Liputan6.com, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah melakukan pengawasan penyiapan buka sekolah di masa pandemi Covid-19 pada delapan provinsi. Delapan itu adalah seluruh provinsi di Pulau Jawa ditambah Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Bengkulu.
Pada temuan KPAI, terdapat sejumlah siswa memutuskan bekerja dan menikah saat sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) selama pandemi Covid-19.
Baca Juga
"Dari pengawasan delapan provinsi, KPAI menemukan beberapa Kepala Sekolah menyampaikan ada peserta didiknya yang putus sekolah," ujar Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti, Kamis (18/2/2021).
Advertisement
Dia menjelaskan, anak yang putus sekolah disebabkan beberapa hal seperti tidak memiliki alat daring atau tidak mampu membeli kuota internet.
Ikuti cerita dalam foto ini https://story.merdeka.com/2303605/volume-5
Sehingga, kata Retno, anak tersebut selama berbulan-bulan tidak mengikuti PJJ dan akhirnya memutuskan bekerja dan menikah.
"Dari temuan KPAI, ada 119 peserta didik yang menikah, pria maupun wanita, yang usianya berkisar 15 hingga 18 tahun," ucap dia.
Retno menjelaskan, pihak sekolah mengetahui siswanya menikah dan bekerja itu berawal dari kunjungan ke rumah orangtua peserta didik.
"Saat itu, anak tersebut saat PJJ berlangsung tidak mengikuti dan tidak pernah lagi mengumpulkan tugas," papar Retno.
Dan ketika didatangi wali kelas dan guru Bimbingan Konseling, lanjut dia, sekolah baru mengetahui bahwa siswa yang bersangkutan mau menikah, sudah menikah, atau sudah bekerja.
"Ada kisah inspiratif di Kabupaten Bima dan Lombok Barat (NTB) di mana pihak sekolah berhasil membujuk siswa dan orangtua untuk melanjutkan pendidikan yang tinggal beberapa bulan lagi ujian kelulusan. Usaha para guru tersebut patut diapresiasi," terang Retno.
Â
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Data KPAI
Retno menjelaskan, dari data yang diperoleh, jenis pekerjaan para siswa umumnya pekerjaan informal seperti tukang parkir, cucian motor, bengkel motor, percetakan, dan berjualan bensin di rumah. Kemudian ada pula asisten rumah tangga (ART).
Pekerjaan itu dilakukan untuk membantu usaha orangtuanya karena sudah tidak mampu lagi membayar karyawan.
"Bahkan, pada salah satu SMK swasta di Jakarta yang mayoritas siswanya memang dari keluarga tidak mampu, rata-rata per kelas ada empat siswa bekerja," ungkap Retno.
Retno mengungkapkan, aktivitas belajar di rumah tanpa pengawasan orangtua akan berpotensi mengakibatkan remaja memiliki keleluasaan dalam bergaul di lingkungan sekitar. Hal itu dapat terjadi apabila pengawasan orangtua terhadap anaknya sangat lemah.
"Tidak dapat dihindari, terjadinya pergaulan bebas yang mengakibatkan kehamilan di luar nikah dan menyebabkan angka dispensasi meningkat di masa pandemi," tandas Retno.
Advertisement