Pakar Hukum UI: Ada atau Tidak SP3 KPK, Kerugian BLBI Tetap Harus Ditagih

Tim Satgas Tagih BLBI bentukan Presiden Jokowi diharapkan bisa berjalan maksimal dan mengembalikan kerugian keuangan negara.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 11 Apr 2021, 18:28 WIB
Diterbitkan 11 Apr 2021, 18:28 WIB
Mahasiswa Tolak Penerbitan SP3 Kasus BLBI
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM Seluruh Indonesia melakukan unjuk rasa di depan Gedung KPK, Jakarta, Jumat (9/4/2021). Mereka mempertanyakan penerbitan SP3 terkait kasus dugaan korupsi BLBI untuk Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Sjamsul Nursalim. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI) Gandjar Laksamana menyebut, kerugian keuangan negara akibat Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sejatinya harus ditagih oleh negara.

Menurut dia, negara seharusnya menagihnya sejak awal, bukan lantaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) perkara korupsi surat keterangan lunas BLBI terhadap BDNI milik Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim. Diharapkan dengan penagihan tersebut bisa memulihkan perekonomian negara.

"Sebetulnya ada atau tidak ada SP3, negara perlu menagih. Kenapa tiba-tiba sekarang baru mau menagih ketika KPK SP3," ujar Gandjar dalam diskusi webinar, Minggu (11/4/2021).

Dia merasa heran pemerintah membentuk satuan tugas (satgas) untuk menagih kerugian negara akibat BLBI saat KPK mengeluarkan SP3. Lagipula, menurut Gandjar, pemerintah tak perlu membentuk tim satgas jika hanya untuk menagih kerugian negara.

"Urgensinya menagih, bukan membentuk tim tagih. Kalau bentuk tim tagih, menurut saya kita tunjuk saja debt collector yang paling jago menagih. Tanya itu sama bank-bank yang suka punya jasa debt collector, siapa yang paling jago yang tingkat pencapaiannya, persentasenya yang paling tinggi," kata dia.

"Sudah negara pakai jasa mereka saja lah. Ini bukan menyepelekan tim yang dibentuk. Tapi tim yang dibentuk saya lihat pejabat-pejabat yang, aduh enggak ada tugas tambahan tim tagih saja sudah banyak tugasnya, dan banyak yang terbengkalai. Jangan nambah-nambah tugas lah, sudah kembalikan saja ke tugas dan fungsi masing-masing," kata Gandjar.

Menurut Gandjar, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ini terbilang sia-sia.

"Begini, tanpa dibentuk tim kita suda tahu apa tugas Dirjen Piutang, apa tugas Kejaksaan dengan Jamdatun-nya, sudah tahu kita, ya sudah kejar saja gitu. Kalau tim tagih kalau untuk koordinasi, ya, engak usah dibentuk Keppres. Kan jadi mubazir Keppresnya. Sayang kan nomornya bisa digunakan kepentingan Keppres yang lain," kata dia.

Meski demikian, dia berharap Tim Satgas Tagih bentukan Presiden Jokowi bisa berjalan maksimal dan mengembalikan kerugian keuangan negara. Di sisi lain, dia juga berharap pemerintah bisa menagih utang-utang lainnya di luar BLBI.

"Jadi, saya berharap satgas ini bisa efektif. Mau saya satgas itu melesat dan bergegas. Pak Presiden, coba cek dulu jangan-jangan hak tagih negara bukan cuma BLBI. Sekalian saja. Kok konsen banget sama BLBI," kata dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Jokowi Bentuk Satgas Penanganan Hak Tagih BLBI

Mahasiswa Tolak Penerbitan SP3 Kasus BLBI
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM Seluruh Indonesia melakukan unjuk rasa di depan Gedung KPK, Jakarta, Jumat (9/4/2021). Mereka mempertanyakan penerbitan SP3 terkait kasus dugaan korupsi BLBI untuk Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Sjamsul Nursalim. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Pada Pasal 8 Keppres dijelaskan tim pengarah Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI ini dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Koordinator Bidang, Kemaritiman dan Investasi, Menteri Keuangan, Menteri Hukum dan Hak Asas Manusia, Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian.

Sedangkan Jokowi menunjuk Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan menjadi Ketua Satgas, lalu wakil ketua Satgas didapuk oleh Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan. Lalu Sekretaris dipimpin oleh Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

Sedangkan anggota Satgas terdiri dari 7 pihak. Hal tersebut juga diatur pada pasal 8. Yaitu terdiri dari Dirjen Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Deputi Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional, Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan.

Kemudian, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Deputi Bidang Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Deputi Bidang Intelijen Pengamanan Aparatur Badan Intelijen Negara; dan Deputi Pemberantasan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.

"Dalam membantu pelaksanaan tugas, Ketua Satgas penanganan hak tagih negara dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dapat mengangkat kelompok ahli dan kelompok kerja sesuai kebutuhan," dalam pasal 9.

Sementara itu pada pasal 9 dijelaskan, Ketua Satgas melaporkan perkembangan pelaksanaan tugas kepada pengarah sesuai dengan kebutuhan. Serta melaporkan kepada Presiden melalui Menteri Keuangan setiap enam bulan atau sewak-waktu jika diperlukan.

"Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia bertugas sejak Keputusan Presiden ini ditetapkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2023," pada pasal 12.

 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya