRD sehingga mekanisme check and balance tidak berjalan.
Sementara itu LaNyalla mengatakan forum konsultasi ini digagas dalam rangka mediasi sekaligus mencari jalan keluar yang efektif dan tepat terhadap dinamika politik antara Bupati dan DPRD Kabupaten Jember yang berlarut-larut sehingga menghambat pembangunan daerah.
"Apalagi saat ini dampak pandemi COVID-19 sangat merugikan masyarakat, sudah seharusnya semua pihak diharapkan kompak dan bersinergi agar ekonomi daerah tetap berjalan," ujar LaNyalla seperi dikutip dari Antara, Selasa, 23 Juni 2020.
Ditambahkan LaNyalla, pada prinsipnya DPD RI mendukung langkah yang akan diambil Mendagri terkait hal tersebut, mengingat pembangunan di Kabupaten Jember harus tetap berjalan dan kondusif.
"Karena itu, DPD RI melalui Badan Akuntabilitas Publik yang dipimpin Ibu Sylviana Murni mengambil inisiatif untuk mempercepat penyelesaian soal ini supaya tidak terus menerus berlarut," tandas senator dari daerah pemilihan Jawa Timur itu.
Â
Advertisement
DPRD Jember Sepakat Usulkan Pemberhentian Bupati
DPRD Kabupaten Jember melalui fraksi-fraksinya sepakat untuk mengusulkan pemberhentian Bupati Jember Faida dalam rapat paripurna hak menyatakan pendapat yang digelar di ruang sidang utama di DPRD setempat selama empat jam sejak pukul 11.00 WIB hingga 15.00 WIB, Rabu, 22 Juli 2020.
"Keberadaan bupati sudah tidak diinginkan oleh DPRD Jember selaku wakil rakyat," kata Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi usai rapat paripurna hak menyatakan pendapat di DPRD Jember, Rabu, 22 Juli 2020.
Menurutnya, hak menyatakan pendapat merupakan tindak lanjut dari dua hak yang sudah dilakukan oleh DPRD Jember, yakni hak interpelasi dan hak angket sesuai dengan aturan, bahkan rekomendasi dewan dalam dua hak tersebut diabaikan oleh Bupati Faida.
"Kami menganggap Bupati telah melanggar sumpah jabatan, melanggar peraturan perundang-undangan, sehingga DPRD bersikap melalui hak menyatakan pendapat kompak bahwa bupati dimakzulkan," tutur Itqon seperti dikutip Antara.
Politikus PKB Jember itu mengatakan, DPRD secara administratif tidak bisa memberhentikan bupati, namun yang bisa dilakukan adalah pemakzulan atau pemecatan secara politik.
"Yang bisa memecat bupati adalah Mendagri melalui fatwa Mahkamah Agung, Kami akan meminta fatwa kepada Mahkamah Agung, sehingga kami akan meminta fatwa MA terkait keputusan paripurna itu," jelas dia.
Â
Bupati Jember Berikan Hak Pendapat
Bupati Jember Faida tidak hadir dalam rapat paripurna hak menyatakan pendapat, namun mengirimkan jawaban secara tertulis pendapatnya perihal usul hak menyatakan pendapat DPRD Jember sebanyak 21 halaman.
Dalam surat jawaban itu, ada tiga poin yang disampaikan Faida yakni perihal konsekuensi hasil rapat koordinasi dan asistensi (mediasi) penyelesaian permasalahan pemerintahan di Jember yang melibatkan kepala daerah dan DPRD, pemenuhan aspek prosedural/aspek formil usul hak menyatakan pendapat oleh DPRD Jember, dan pendapat Bupati Jember perihal materi yang menjadi alasan pengajuan hak menyatakan pendapat DPRD Jember.
"Hak menyatakan pendapat bukanlah hak yang sifatnya bebas, melainkan hak yang dalam pelaksanaannya terikat kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur prosedur penggunaan hak tersebut," kata dia.
Ia mengatakan, hak menyatakan pendapat diatur dalam Pasal 78 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2018 tentang Tata Tertib DPRD mengamanatkan pengusulan hak menyatakan pendapat disertai dengan dokumen yang memuat paling sedikit, materi dan alasan pengajuan usulan pendapat serta materi hasil pelaksanaan hak interpelasi dan atau hak angket.
"Surat DPRD Jember yang kami terima tak memiliki lampiran dokumen materi dan alasan pengajuan usulan pendapat seperti yang diatur dalam aturan tersebut," ujar dia.
Dalam surat jawaban tersebut, Faida mengaku telah melakukan semua rekomendasi Mendagri dengan mencabut belasan keputusan bupati dan mengembalikan para pejabat yang dilakukan pengangkaran dalam jabatan pada 3 Januari 2018.
Advertisement